Sunday 31 October 2021

ADA APA SAJA SIH DI SOROGEDUG? (dan sekitarnya)

Minggu, 31 Oktober 2021

Hai hai Sobat Goweswisata 🙂, well postingan kali ini jika dirunut sebenarnya merupakan spin-off petualangan gowes wisata terdahulu sewaktu mencari lokasi Goa Songkurang (yang tidak ketemu karena entahlah yang drop pin di googlemapsnya ternyata tidak akurat).


Jadi begini garis besar cerita petualangan hari ini, ayo cucu-cucu, anak-anak duduk yang rapih, sudah pada mandi kan? Bagus sudah wangy-wangy, simbah akan menceritakan sebuah kisah hehe… Ok, pernah ga sih kalian yang hobby bersepeda ini mengalami sebuah momen disuatu hari dimana kalian ingin bersepeda (terutama saat weekend) tapi bingung mau kemana? Mau ke lokasi yang mana? Pokoknya kalian merasa cuma ingin gowes saja, mengayuh pedal sepeda kalian menjelajah ke lokasi yang entahlah kalian sendiri juga belum tahu atau menentukan maunya kemana kali ini? pasti pernah dong ya (maksa 😅), nah begitupun yang saya rasakan hari ini, di Hari Minggu pagi dengan kisah yang tidak sedih (kata om Koes Plus), tidak terlalu cerah, berawan tapi tidak mendung gelap, ingin gowes tapi bingung mau kemana?.


Karena biasanya saat weekend seperti ini semua spot wisata pasti ruameeenya tumpah-ruah, baik itu pengunjungnya, abang penjaga parkirnya yang cengengesan karena berpikir wah cuan nih rame ajib, bapack-bapack dan ibu-ibu pedagang yang saling berlomba dengan semangat 45 menawarkan dagangannya, serta bocah-bocah yang dengan muka pasrahnya ikut saja (terserah deh orangtua mau ngajak kemana, begitu pikirnya) serta para remaja mas-mas dan mbak-mbak yang selain melihat dan menikmati obyek wisatanya juga dengan cermat saling memperhatikan pengunjung lainnya yang bening-bening (barangkali bisa dapat jodoh sembari berwisata).


Nah masalahnya kriteria spot wisata yang paling saya suka justru kebalikannya, dimana saya lebih suka mencari atau mengunjungi spot yang belum terlalu populer, tidak banyak orang, tempatnya asyik, aman, gratis, sukur-sukur ada warung jajanan, dan kalau bisa ga pake adegan nanjak hehe…😁 dan berdasarkan kriteria tersebut akhirnya saya pun mencoba bersepeda ke arah Timur tepatnya menuju wilayah Sorogedug? Kenapa? Karena sewaktu mencari Goa Songkurang saya sempat melihat ada bangunan-bangunan era kolonial yang terbengkalai dan setelah saya mencari tahu (bukan tempe atau bakwan) ternyata bangunan-bangunan tersebut adalah bagian dari kompleks rumah dinas pegawai Pabrik Tembakau Sorogedug. Bangunan Pabriknya sendiri masih ada dan sepertinya masih beroperasi sampai sekarang, hanya saja bangunan-bangunan rumah dinas pegawainya kini dalam kondisi memprihatinkan, terbengkalai dan rusak, serta ditumbuhi semak belukar dan ilalang yang cukup lebat disekitarnya.



Berdasarkan pengalaman saya biasanya spot-spot seperti itu pasti luput dari tujuan goweser pada umumnya, jadi bisa dipastikan bahwa lokasinya pasti sepi, cerita sejarahnya juga pasti ada seperti yang tadi saya jelaskan diatas, dan kebetulan juga saya belum pernah bersepeda keseputaran wilayah Sorogedug, jadi kira-kira ada apa saja sih di Sorogedug dan sekitarnya? Atau ada apa saja sih disepanjang petualangan kali ini?.


