Thursday 14 July 2022

1 DEKADE GOWES WISATA

“Before, I thought this was about a bike. Now, I see this is about life”.


Kamis, 14 Juli 2022.

Hai para pembaca setia maupun kalian yang baru saja mulai menemukan dan mengikuti kisah petualangan goweswisata, di postingan kali ini sejenak kita akan melakukan kilas balik tentang apa saja yang sudah terjadi selama 10 tahun terakhir ini, lho kenapa memangnya? Apa yang terjadi 10 tahun yang lalu? Nah jadi ternyata pada hari ini tepatnya 10 tahun yang lalu adalah saat dimana saya mulai membuat dan menulis postingan pertama di goweswisata.blogspot.com. dengan kata lain selamat ulang tahun yang ke-10 untuk gowes wisata. 😊





Menulis atau lebih tepatnya mengetik postingan (karena sekarang sudah serba digital) tentu saja membutuhkan konsistensi dan konsentrasi, saya pun terkadang masih belum konsisten untuk membuat postingan baru yang rutin di setiap bulannya, masih banyak yang bolong-bolong, tetapi minimal saya usahakan untuk tidak bolong pertahunnya. Karena membuat sebuah karya tulis yang original tanpa copy paste serta foto dokumentasi asli pastinya membutuhkan effort atau usaha yang ekstra, selain menunggu ide pembuatan paragraph pertama dan penyusunan alur cerita yang mengalir, pemilihan dan editing foto yang dianggap menarik dan mewakili alur cerita serta lokasi, hal yang semakin hari terasa semakin sulit adalah menentukan akan kemana goweswisata kita hari ini? tempat-tempat wisata yang menarik dan unik semakin hari semakin sulit untuk ditemukan, walau Yogyakarta sendiri termasuk gudangnya pariwisata dan banyak lokasi wisata yang bertebaran, baik itu wisata alam, wisata sejarah, wisata kota, maupun wisata buatan namun tidak (belum) semua sempat saya kunjungi dikarenakan beberapa faktor, antara lain jarak (kedekatan lokasi dengan pusat kota Jogja serta aksesibilitasnya), dan keunikan tempat (cerita yang melatarbelakanginya dengan berpegang kepada rumus 5W+1H).





Selain mengulas spot wisata terkadang saya juga membuat postingan tentang review barang dan tips trick seputar sepeda atau gear yang pernah saya gunakan selama ini, beberapa mungkin masih kurang detail karena saya mengulas atau membahasnya dari sudut pandang saya sebagai pengguna (end-user), bukan dari segi pembuat yang pastinya akan lebih detail jika membahas tentang pemilihan material, keunggulan desain, alasan kenapa menggunakannya, dan lain sebagainya.





10 tahun terakhir ini sudah banyak pengalaman yang saya alami (walaupun semua itu tidak akan pernah terasa cukup) selama ber-goweswisata, mulai dari mencoba menggunakan berbagai genre sepeda, merasakan plus minus dari masing-masing sepeda, settingan, serta gear tersebut pada setiap rute yang saya lalui, belajar sejarah dari setiap spot wisata yang saya kunjungi, mengamati perubahan suasana sekitar dan perkembangan dari masing-masing tempat tersebut, merasakan sensasi udara, panas, dingin, kelembaban, jarak dan medan yang bervariasi, serta lelah yang menerpa setiap pancaindera ini. namun yang terpenting adalah belajar menempa mental di setiap perjalanan, karena jujur saja hal terberat selama saya melakukan petualangan gowes wisata dengan segala kisahnya adalah belajar memahami diri sendiri, mencoba meredam ego, belajar menerima dan mengatasi batas kekuatan atau kelemahan untuk kemudian bersepakat melakukan yang terbaik dengan cara yang tetap menyenangkan.





