Tuesday 9 January 2018

CHAPTER 24; RHEE – SUMBAWA BESAR

Selasa, 26 Januari 2016
Musim penghujan tampaknya mulai turun secara merata di Pulau Sumbawa pada bulan Januari ini, semenjak kami tiba dan menjejakkan kaki di Pelabuhan Pototano hingga sampai di wilayah Rhee ini selalu saja turun hujan setiap harinya, sebenarnya ada nilai plus dan minusnya saat bersepeda di musim penghujan ini, salah satu keuntungannya adalah cuaca menjadi tidak terlalu panas dan angin terasa lebih sejuk, namun disisi lain bahayanya adalah ketika hujan yang turun disertai dengan kilatan petir yang menyambar, terlebih disepanjang rute kami di Pulau Sumbawa ini masih terdapat banyak lahan kosong dan terbuka sehingga rawan akan sambaran petir

Hari ini kami sejenak off from the bicycle dan memutuskan untuk stay saja di kediaman teman kami, Ali Ridha. Cuaca yang terus hujan sejak pagi akhirnya membuat kami memutuskan untuk merapikan file-file hasil dokumentasi disepanjang perjalanan ini dan mulai bereksperimen dengan membuat sebuah video pendek (ternyata membuat video yang hanya berdurasi 3 menitan saja lumayan menyita waktu dan terasa capek saat proses editingnya), dan walaupun hasil dokumentasi berupa file foto dan video yang kami ambil cukup banyak namun ketika mulai membuat sebuah video pendek kompilasi ternyata stock video dan foto yang ada tetap saja terasa masih kurang banyak, hmm… kedepannya harus lebih rajin lagi untuk mengabadikan setiap momen perjalanan apapun itu (walau kadang paling malas ketika sedang asyik-asyiknya gowes apalagi pas turunan eh harus berhenti hanya sekedar untuk menaruh kamera dan merekam kemudian harus balik lagi untuk mengambil kameranya)

Setelah memakan waktu yang cukup lama akhirnya video perdana kompilasi “sementara” perjalanan goweswisata.blogspot.co.id pun akhirnya selesai juga, setidaknya lumayanlah untuk portofolio dan kenangan hehe…

Kini saatnya beristirahat dan mulai menyicil mempacking barang bawaan kami karena rencananya besok kami akan kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Sumbawa Besar, salah satu dari 3 wilayah yang memiliki aktivitas cukup ramai di Pulau Sumbawa ini selain Dompu dan Bima

==========================================================================================================================

Rabu, 27 Januari 2016
Selamat pagi semua :). Mengawali perjalanan kali ini cuaca mendung kembali membayangi langit di wilayah Rhee dan sekitarnya, namun hal itu tidak menyurutkan niat kami berdua untuk melanjutkan perjalanan dan petualangan goweswisata.blogspot.co.id ini

Setelah berpamitan dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Mas Ali Ridha dan seluruh keluarganya, perlahan kami pun mulai bergerak meninggalkan wilayah penghasil jagung ini dan kembali menyusuri medan aspal yang halus menuju ke Kota Sumbawa Besar, atas saran dan bantuan dari rekan-rekan pesepeda di Pulau Sumbawa (yang koordinasinya mantap sekali) rencananya begitu kami mendekati Kota Sumbawa Besar nantinya kami disarankan untuk menghubungi seorang teman pesepeda lainnya yang berdomisili di Kota Sumbawa Besar ini yaitu Mas Deddy (atau dikenal juga dengan sebutan Samawaholic sesuai dengan nama id social medianya), baiklah kalau begitu kini waktunya untuk menikmati perjalanan saja dulu :)


Untuk kondisi rute di Pulau Sumbawa ini sejak dari Pelabuhan Pototano, Alas, Utan, Rhee, hingga menuju ke Sumbawa Besar medan aspalnya cukup halus dan lebar, menurut saya kualitas aspal disini malah jauh lebih bagus daripada kualitas aspal “proyek abadi” Jalur Pantura maupun kondisi jalan raya lainnya yang ada di Pulau Jawa, namun hal ini tidaklah mengherankan karena proyek pengerjaan jalan di Pulau Sumbawa ini kebanyakan merupakan hasil kerjasama dengan pihak Pemerintah Australia, sehingga sepertinya kualitas material dan finishingnya dilakukan secara serius termasuk dengan quality control selama proses pengerjaannya


