Saturday 3 October 2020

BUKIT TOMPAK, PIYUNGAN

 

Sabtu, 26 September 2020

Akhirnya mulai mengupdate cerita petualangan lagi seperti yang sudah dijanjikan pada post sebelumnya yaitu The Unfolding Journey, yang artinya terhitung sejak post kali ini dan post-post berikutnya cerita petualangan goweswisata.blogspot.com akan lebih banyak didominasi dengan menggunakan sepeda lipat 😎

Nah pada episode kali ini petualangan dimulai dengan acara kesiangan alias baru mulai start sekitar jam 9.30 WIB dikarenakan harus beres-beres basecamp dulu hehe… penentuan rute tujuan pun baru terpikir pada pagi hari karena bingung mencari spot yang belum pernah didatangi dan belum terlalu populer, akhirnya diputuskan untuk mulai mencoba mengeksplorasi wilayah sekitar Piyungan-Jalan Wonosari karena akhir-akhir ini banyak spot-spot baru disekitar wilayah tersebut yang mulai viral di media sosial seperti Gunung Wangi Bangkel, Pasar Kebon Empring, Watu Kapal, gerbang langit, situs sejarah Payak,, dan lainnya.

Untuk menuju ke spot Bukit Tompak sendiri sebenarnya rutenya cukup mudah, di googlemaps pun sudah tercatat lokasinya jadi kalian hanya tinggal mengikuti saja, namun patokan mudahnya adalah kalian tinggal menuju ke jalan Jogja-Wonosari dan ikuti jalan tersebut kearah Timur (arah menuju Kidsfun), dari perempatan traffic light kidsfun masih terus ke Timur melewati Pasar Wage, Papan penanda Pasar Kebon Empring, dan Papan penanda situs Payak, sampai nantinya kalian melewati jembatan aliran sungai di dusun Kabregan, sehabis jembatan tersebut ada gapura jalan masuk kearah Selatan, nah masuk ke Selatan dan ikuti jalan aspal sampai mentok lalu belok kanan dan ikuti jalan saja nanti mulai terlihat jalurnya agak menanjak, nah selamat menanjak

 


Akses menuju ke lokasi Bukit Tompak sendiri sampai terakhir saya kunjungi hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua (motor dan sepeda), untuk kendaraan roda empat sayangnya sementara masih belum bisa dilalui karena jalurnya hanya muat satu kendaraan roda empat serta medan yang menanjak

 


Oya bagi kalian yang bersepeda ke tempat ini jangan lupa untuk mengisi botol minum kalian ya karena warung terdekat hanya ada di awal tanjakan dan di lokasi parkir kendaraan Bukit Tompak, terlebih saat kesini saya sudah kesiangan sehingga air minum di botol 650ml pun tanpa sadar sudah habis tepat saat saya tiba dilokasi Bukit Tompak

 


Bukit Tompak sendiri tepatnya berlokasi di Jalan Sumur Bandung, Dusun Ngelosari, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Propinsi DI Yogyakarta.

Lokasi ini sebenarnya sudah mulai dirapikan sejak tahun 2017 lalu dan sampai sekarang masih dalam tahap perbaikan akses dan pengadaan fasilitas pendukung. Untuk tiket masuk ke lokasi ini pun sementara masih bersifat sukarela

Beberapa fasilitas pendukung yang sudah tersedia di lokasi Bukit Tompak sendiri antara lain adalah adanya Gazebo-gazebo untuk beristirahat tepat diatas puncak Bukit, serta sebuah pendopo yang berada di dekat lokasi parkir kendaraan, selain itu juga telah ada warung, Toilet Umum, Tempat-tempat sampah, dan beberapa spot foto yang menarik. Untuk menuju ke Puncak Bukit pun telah tersedia tangga yang dibuat dari hasil memahat dinding bukit, oya setibanya di puncak Bukit sebisa mungkin kalian tetap harus berhati-hati karena di beberapa titik masih belum terdapat pagar pembatas, oleh karena itu jika kalian mengajak sanak family yang masih kecil jangan lupa untuk selalu diawasi ketika bermain ya demi keamanan dan kenyamanan bersama, dan yang tak kalah pentingnya adalah tetap menjaga kebersihan sekitar lokasi dan tidak melakukan aksi vandalisme ya

 