Semua hal tersebut bukanlah sebuah proses yang instant, jika banyak orang yang kagum setelah mengetahui jika saya pernah melakukan perjalanan jauh (long trip), tentunya mereka juga harus mengetahui bahwa perjalanan seperti itu juga bisa dilakukan oleh semua orang tergantung kemauan dan keinginan mereka, saya pun mengawalinya dengan membiasakan diri melakukan gowes jarak dekat dalam kota selama berbulan-bulan, kemudian meningkatkan jarak dan medan yang lebih bervariasi, melakukan bikecamping, sampai akhirnya setelah stamina terbiasa barulah mengasah mental dengan mulai melakukan perencanaan perjalanan jarak sedang selama berhari-hari tanpa berpikir untuk pulang, hanya bersepeda mengikuti kemana kayuhan ini membawa, tanpa mengetahui apa yang ada di depan sana, seperti apa medannya? Seperti apa tempatnya? Bagaimana masyarakatnya? Akan beristirahat dimana? Semua hanya mengandalkan pembacaan peta online dan offline, belajar manajemen budget per hari dan perencanaan rute sepanjang perjalanan, belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang-orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya, belajar memahami karakteristik latar belakang mereka serta adat budayanya, mulai belajar mengosongkan diri dan menjadi pendengar cerita mereka seputar daerahnya masing-masing, belajar untuk menerima bahwa saya belumlah sehebat orang-orang yang saya temui selama perjalanan, karena walaupun ada beberapa dari mereka adalah sesama pesepeda yang notabene lebih paham, tapi ada juga sebagian dari mereka yang bukan pesepeda, dan mereka semua adalah orang-orang hebat karena mereka memercayai kami begitupun sebaliknya tanpa melihat suku, agama dan ras. Kami adalah orang asing yang datang ke daerah mereka yang mana kami bukanlah saudara atau sanak family mereka, bahkan baru saja kenal, tapi mereka menerima kami untuk sekedar beristirahat bahkan bermalam di kediamannya sebelum kami melanjutkan perjalanan keesokan harinya, disaat-saat seperti itu cerita perjalanan dan petualangan goweswisata bukanlah sekedar sebuah cerita tentang sepeda, melainkan bertransformasi menjadi sebuah kisah perjalanan hidup, kisah kontemplasi diri yang dilakukan saat bersepeda.





Tidak semua perjalanan itu pasti menarik dan menyenangkan, terkadang pasti ada beberapa hal, baik itu tempat maupun orang-orang yang terasa sedikit menjengkelkan namun jangan sampai kita berfokus kepada hal yang tidak menyenangkan tersebut sampai melupakan bahwa sebenarnya hal yang menyenangkan justru kita alami lebih banyak daripada hal yang menjengkelkan tersebut, jangan sampai karena setitik hal buruk tersebut memengaruhi keceriaan dan semangat seperti disaat awal kita melakukan perjalanan, just let it go.





Selain itu kami juga mendapat pelajaran berharga lainnya bahwa sebenarnya apa yang kita butuhkan selama perjalanan ini dan di kehidupan secara luas ternyata tidaklah banyak, karena banyak dari barang-barang yang awalnya kami bawa selama perjalanan ternyata malah tidak digunakan sama sekali sehingga pada akhirnya kami harus mengirimkan kembali barang-barang tersebut supaya tidak memberatkan dan menghalangi perjalanan ini, dan setelah kami mengirim barang-barang tersebut ternyata beban perjalanan menjadi lebih ringan dan kami bisa semakin mudah melaju, begitupun dalam kehidupan, ternyata ada saat-saat dimana kita harus merelakan beberapa hal untuk bisa terus maju kearah yang lebih baik, walaupun awalnya terasa berat dan sayang namun setelah itu kita akan menyadari bahwa ternyata kita memang tidak membutuhkan semua itu, bawalah dan gunakan apa yang kalian butuhkan, bukan apa yang sekedar kalian inginkan. Jangan sampai kita terikat oleh benda hingga kita melupakan hal lain yang seharusnya bisa kita lihat dan rasakan disekeliling kita.





Sepertinya tidaklah salah jika sejak jaman dahulu banyak kata-kata mutiara dan petuah bijak yang menganjurkan setiap dari kita untuk sesekali mencoba merantau atau melakukan perjalanan ke tempat yang tidak pernah kita datangi sebelumnya, karena disaat kita berada jauh dari tempat asal kita, tanpa ada satu orang pun sanak family atau teman yang kita kenal di tempat yang baru tersebut maka disitulah kita akan belajar untuk lebih menghargai dan mensyukuri apa yang sudah kita capai serta miliki saat ini, belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat yang baru, dan ternyata justru kita akan belajar lebih jauh serta menghargai tentang tempat asal kita justru ketika kita berada jauh dari darinya.