Dari basecamp goweswisata seperti biasa saya melalui rute favorit Blok O dengan pertimbangan tidak terlalu banyak kendaraan dibandingkan jika saya melalui rute jalan Jogja-Solo atau Jalan Jalan Jogja-Piyungan, nah dari sini saja sebenarnya ada beberapa spot wisata yang bisa kalian kunjungi, seperti Pasar Bantengan (disini kalian bisa supply logistik urusan perut supaya tidak kelaparan) kemudian ada situs Goa Seluman (dekat Pasar Bantengan yaitu sebuah pemandian era Kerajaan Mataram sama seperti situs Warungboto), kemudian di Utaranya ada Makam Patih Danuredjan, lanjut ke Timur arah Berbah ada Candi Klodangan yang letaknya tersembunyi dipersawahan, kemudian di pertigaan sebelum Pabrik Rokok kalian bisa kearah Selatan menuju Watu Kapal dan Watu Exotic, namun jika terus menuju ke Timur melewati Pabrik Rokok kalian bisa menuju Wisata Bumi Wangi Karangwetan, atau terus menuju Lava Bantal dan Embung Kalitirto, tak jauh dari sana juga ada wisata sejarah Goa Sentono-Candi Abang- dan Goa Jepang yang lokasinya saling berdekatan.


Setelah melewati Lava bantal dan tugu Bhinneka Tunggal Ika, ditambah sedikit rute belok-belok saya melihat sepertinya ada satu lagi lokasi Desa Wisata yang baru yaitu Desa Wisata Pengklik, namun karena tujuan kali ini (yang baru saja terpikir) adalah Sorogedug maka saya pun meneruskan perjalanan sampai bertemu perempatan bangunan TK-SD Kanisius kemudian ambil arah ke kanan menuju Sorogedug, hingga tibalah saya di depan bangunan Pabrik Tembakau Sorogedug yang  berlokasi di Sorogedug, Nogosari, Madurejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta.



Tampak Pak penjaga Pabrik sedang menikmati sarapan pagi di pos jaganya, saya pun melewati bangunan Pabrik dan menuju deretan bangunan eks rumah dinasnya, setelah mencari spot yang aman untuk sepeda, saya pun mencoba mendokumentasikan suasana salah satu bangunan rumah dinas yang posisinya paling mudah diakses dan tidak terlalu tertutup oleh semak. Memiliki gaya arsitektur kolonial yang diadaptasi sesuai iklim dan budaya disini, bangunan ini sebenarnya cukup asyik jika masih terawat, memiliki teras depan, kemudian ruang tamu, ruang tengah dengan dua ruang kamar disalah satu sisinya, kemudian ruang belakang yang sepertinya diperuntukkan untuk ruang makan dan dapur, lalu ada ruangan lagi (mungkin kamar tidur), kamar mandi yang terletak di bagian luar belakang bersama satu ruang lagi diluarnya (mungkin untuk gudang), dan beberapa kamar mandi kecil yang terletak didekat gudang.







Sayangnya entah mengapa bangunan-bangunan ini kini tidak digunakan lagi, juga tidak direstorasi dan difungsikan atau disewakan, semua deretan bangunan-bangunan rumah dinas ini kondisinya nyaris sama terbengkalai, beberapa bagian atapnya juga miring dan bocor sehingga air hujan bisa masuk dan menggenangi bagian dalam rumah, yang mana semakin mempercepat rusaknya bangunan ini. Tampak juga beberapa warga menggunakan bagian depan teras untuk menyimpan hasil sawah dan beberapa kayu.


Setelah puas berkeliling mengamati kondisi bangunan rumah dinas ini saya pun melanjutkan perjalanan sampai mentok di pertigaan kemudian ambil arah ke kiri (karena kalau kekanan saya sudah pernah sewaktu mencari lokasi Goa Songkurang), setelah belok kiri kemudian ke kanan melewati perkampungan penduduk sampai akhirnya ternyata jalan ini tembusnya ke lokasi yang sama sewaktu saya nyasar mencari Goa Songkurang, ya sudah palimg tidak saya jadi tahu jalan ini tembusnya kemana, dari situ lanjut lagi mencoba menyusuri rute jalan yang belum pernah saya lalui sambil melihat suasana sekitar, melewati makam Sawo dan di pertigaan saya melihat ada papan penunjuk arah menuju Bukit Teletubbies.




