Sunday 30 November 2014

Small World of Cyclist Tourer


“Pergilah berpetualang menjelajahi setiap jengkal bumi ini, pergi ke tempat yang benar-benar baru dimana tidak ada seorang pun yang tahu siapa kalian, karena dengan begitu kalian akan bisa merasakan dunia”, kalimat seperti itu mungkin sudah sering kita lihat atau dengar setiap kali kita membaca artikel atau cerita-cerita tentang petualangan

Ya, dunia ini memang sangat luas, mungkin itu yang pertama kali terpikir di benak kita jika kita baru pertama kali mencoba bertualang keluar dari lingkungan sekitar rumah atau lingkungan yang tentunya sudah sangat kita kenal. Secara fisik tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak wilayah di muka bumi ini yang belum pernah sekalipun kita dengar namanya (apalagi kita jelajahi), masih banyak ragam bentuk kebudayaan dari setiap wilayah tersebut yang belum kita ketahui, dan masih banyak misteri lainnya yang tersembunyi dari setiap daerah dimana secara geografis mempunyai medan yang terlihat mustahil untuk dihuni oleh manusia, tetapi ternyata mereka ada, beradaptasi dan mampu bertahan hidup di wilayah tersebut.

Mungkin benar jika dikatakan secara naluriah manusia mempunyai hasrat terpendam dalam dirinya untuk selalu mencoba menjelajah, keluar dari wilayah sebelumnya dan mencari wilayah baru. Hal itu sudah terlihat sejak jaman nenek moyang kita yang mempunyai cara hidup nomaden atau berpindah-pindah tempat, walau terasa sulit tetapi manusia selalu mampu menemukan cara untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya


Selain itu, karena memiliki rasa ingin tahu yang besar, manusia juga selalu berusaha mencoba mencari jawaban atas berbagai pertanyaan dan hal-hal yang awalnya tidak diketahui olehnya. Seperti ketika banyak anggapan atau teori yang mengatakan bahwa bumi itu berbentuk datar layaknya permukaan meja, dan diujung garis batas tersebut adalah wilayah antah berantah yang buruk maka beberapa manusia yang merasa penasaran mencoba membuktikan apakah anggapan seperti itu benar atau salah hingga akhirnya memunculkan teori dan pengetahuan baru yang membuktikan bahwa bumi itu berbentuk bulat.

Melalui berbagai penjelajahan yang dilakukan tersebut, pada akhirnya kita mulai berani mencoba membuka tabir misteri di bumi ini yang menunggu untuk terungkap, kita menjadi tahu tentang jumlah dan kondisi alam di setiap benua, tentang tempat-tempat terindah yang selama ini seakan hanya menjadi sebatas imajinasi namun ternyata benar adanya, dan tidak hanya sebatas pada keindahan fisik saja melainkan kita juga menjadi tahu tentang bagaimana dan bentuk peradaban yang dibangun oleh manusia yang bermukim di wilayah tersebut, bagaimana cara mereka bertahan hidup di wilayah tersebut, dan lainnya


Tetapi karena manusia juga mempunyai rasa takut terhadap hal-hal baru tersebut, maka beberapa orang pun merasa ragu atau tidak mempunyai cukup keberanian untuk menjelajah, sebagian dari mereka merasa cukup aman dengan lingkungannya dan merasa puas dengan hanya mendengar atau membaca tentang cerita-cerita petualangan yang dilakukan oleh manusia lainnya tanpa mereka berani untuk mencoba dan menciptakan cerita petualangannya sendiri


Terlebih seiring dengan kemajuan teknologi seperti saat ini maka informasi-informasi terbaru pun semakin mudah kita dapat hanya dengan duduk didepan komputer tanpa harus beranjak keluar dari ruangan, Teknologi menjadikan manusia semakin tidak yakin dengan kemampuan bertahan hidup secara alami yang dimilikinya ketika ia dipaksa harus hidup di alam liar, tanpa bantuan teknologi-teknologi modern tersebut ia seakan menjadi lumpuh, manusia menjadi lupa cara belajar memahami alam dan memperoleh pengetahuan dari alam itu sendiri