Blog goweswisata ini pun saya buat sebagai catatan perjalanan dokumentasi pribadi kami berdua sekaligus memori kenangan tentang apa yang sudah saya alami, rasakan, dan juga sebagai pengingat bahwasanya perjalanan seperti ini tidak akan pernah berakhir, akan selalu ada petualangan baru untuk dibuat, jika gagal maka coba lagi dan lagi dan lagi, sampai akhirnya sudah waktunya untuk pulang, jikapun perjalanan ini belum sempurna maka mungkin kelak ada orang lain yang menyempurnakan cerita dan detail yang pastinya akan terus berkembang seiring zaman, kita tidak perlu merasa tersaingi karena toh pada hakekatnya kita semua adalah pembelajar di dunia ini dengan ciri dan karakteristik keunikan masing-masing. Saya pun bukan goweser sejati yang katanya syaratnya harus handal dan tangguh di segala medan, ada saatnya saya menuntun saat melewati rute turunan yang curam, mendorong saat menghadapi tanjakan yang terjal, beristirahat sejenak kala fisik dan pikiran sedang lelah, tersesat ketika mencari rute, toh yang terpenting adalah pada akhirnya tujuan yang kita bidik tercapai, sedangkan bagaimana proses menuju kesananya adalah terserah kalian masing-masing, senyamannya kalian saja selama itu tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, selama kalian senang dan itu positif maka lakukan saja, karena hal tersebut adalah cerita perjalanan kalian, jadi pastikan kalian menulis cerita perjalanan itu sesuai keinginan kalian, lupakan sejenak tentang jumlah likes atau followers atau subscriber di sosial media, buatlah cerita itu karena kalian suka melakukannya, makes your journey is fun, don’t make it hard. Lakukan karena hal tersebut menyenangkan, jangan karena keterpaksaan atau supaya terlihat hebat di mata orang lain.











“Slow down and enjoy life. It is not only the scenery you miss by going too fast. You also miss the sense of where you are going and why”.


“We didn’t realize we were making memories, we just knew we were having fun”.



Untuk orang-orang hebat diluar sana siapapun kalian, pesepeda atau bukan, salam hormat dan respek dari saya karena kalian adalah orang-orang tangguh yang masih bisa menginspirasi dengan cara, keahlian dan keunikan yang kalian miliki, ini bukan sekedar tentang jarak dan kecepatan ataupun jumlah destinasi, melainkan cara kalian membahagiakan diri kalian masing-masing, believe it or not tapi rasa bahagia itu menular lho, so spread the happiness because the world need that. Salam Gowes Wisata.








Saturday 2 July 2022

WATU WAYANG

Sabtu, 2 Juli 2022.

Mengawali Bulan Juli 2022 ini dengan ber-goweswisata ke tempat yang seru sepertinya terdengar menyenangkan bukan? Harapannya memang seperti itu tetapi seperti biasa mencari sebuah tempat atau spot wisata yang berjarak relatif dekat dari pusat Kota Jogja, minim tanjakan, belum terlalu ramai, dan gratis sepertinya semakin lama semakin sulit karena sebagian besar tempat yang memenuhi kriteria tersebut sudah pernah saya ulas, tapi yuk lah kita tetap berusaha mencari dengan cara memantau grup-grup gowes di sosial media sambil sesekali scrolling googlemaps, sampai akhirnya taraaaa… nemu juga tempat yang belum pernah saya ulas walaupun kriteria tanpa tanjakan terpaksa diabaikan 😅.


Jadi nama tujuan gowes wisata kita kali ini adalah Puncak Watu Wayang, dari namanya saja yang ada unsur “puncak” kalian pasti sudah bisa menebak, yup benar sekali otomatis pasti rutenya nanti bakalan pakai adegan nanjak, tetapi kalau dilihat dari peta googlemaps, jaraknya relatif dekat dari tempat saya yaitu hanya sekitar 11km saja, jadi ya sudahlah ya kita coba saja sekuatnya 🙂.