Sekilas tempat ini mengingatkan saya akan spot wisata Tebing Breksi yang sudah lebih dulu populer, bedanya hanya di Bukit Tompak ini penataannya masih belum serapi Tebing Breksi yang sudah dihias dengan ukiran-ukiran pada dinding tebingnya dan lebih tertata layaknya sebuah spot wisata yang sudah terkenal. Namun jika kalian mencari suasana yang lebih asri dan natural maka Bukit Tompaklah tempatnya, dari atas puncak bukit ini kalian bisa melihat pemandangan persawahan disekitarnya sembari menikmati semilir angin yang berhembus. Waktu terbaik untuk berkunjung ke tempat ini adalah pada sore hari dimana kalian bisa menikmati pemandangan matahari terbenam, sayangnya di sepanjang akses tanjakan yang menuju kelokasi ini belum semuanya dilengkapi lampu penerang jalan sehingga bagi pesepeda dan pemotor harus ekstra berhati-hati jika kalian pulang kemalaman melalui jalur ini

 


Nah kurang lebih seperti itulah sekilas laporan pandangan mata dari goweswisata.blogspot.com tentang Bukit Tompak saat ini, kedepannya pastinya tempat ini akan lebih bagus dan tertata lagi, baik itu dari keadaan dan fasilitas pendukung disekitar lokasi maupun dalam hal perbaikan rute akses pencapaiannya, jadi kapan kalian berwisata kesini?

 

Jangan lupa tetap ikuti cerita petualangan goweswisata ya, untuk versi cerita pendeknya kalian juga bisa mengikuti di Instagram @goweswisata atau di Facebook Page Gowes Wisata, karena melalui sosial media kita dapat saling berbagi dan mensupport pariwisata di sekitar kita, sampai jumpa di petualangan berikutnya

Thursday 30 July 2020

THE UNFOLDING JOURNEY


Halo pembaca setia goweswisata.blogspot.com, apa kabarnya kalian semua, lama sudah kita tidak bersua (dengan kata lain lama sudah saya tidak mengupdate blog ini hehe…)

Baiklah terhitung mulai dari post kali ini goweswisata akan mempersembahkan seri petualangan terbaru yang memiliki konsep “The Unfolding Journey”, yang artinya perjalanan yang masih terus berlanjut, nah pertanyaannya mengapa diberi judul The Unfolding Journey?

Ada beberapa alasan yang membuat saya memilih konsep dan judul seperti ini, antara lain tentu saja karena petualangan yang sebenarnya tidak akan pernah berhenti, seseorang yang berjiwa petualang pastinya akan terus mencari tantangan baru, mencari rute, lokasi, dan jawaban dari setiap pertanyaan tentang dunia dan kehidupan yang berkelebat dibenaknya, dan untuk memenuhi rasa keingin tahuan tersebut maka ia akan terus berkelana, entah itu bersama teman seperjalanan maupun sendiri saja. Seperti halnya yang dikatakan oleh Ralph Waldo Emerson bahwa semua petualangan tidak akan pernah berhenti atau selesai, tidak ada kata finish, tidak ada tujuan akhir yang mutlak karena tujuan berikutnya mungkin saja berada diseberang sungai sana, atau tersembunyi dibalik deretan perbukitan dan pegunungan tinggi, bahkan mungkin ada didaratan seberang berikutnya


Alasan lainnya tentu saja berkaitan dengan alat transportasi yang saya gunakan, tenang saja seperti nama blog ini yaitu goweswisata, maka petualangan berikutnya pun saya masih menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi utama (selain kedua kaki saya tentunya), yang membedakan hanyalah jenis sepeda yang digunakan saja

Jika pada petualangan-petualangan sebelumnya saya lebih banyak menggunakan sepeda berukuran roda 26”, baik itu jenis MTB maupun sepeda touring seperti sepeda Dignity Velocity yang saya gunakan ketika melakukan touring beberapa waktu yang lalu, nah pada petualangan berikutnya saya melakukan pergantian suasana dengan menggunakan sepeda lipat berukuran roda 20” yaitu Foldx Platinum

Mengapa sepeda lipat? Alasan paling utama tentu saja karena kepraktisannya saat melakukan mix transportasi (walaupun pada kenyataannya saya lebih banyak melakukan gowes full hingga ke tujuan daripada melakukan mix transportasi dengan loading menggunakan kendaraan bermotor atau transportasi umum), namun untuk berjaga-jaga tidak ada salahnya memiliki keuntungan tambahan menggunakan jenis transportasi yang fleksibilitasnya tinggi seperti sepeda lipat