Saya sih belum pernah ke Bukit Teletubbies, karena dari namanya saja sudah ketahuan kondisi medan rutenya yaitu bukit = tanjakan, tapi ya sudahlah coba ikuti saja papan penunjuk arahnya barangkali ada spot asik lainnya yang mendadak bisa saya temui disepanjang perjalanan.


Papan penunjuk arah Bukit Teletubbies mengarahkan saya melewati deretan warga yang sedang menggiling padi, tidak hanya satu titik saja, namun hampir disepanjang jalan tersebut dipenuhi warga yang sedang menggiling, menggelar, dan mengikat hasil panennya, setelah melewati mereka saya pun mencari mana papan penunjuk arah Bukit Teletubbies berikutnya, kok penunjuk arah yang ada sekarang berganti menjadi papan penunjuk arah menuju Obelix Hills, sepertinya itu merupakan dua tempat yang berbeda, dari kejauhan pun sebenarnya saya sudah bisa melihat lokasi Obelix Hills, karena tepat di atas bukit yang ada didepan saya ada semacam spot yang colourfull alias ramai, jadi pasti itu yang namanya Obelix Hills, akses menuju ke Obelix Hills sendiri sebenarnya sudah agak tertata, dibagian bawah bukit terdapat area parkir Bus besar untuk kemudian wisatawan bisa berganti menggunakan kendaraan shuttle seperti minibus elf untuk bisa sampai ke lokasi Obelix Hills, karena melihat derajat tanjakan dan lebar jalannya bisa dipastikan bahwa bus besar tidak akan bisa menanjak menuju lokasi.




Sebenarnya melihat tanjakannya sendiri saya sudah rada malas, karena seperti yang saya jelaskan sebelumnya kriteria spot yang saya suka “kalau bisa” tidak pakai adegan nanjak hehe… Tepat sebelum tanjakan sebenarnya ada papan penunjuk arah menuju beberapa lokasi lainnya seperti Air Terjun Watu Penyu (saya malah baru dengar ada Air Terjun Watu Penyu, sepertinya yang dimaksud adalah Curug Kembar Jurang Gandul) karena saat saya mengecek googlemaps memang disekitar sini ada air terjun musiman namun namanya adalah Curug Kembar Jurang Gandul, kemudian ada situs Langgen, dan terakhir ada Mbelik Pereng.



Melihat nama-nama spot yang ada saya bisa mengira-ngira seperti apa tempatnya, Belik dan Air Terjun pasti merupakan satu kesatuan atau minimal lokasinya satu area, kemudian situs sejarah Langgen pasti suasananya kurang lebih mirip dengan lokasi penemuan situs sejarah lainnya, kalau disuruh memilih sih pastinya saya lebih memilih yang bernuansa alam (dan menghindari tanjakan) jadi saya coba saja deh melihat seperti apa sih Air Terjun Watu Penyu, dan ternyata benar sekali tebakan saya bahwa Air Terjun Watu Penyu sebenarnya adalah Curug Kembar Jurang Gandul, namun menurut warga sekitar kondisi Curug sedang asat karena aliran airnya bersumber dari debit curah hujan, sedangkan musim penghujan juga belum memasuki masa puncaknya, namun kata mereka kalau mau melihat Curugnya dari atas juga bisa, karena kalau dari bawah aksesnya masih sulit karena tidak bisa dilalui dengan sepeda, melainkan harus trekking.


Mendengar kata-kata “kalau mau lihat Curugnya dari atas juga bisa kok mas”, perasaan saya sudah tidak enak karena ini pasti haqul yakin rutenya adalah saya harus melalui tanjakan yang sedari awal sebisa mungkin saya hindari, dan ternyata benar saja rutenya adalah “nanti Mas nya lewat tanjakan yang itu kemudian ikuti jalan yang berbelok ke kanan dan kemudian ke kiri, nanti disisi kanan ada semacam Taman dan angkringan, nah dari situ sudah keliatan kok Curugnya”, huff ya sudahlah ini berarti mau tidak mau saya harus menanjak.