Hal menarik lainnya ketika kita menyusuri rute yang ada di Pulau Sumbawa ini adalah tidak adanya kemacetan seperti yang lazim terjadi di Pulau Jawa, disini selain suasana lalu lintasnya terasa lenggang, pemandangan perbukitan yang ada di sepanjang rute dengan hamparan padang rumputnya membuat pengalaman bersepeda disini memiliki kesan yang berbeda dan unik karena kita akan mendapati banyak hewan-hewan seperti kambing, sapi dan kuda yang berseliweran atau pun sedang tiduran di tengah jalan, oleh karena itu hati-hati ya ketika kalian sedang berkendara di Pulau Sumbawa ini, jangan sampai menabrak hewan-hewan tersebut (sepertinya hewan yang sering tertabrak ketika sedang melintas jalan raya ini adalah biawak karena beberapa kali kami melihat mayat biawak yang sepertinya tertabrak dan terlindas kendaraan bermotor di jalan ini)


Dan setelah naik-turun rute perbukitan akhirnya kami pun mulai memasuki gerbang penanda batas wilayah Kota Sumbawa Besar


Setelah melewati gerbang batas wilayah Kota Sumbawa Besar saya pun langsung menghubungi Mas Samawaholic untuk meminta petunjuk arah dan lokasi titik pertemuan nantinya, sembari menunggu yang “empunya” wilayah datang, kami pun beristirahat sejenak di sebuah Masjid sambil menunggu hujan reda

Kurang lebih 15 menit kemudian Mas Samawaholic pun tiba, setelah saling berkenalan, ia pun memandu kami menuju kediamannya yang ternyata berada tidak begitu jauh dari Masjid tempat kami beristirahat tadi, lokasinya juga dekat dengan pinggir pantai, namun pantai disini bukanlah pantai yang memiliki hamparan pasir yang putih bersih dengan gelombang ombak yang tenang, melainkan sebuah pantai dengan pasir berwarna hitam serta ombak yang cukup besar terlebih saat ini sedang memasuki musim penghujan sehingga ombak yang datang juga semakin tinggi dan liar.

Setelah tiba di rumahnya, kami pun meng-unpacking semua barang-barang bawaan kami dan memasukkannya kedalam kamar yang telah disediakan, beberapa teman pesepeda dari Mas Samawaholic pun juga datang berkunjung dan menanyakan kabar dan pengalaman kami sejak petualangan ini dimulai, mereka juga bertanya seputar rute, barang-barang bawaan, dan kesan kami mengenai Pulau Sumbawa ini

Rintik hujan telah berhenti, waktu pun masih belum terlalu sore oleh karena itulah Mas Samawaholic pun menawarkan kepada saya sebuah trip singkat bersepeda dalam kota, sekedar melihat sekilas bagaimana bentuk dan pergerakan aktivitas masyarakat di Kota Sumbawa Besar ini, saya pun tidak keberatan namun Agit memilih untuk beristirahat dan tidur saja, mungkin ia merasa lelah akibat sejak start hari ini selalu diguyur hujan apalagi dengan rute yang rolling naik-turun perbukitan

Akhirnya kami (saya dan Mas Samawaholic) pun bersepeda keliling Kota Sumbawa Besar, sembari berkeliling melihat bentuk dan suasana kota ini, saya pun mencoba menangkap detail yang ada. Di Kota Sumbawa Besar ini proses pertumbuhan infrastrukturnya masih dalam tahap berkembang, beberapa bangunan minimarket modern sudah mulai dibangun namun belum beroperasi (disini minimarket waralaba modern sepertinya dikuasai oleh pihak Alfamart, dan berdasarkan pengalaman sejauh ini sepertinya semakin ke bagian Timur Indonesia minimarket waralaba modern didominasi oleh pihak Alfamart, tidak ada Indomart), beberapa lahan yang diperuntukkan sebagai area hunian juga sudah mulai dibuka dan dikembangkan, tempat-tempat ruang terbuka publik dan pusat perekonomian yang ada juga sudah mulai terasa ramai, angkutan umum seperti mikrolet juga sudah ada, sedangkan untuk urusan Perbankan didominasi oleh BRI dan BNI46, Mandiri juga sudah ada, namun bagi pengguna jasa BCA dipastikan agak sedikit susah ketika mencari mesin ATMnya