Puncak Watu Wayang sendiri tepatnya berlokasi di Dusun Duwet, Gentong, Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul, DIY. Jika kalian start dari Kota Jogja maka kalian tinggal arahkan saja kendaraan kalian menuju Jalan Jogja-Wonosari atau menuju ke arah tanjakan Pathuk, Gunung Kidul, nanti sebelum mulai tanjakan, tepatnya ketika kalian melewati Pasar Piyungan coba lihat perlahan setelah pasar ada SMPN 1 Piyungan, tepat disamping SMP Negeri 1 Piyungan ada jalan masuk ke Selatan (kanan), nah kalian tinggal belok ke Selatan sampai melewati gapura dan masih terus menyeberangi Jembatan dan Masjid ikuti Jalan sampai mentok pertigaan, lihat di kanan kalian ada pohon Asem yang besar (Asem Gede Ngijo), nah kalian tinggal belok ke kiri, ikuti jalan saja nanti ada gapura masuk Jalan Watu Wayang disebelah kanan, masuk dan selamat menanjak, oya sementara ini akses menuju Puncak Wayang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua saja dikarenakan sempitnya jalan, dan belum ada area parkir untuk kendaraan roda empat.



Sebelum mulai menanjak sebenarnya jika kalian melihat papan penunjuk arahnya ada obyek wisata lainnya selain Puncak Watu Wayang, yaitu, Situs Watu Wayang dan sebuah Belik Sumber Rejo Kedung Gereng, nanti kita coba kunjungi semuanya satu persatu ya, sekarang mulai dari yang paling berat dulu yaitu Puncak Watu Wayang karena harus menanjak sekitar 300 meter (dan karena saya tipikal goweser santai jadi lebih baik menuntun saja untuk menghemat tenaga hehe…).



Ditanjakan ini kondisi jalannya agak hancur, untungnya saat kesini cuaca sedang cerah, kalau sedang hujan bisa dipastikan bahwa tanjakan ini akan licin sehingga rawan terpeleset.


Setelah adegan dorong dan nuntun sepeda sekitar 300meter melalui jalanan yang rusak dan derajat tanjakan yang cukup menyebalkan akhirnya sampai juga di Puncak Watu Wayang. Sebenarnya spot ini berupa sebuah tebing yang dibuat menjadi spot untuk sekedar kumpul-kumpul sambil menikmati view pemandangan sekitar dari atas ketinggian, dari sini kita bisa melihat Gunung Merapi (jika sedang tidak tertutup kabut), dan view persawahan, diatas sini telah dibuat beberapa gazebo dan juga sudah ada warung jajanan seperti wedang teh, kopi, dan gorengan. Biasanya kalau pagi hari terutama weekend tempat ini sering dijadikan tempat berkumpul para pesepeda Jogja.





Setelah beristirahat dan mengambil beberapa dokumentasi kini saatnya untuk turun dan menuju ke spot berikutnya yaitu Belik dan Situs Watu Wayang.


Dari mulai papan penunjuk arah sebelum tanjakan tadi sampai menuju ke lokasi Belik dan Situs Watu Wayang sebenarnya jaraknya relatif dekat, mungkin hanya sekitar 200 meter saja, letaknya pun saling berhadapan, Beliknya berada di bawah, sedangkan Situs Watu Wayangnya berada tepat diseberangnya dibawah pohon. Sayangnya belum ada papan keteranga informasi seputar sejarah dari kedua tempat ini, kapan ditemukan? Oleh siapa? Pada zaman apa diperkirakan dibuat? Siapa pembuatnya? Dan apa makna atau fungsinya?


Situs Watu Wayang sendiri berupa bongkahan-bongkahan batu berukuran besar yang sisi bagian atasnya berbentuk datar dan terdapat ukiran gambar tokoh pewayangan, sayangnya jika batuan ini memang benar merupakan sebuah artefak bersejarah maka kenapa saat ini kondisi dan perletakannya tidak dibuat terlindung dari cuaca, melainkan hanya dibiarkan begitu saja sehingga entah sampai kapan ukiran ini akan bertahan tidak tergerus oleh kondisi alam dan cuaca.




Sedangkan untuk Beliknya sendiri kondisinya jauh lebih tertata dengan dibuat semacam cungkup dan akses tangga, menurut warga kebanyakan yang datang ke belik ini biasanya memiliki hajat atau keinginan, mereka percaya bahwa keinginannya dapat terwujud atau dimudahkan jalannya setelah berdoa dan cuci muka atau mandi dengan air yang ada di Belik ini.





Bagaimana unik juga kan ternyata spot gowes wisata kita kali ini? yang pasti kemana pun kalian berwisata tetap ingat untuk menjaga kebersihan dari tempat yang kalian kunjungi ya, dan tetap menghargai kepercayaan serta adat istiadata masyarakat setempat, selamat ber-Gowes Wisata.