Dengan kombinasi antara gowes ngicik dan dorong akhirnya saya pun sampai juga di Taman yang dimaksud, setelah berbincang dengan Bapak penjaga angkringan saya pun bertanya “tanjakan ini kalau diteruskan sampai kemana Pak?”, “wah ini tembusnya sampai Jalan baru nglanggeran Mas, kalau mau diteruskan sampai poll juga bisa sampai Klaten”, jawab si Bapak, weew ternyata jauh  dan panjang juga ya ni tanjakan.




Setelah beristirahat, akhirnya saya pun memutuskan untuk saatnya kembali pulang karena selain malas meneruskan tanjakan dengan air minum yang sudah tiris, hari ini tujuan saya sebenarnya adalah karena ingin sekedar gowes saja, bukan diniatkan untuk mengeksplor suatu tempat seperti biasa, jadi hari ini sementara cukup sampai disini dulu, apalagi saat ini kalau siang biasanya cuaca di Jogja pasti hujan, jadi sampai bertemu lagi di petualangan berikutnya.



Friday 8 October 2021

TIRTO SUMILIR

Kamis, 30 September 2021

Di penghujung Bulan September ini sepertinya memang paling asyik gowes mencari spot wisata yang berhubungan dengan air, selain karena cuaca di Jogja sedang panas-panasnya juga karena saya lebih senang mencari lokasi yang masih terbilang baru dan belum populer.





Dan ketika sedang iseng browsing sosmed dan jalan-jalan virtual via googlemaps tanpa sengaja saya melihat sebuah lokasi yang “kayanya boleh juga nih” namanya Tirto Sumilir (Tirto / Tirta), kebetulan jaraknya juga cukup dekat dari basecamp Goweswisata, tepatnya berada di Desa Sanan Sidomulyo Rt 07 Rw 17, Brintikan, Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta.


Tempat ini memiliki konsep wisata kuliner bernuansa pedesaan atau alam, dengan kata lain tempat ini mengusung konsep yang mirip seperti Pasar Kebon Empring yang dahulu pernah saya ulas, yaitu sebuah spot wisata untuk kumpul-kumpul hangout yang berlokasi di pinggiran kali Opak dengan menawarkan aneka jajanan atau wisata kuliner dan beberapa fasilitas untuk berswafoto.








Nama Tirto Sumilir sendiri memiliki arti “Tirto/Tirta = Banyu/Air, dan Sumilir = Semilir/ Angin Sepoi-sepoi”, sehingga bila digabungkan mungkin spot ini memiliki maksud sebagai sebuah tempat yang dekat dengan aliran air (pinggir kali) dengan suasana yang sejuk diiringi hembusan angin sepoi-sepoi, dan memang lokasinya sangat cocok dengan pemilihan namanya.







Bagi kalian ingin berkunjung ke tempat ini bisa mencarinya via googlemaps dengan keyword “Tirta Sumilir”, patokannya berada tidak jauh dari Stasiun Kalasan. Sampai saat ini pembangunan dan pembenahan beberapa fasilitas penunjang juga masih terus dilakukan. Bangunan Pendopo, Gazebo-gazebo, Ayunan. Kursi-kursi pengunjung, serta warung makanan sudah bisa digunakan sehingga kalian bisa bersantai bercengkrama sembari menikmati menu-menu yang tersaji, dan bagi yang suka bermain air kalian juga bisa bermain di sepanjang aliran Kali, namun tetap ingat untuk tetap berhati-hati ya terutama jika memasuki musim penghujan.




Kedepannya mungkin ada baiknya jika pihak warga dan pengelola bisa membersihkan sampah-sampah yang tersangkut di beberapa titik pinggiran kali, karena selain mengganggu estetika, spot untuk berswafoto yang paling menarik bagi saya justru adalah disepanjang aliran kali tersebut.





Tips jika ingin main kesini :

- Tidak ada (belum ada) retribusi alias gratis

- Parkir kendaraan roda dua dan sepeda sudah tersedia

- Akses jalan sampai lokasi sementara hanya kendaraan roda dua

- Untuk parkir kendaraan roda 4 sepertinya bisa dilokasi lahan bagian atas

- Tetap jaga kebersihan sekitar lokasi (jangan buang sampah sembarangan)