Saat ini mungkin banyak orang yang ketika tersesat di suatu wilayah, satu-satunya solusi maka ia hanya mengandalkan googlemaps atau berbagai aplikasi peta offline lainnya yang ada di perangkat canggih mereka, mereka menjadi lupa dan tidak tahu lagi bagaimana “membaca” alam, mereka menjadi ragu akan kemampuan kakinya untuk menopang tubuh mereka dan membawa mereka berjalan menembus rimbunnya semak atau terjalnya medan, mereka juga menjadi tidak yakin lagi dengan kemampuan matanya untuk melihat diantara tebalnya kabut. Hal-hal yang terasa “tidak nyaman” inilah yang pada akhirnya membuat banyak orang menjadi ragu atau takut untuk berpetualang jika harus mengandalkan kemampuan dirinya sendiri tanpa ditopang berbagai peralatan atau transportasi canggih yang ada saat ini

Beberapa orang yang pada akhirnya berani membuat keputusan besar dalam hidupnya untuk mencoba menjelajahi bumi ini dengan peralatan seadanya yang mereka miliki, dan lebih banyak bergantung kepada kemampuan dasar bertahan hidup di alam yang dimilikinya secara kodrati sebagai manusia justru mampu menciptakan cerita petualangan mereka sendiri, mereka merasa hidupnya menjadi lebih berarti dan berkualitas, mereka merasa bebas, keluar dari dinding ketakutan dibenaknya yang memenjarakan mereka dan memisahkannya dengan kehidupan sebenarnya yang mereka inginkan


Diantara beberapa orang tersebut antara lain adalah mereka yang berani menjelajah dengan bersepeda keliling dunia, karena dengan hanya menggunakan sepeda sebagai sarana tranportasi satu-satunya yang mereka miliki, mereka seakan juga ingin mencoba mengembalikan kemampuan dasar bertahan hidup dalam dirinya, mencoba mengukur kemampuan fisik dan mentalnya ketika harus berhadapan dengan ganasnya medan yang harus dilalui, sejauh dan secepat apa mereka melaju, semuanya tergantung dari setiap kayuhan pedal yang mereka nikmati, yang nantinya semua itu akan terangkum dan tertoreh dalam cerita petualangan mereka masing-masing


Secara kuantitas mungkin jumlah dari para Cyclist Tourer ini sangatlah relatif, tergantung dari Negara-negara yang warganya memang mempunyai kebiasaan menjelajah, namun juga tidak semua dari para penjelajah tersebut pada akhirnya memutuskan pilihannya menggunakan sepeda untuk membawa mereka berkeliling dunia

Hal yang paling menarik ketika kita sudah cukup lama berkecimpung dan menekuni dunia para Cyclist Tourer ini adalah bahwa ternyata dunia ini tidaklah terlalu luas, bahkan mungkin bisa dikatakan jika dalam dunia para pelaku kegiatan bersepeda jarak jauh ini ternyata cukup kecil, ya it’s a small world of cyclist tourer

Mengapa saya mengatakan seperti itu? Karena dari pengalaman beberapa kali saya bertemu dan berbincang-bincang dengan para penggiat kegiatan bersepeda jarak jauh ini (terlebih yang memang sedang dalam perjalanan berkeliling dunia), walaupun mereka berasal dari Negara yang berbeda-beda (kebanyakan memang dari benua Eropa) seperti Belanda, Selandia Baru, Canada, Jerman, Spanyol, Swiss, dan lainnya, namun sebagian besar dari mereka bercerita bahwa dalam perjalanannya mereka juga pernah bertemu dengan para Cyclist Tourer lainnya yang sempat berjumpa dengan saya, beberapa bahkan pernah berjumpa lagi tidak hanya sekali atau dua kali, namun juga sempat bersepeda bersama dengan rute yang sama hingga akhirnya mereka berpisah karena berbeda rute menuju tujuan berikut masing-masing