Lalu mengapa roda 20”? bukan roda 16” atau 22”? seperti halnya roda 26” pada jenis sepeda MTB maka jawaban mengapa saya menggunakan sepeda lipat roda 20” karena ketersediaan ban (luar dan dalam) dipasaran dan disetiap wilayah umumnya lebih banyak roda 20”, yang mana hal tersebut akan sangat membantu jika suatu saat saya mengalami kendala seperti ban bocor atau sobek. Selain itu ukuran 20” juga lebih fleksibel disegala medan dan situasi, ketika sepeda sedang dilipat ukurannya tidak terlalu besar, dan ketika menempuh rute yang memiliki kondisi jalan rusak setidaknya masih sedikit lebih nyaman jika dibandingkan menggunakan ukuran roda yang lebih kecil seperti 16”

Walaupun peruntukan sepeda lipat seperti yang saya gunakan saat ini lazimnya diperuntukkan untuk medan perkotaan atau commuting namun karena saya menyukai bersepeda sembari berwisata maka lagi-lagi settingan pada seli saya pun saya sesuaikan dengan karakter dan gaya bersepeda saya, dengan kata lain menganut konsep touring, mengedepankan kenyamanan, daya tahan, dan fungsi (bisa kalian lihat pada foto berikut)


Jika diantara kalian ada yang bertanya mengapa saya menggunakan frame aluminium alloy dan bukan steel atau chromoly yang kerap digunakan pada jenis sepeda khusus touring pada umumnya, jawabannya sangat sederhana karena hanya sepeda inilah yang harganya masuk budget saya ketika saya membelinya, apakah frame alloy kuat untuk diajak melakukan perjalanan jauh dengan rute aneh-aneh seperti yang biasa saya lakukan? Entahlah, karena setiap sepeda apapun material framenya suatu saat pasti akan mengalami masa fatique juga, jadi mari sama-sama kita cari tahu sekuat apakah sepeda lipat frame alloy ini menemani saya untuk melakukan petualangan berikutnya, setidaknya sebelum saya pada akhirnya memutuskan untuk meminang seli ini saya telah melakukan sedikit research mengenai sepeda lipat, mulai dari kualitas pengelasan, system lipatan/ hinge clampnya, fleksibilitas parts/komponen seperti ukuran seatpost, handlepost, ketersediaan lubang bidon, jenis rem yang digunakan (oya pada foldx platinum ada satu keuntungan yang saat ini sulit didapat pada frame seli lainnya, yaitu kita dapat memilih apakah mau menggunakan rem Vbrake atau discbrake untuk roda belakangnya).


Sampai pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa sepeda ini layak untuk dibeli, setelah itu saya hanya melakukan penambahan memasang rak depan dan belakang supaya mudah untuk membawa pannier, selebihnya hanya menambah beberapa aksesoris yang mendukung kenyamanan dan keamanan (seperti lampu sepeda, spion, bel, handgrip, sadel per, tas sadel dan tas frame, ban ukuran 20x1.75, pedal flat, dan grupset 9speed)

Kini sepeda telah siap, saatnya menorehkan catatan perjalanan lagi (baik itu mengulang beberapa spot yang dulu pernah saya lakukan maupun mencoba mencari spot-spot baru lainnya yang belum populer)


Bagi kalian yang baru saja mulai mencoba hobby bersepeda dan ingin menekuninya, jangan lupa untuk tetap tertib berlalu-lintas ya, dan jaga kebersihan serta kelestarian dari tempat-tempat yang kalian kunjungi, dan yang terpenting nikmatilah setiap kayuhanmu dan yakinlah bahwa apapun jenis sepeda yang kalian gunakan pastinya itulah sepeda yang terbaik karena kalian telah memilihnya menjadi teman perjalanan kalian, jadi ayo mulai cerita petualangan kalian dan sampai jumpa di petualangan The Unfolding Journey berikutnya

“I Want to see the world. Follow a map to its edges, and keep going. Forgo the plans, trust my instincts. Let curiousity be my guide. I want to change hemispheres. Sleep with unfamiliar stars. And let the journey unfold before me”