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Istana Dalam Loka, yaitu sebuah bangunan berarsitektur tradisional yang dahulu merupakan sebuah Istana Raja namun kini difungsikan sebagai Museum, lokasinya berada di tengah Kota sehingga sangat strategis, namun sayangnya kami tiba ketika jam operasional Museum sudah lewat sehingga kami tidak bisa masuk melihat isi dalam Museum, namun tidak mengapa karena setidaknya kami tetap bisa berkeliling di area sekitarnya





Selepas Istana Dalam Loka kami pun kemudian menuju ke lokasi berikutnya yaitu sebuah bangunan berwarna putih yang bergaya campuran tradisional dan kolonial, namanya Wisma Daerah (berdasarkan kabar terbaru yang saya terima bangunan tersebut mengalami musibah kebakaran tahun 2017 lalu namun kini sedang dalam proses pembangunan kembali), Mas Samawaholic mengatakan jika bangunan ini mempunyai kembaran dengan bangunan Museum Asi Mbojo yang berada di Kota Bima, perihal mengapa bangunan tersebut bisa kembar sama persis adalah karena faktor sejarah dimana ketika kerajaan Bima mempersunting putri dari Kerajaan Sumbawa maka sang putri mengajukan syarat supaya dibikinkan sebuah bangunan yang sama persis dengan bangunan yang ada dikerajaannya untuk mengobati rasa rindu akan tempat asalnya dulu



Pada bagian depan bangunan putih tersebut juga terdapat sepasang meriam dan sebuah rumah jam, mengenai asal muasal meriam dan kisah dibaliknya saya kurang tahu pasti dikarenakan tidak adanya papan informasi yang biasanya dipasang disebuah bangunan cagar budaya. Sedangkan pada bagian belakangnya terdapat sebuah taman yang didalamnya terdapat banyak rusa-rusa seperti yang terdapat di area Kebun Raya Bogor ataupun Candi Prambanan



Karena waktu sudah beranjak sore maka lokasi yang terakhir yang kami kunjungi adalah Pantai Jempol yang berada tidak jauh dari kediaman Mas Samawaholic, di sepanjang pantai ini banyak terdapat warung-warung makan dan jajanan, akses masuknya masih berupa tanah merah sehingga saat musim hujan seperti ini bisa dipastikan kondisinya akan super becek (namun kini kondisi Pantai Jempol sepertinya telah dipercantik kata Mas Samawaholic)

Suasana sore hari dipantai ini terlihat cukup ramai oleh pengunjung, entah mereka adalah masyarakat sekitar lokasi atau wisatawan namun yang pasti mereka semua terlihat menikmati hembusan angin dan suara deburan ombak yang menerpa dinding turap pantai sembari berwisata kuliner dengan orang-orang terdekatnya


Gugis, salah satu jajanan tradisional, bentuknya mirip lemper namun dalamnya isi kacang


Jika cuaca sedang bersahabat dan kondisi ombak juga sedang tenang sebenarnya kalian bisa menuju ke Pulau Moyo menggunakan kapal boat melalui dermaga yang ada di pantai ini, atau alternatif lainnya adalah kalian bisa menyeberang melalui dermaga yang ada di Pantai Goa, namun itu pun juga masih harus melihat bagaimana kondisi cuaca dan ombaknya, jika kondisi ombaknya sedang tinggi seperti saat ini maka otomatis semua penyeberangan sedang dihentikan demi faktor keamanan



Akhirnya trip singkat keliling kota ini pun berakhir untuk hari ini karena waktu sudah memasuki Maghrib dan mulai gelap, rencananya kami akan stay selama 2 hari untuk menikmati suasana Kota ini sembari melengkapi perbekalan kami, karena kota berikutnya yang cukup ramai hanyalah Dompu dan Bima yang jaraknya masih lumayan jauh, sehingga untuk antisipasi keadaan darurat maka kami akan mengecek dan melengkapi kebutuhan kami di Kota Sumbawa Besar ini sebelum mulai melanjutkan perjalanan lagi, tetap ikuti cerita perjalanan kami ya :)

Total jarak tempuh hari ini : 33 km

No comments:

Post a Comment