Willem dan Ellis Jansen dari Belanda




Graham Frith dari Selandia Baru



Genevieve Fortin dari Canada



Sebastian Engel dari German



Tieme Hermans dari Belanda



Trevor dan Rosemary dari New Zealand




Marc Delgado dari Spain



Attilio Faletta dari Belgium



Penny dan Eric Jansen dari USA




Snezana dari Serbia



Jules (England) dan Mark (Scotland)




Mathieu Jaudon dari Perancis



Joseba Fernandez dari Basque



Joel dari Australia



Sehingga beberapa nama dari para cyclist tourer tersebut terkadang terasa familiar ditelinga para cyclist tourer lainnya, karena memang di dunia ini ada beberapa wilayah atau rute yang cukup umum untuk dilalui para penjelajah bersepeda ini, dan memungkinkan mereka untuk saling berjumpa walau sekedar hanya “say Hi”, hingga bersepeda bersama menuju tujuan berikutnya

Tidak jarang dari setiap perjumpaan tersebut, kami saling bertukar cerita dan informasi, baik mengenai wilayah yang di kunjungi sebelumnya maupun wilayah yang akan kami kunjungi, atau sekedar bertukar tips perjalanan, problem seputar sepeda, dan berbagai hal lainnya. Walaupun bahasa yang kami gunakan berbeda-beda satu sama lain namun sepertinya tidak terlalu menjadi kendala karena entah bagaimana, dengan bahasa campur-campur dan sedikit bahasa isyarat (tarzan language) kami cukup saling mengerti dan memaklumi kesalahan penggunaan struktur kalimat dari bahasa tersebut, Ya setidaknya, kami cukup belajar saling memahami masing-masing dari pengalaman selama menjelajah tersebut (seperti yang sebelumnya saya katakan bahwa manusia selalu menemukan cara untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya)

Jika orang selalu merasa bingung atau melihat kami secara aneh hanya karena kami menjalani kehidupan yang “terlihat berbeda” dengan orang-orang pada umumnya di masyarakat saat ini, maka terkadang kami pun berpikir bahwa mengapa kami harus “sama”, bukankah dunia ini akan menjadi penuh warna karena ketidaksamaan tersebut, dan jika ada yang menanyakan mengapa kami menjalani hidup yang “tidak pasti” seperti ini, tanpa perencanaan dimana kami akan tidur malam ini, kemana tujuan kami berikutnya, dan lain-lain, maka saya juga menemukan semacam pemikiran apakah kehidupan itu adalah kepastian, maksudnya apakah jika kami menjalani hidup selayaknya yang orang-orang sebut sebagai “normal” (entah menurut standart siapa), maka hidup dan masa depan kami menjadi pasti? Karena jika berpikiran serba pasti seperti itu maka secara otomatis tidak akan ada banyak pilihan dalam hidup ini, karena tentunya orang akan selalu memilih yang aman untuk dirinya, oleh karena itulah karena hidup adalah sebuah ketidakpastian maka kita akan selalu mempunyai pilihan untuk memilih hidup seperti apa yang ingin kita jalani, tantangan seperti apakah yang ingin kita coba untuk taklukkan, dan akhir seperti apakah yang ingin kita tutup dalam sebuah “buku kehidupan catatan perjalanan ini”



It’s a small world of cyclist tourer anyway, you don’t have to understand about how we live? Or maybe you have to try to make your own adventure then you’ll understand, also maybe someday we’ll see each other on the road, maybe…someday...:)


"at first they say why you doing that, but in the end they'll say how you did that"

note : some photos credit to google

Saturday 22 November 2014

GrumGoesGlobal ; Graham Frith

Dari sekian banyak tamu para petouring bersepeda jarak jauh lintas negara yang kebetulan singgah di Basecamp Goweswisata mungkin Graham Frith adalah tamu yang paling banyak memberikan pelajaran dan inspirasi bagi saya secara pribadi, mengapa bisa begitu? baiklah kita akan kilas balik mundur beberapa waktu dahulu :)


Saya mengenal Graham Frith dari sebuah forum komunitas penggiat bersepeda jarak jauh berskala internasional, ketika itu Graham mengirimkan email kepada saya, ia memberitahukan rencana perjalanan bersepedanya yang akan melintasi Indonesia dan Pulau Jawa, dari rute tersebut nantinya ia akan melintasi Kota Yogyakarta selama berada di Pulau Jawa, oleh karena itu ia bertanya apakah saya mempunyai waktu luang untuk menemaninya berkeliling dan menjelaskan seluk-beluk mengenai Kota ini sejauh yang saya ketahui, tentu saja saya pun mengiyakan kesempatan ini, karena kami dapat saling bertukar pikiran dan informasi mengenai kebudayaan negara masing-masing serta saya pun dapat mempunyai gambaran tentang bagaimana cerita dan budaya dari negara-negara lain yang pernah ia singgahi

Setelah chit-chat yang cukup intens via email maka pada hari H nya, saya pun menjemput Graham di tempat yang kami sepakati bersama, yaitu di depan Bandara Adi Sucipto. Dari Bandara kami pun melanjutkan gowes menuju Basecamp Goweswisata yang berjarak kira-kira sekitar 5 km dari Bandara

Setibanya di Basecamp, saya pun menunjukkan kamar kosong yang dapat dipergunakan olehnya untuk beristirahat selama ia berada di Yogyakarta. Malamnya kami pun berbincang-bincang seputar pengalaman, tujuan, serta alasan yang membuat ia pada akhirnya berani memutuskan pilihan untuk melakukan kegiatan bersepeda keliling dunia


Secara usia, Graham mungkin seumuran dengan Ayah saya, ia berusia sekitar 60 tahun, namun yang membedakan dengan kebanyakan tipikal orang berusia sama dengannya disini adalah bagaimana cara ia memandang diri dan hidupnya. Jika kebanyakan orangtua di Indonesia merasa "terlalu tua atau malu" untuk melakukan kegiatan yang aneh-aneh (dalam hal hal positif) seperti bersepeda jarak jauh, apalagi keliling dunia, maka ia mungkin memang tua secara angka-angka usia, namun ia tidak membiarkan semangatnya menua untuk terus melakukan hal-hal positif terhadap diri dan lingkungan sekitarnya


Di Negara asalnya, Selandia Baru, ia berprofesi sebagai seorang outdoor instructor dalam bidang extreme sport seperti mountain biking, kayaking, hiking, dan climbing (sehingga saya mudah memahami mengapa kemampuan survivalnya sangat profesional), selain itu ia juga aktif dalam sebuah organisasi bernama GrumGoesGlobal, yaitu sebuah organisasi yang bergerak dalam hal meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit kanker prostat, dan membantu memotivasi orang-orang yang anggota keluarga atau orang-orang terdekatnya menderita penyakit kanker melalui program Canteens


Selama ia berada di Yogyakarta, kami pun banyak bertukar pikiran tidak hanya seputar sepeda, melainkan juga mengenai budaya, pola pikir masyarakat, aktivitas sosial, dan lainnya. Graham pun juga mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal baru serta pandangan yang sama seperti saya bahwa ketika melakukan perjalanan bersepeda jarak jauh seperti ini, hal paling menarik ketika melintasi wilayah-wilayah baru adalah budaya serta aspek manusianya, bagaimana orang-orang diwilayah tersebut beraktivitas dan berinteraksi, pemandangan alam yang menarik lebih merupakan bonus tersendiri dari perjalanan tersebut, sehingga kami berdua merupakan tipikal goweser yang tidak sekedar mengejar rekor jarak tempuh maupun rekor kecepatan bersepeda, karena yang paling terpenting adalah bagaimana setiap kayuhan ini bisa memberi inspirasi dan menjadi cerita unik yang berkesan selama dalam perjalanan

Berkeliling melihat Yogyakarta, suasana di Jembatan Gemblung



Bercanda dengan pengunjung lain di situs Candi Abang


Menjelajah gang-gang sempit di Kota Gede


Berbaur dengan pedagang makanan sekitar (inilah kedai Lotek yang menjadi menu favorit Graham selama di Yogyakarta)


Graham pun sempat memberikan workshop singkat tentang apa saja yang perlu dipersiapkan secara teknis jika kita ingin melakukan perjalanan bersepeda jarak jauh, ia menjelaskan setiap gear yang dibawanya serta fungsi dan penggunaannya kepada kami, ia juga memberikan motivasi kepada rekan-rekan goweswisata yang lain untuk berani berinteraksi dengan traveler asing yang kebetulan mungkin kami jumpai suatu saat nanti, ia menjelaskan bahwa tidak perlu merasa takut atau malu jika kemampuan bahasa asing yang kami miliki tidak sempurna, karena bagaimanapun juga ia memaklumi jika terkadang penggunaan atau pemilihan kata bahasa asing yang kami gunakan terkesan kaku atau tidak sesuai dengan grammar karena ya, kami memang tidak menggunakan bahasa inggris dalam keseharian kami, tetapi yang terpenting adalah berani untuk mencoba, karena ketika seorang traveler asing sedang bingung dalam hal lokasi atau apapun maka mereka sangat gembira dan menghargai jika ada masyarakat lokal yang menawarkan bantuan kepada mereka



Menunjukan cara pemilihan tenda yang sesuai untuk touring dan bagaimana mendirikannya




Sleeping pad atau matras angin yang digunakan sehingga saat beristirahat setelah melakukan aktivitas gowes proses recovery badan menjadi nyaman


Tool kit yang dibawa




Kompor multi fuel dan nesting


Water purifier untuk menjernihkan air jika berada ditempat yang terisolasi


Namun satu hal yang paling membekas dalam ingatan saya adalah ketika Graham memberikan nasehat kepada Rian ketika ia melihat bahwa Rian tidak mengenakan helm sepeda saat bersepeda menuju atau pulang dari sekolahnya hanya karena ia merasa malu atau menjadi aneh jika mengenakan helm sepeda, terlebih karena teman-teman sekolahnya juga tidak ada yang mengenakan helm sepeda saat mereka bersepeda. Graham memberikan nasehat yang menurut saya tidak terlalu menghakimi atau menggurui, ia mengatakan sebaiknya Rian mengenakan helm sepeda karena mungkin walau merasa menjadi orang aneh hanya karena mengenakan helm sepeda namun helm berfungsi melindungi bagian paling penting dari diri kita yaitu otak, sebagai pusat pengatur semua anggota tubuh kita, jika hanya karena kecerobohan kita atau pengguna jalan lain dan secara tiba-tiba bagian kepala (otak) kita terluka serius maka hilang sudah semua yang kita cita-citakan, apa yang kita rencanakan menjadi tidak berguna lagi selain hanya tersisa sebagai penyesalan, terlebih karena Rian juga merupakan seorang atlet panjat tebing kelas junior, maka Graham pun mengatakan "You're an athletes, you have a dream to be a profesional athletes, you want to climb all the mountain in the world, but if something bad accident happen tou you, your head, your brain, then suddenly what you've dreaming of is useless, you won't be able to reach your dream because you feel shame to protect your brain, even your body is ok but if you have a brain damaged then what". Ya, kata-kata yang simple namun sangat mengena bagi saya, jika hanya karena kecerobohan atau karena merasa malu, beralasan jarak dekat, dan berbagai alasan lainnya untuk tidak mengenakan helm saat bersepeda, maka jika bagian kepala kita mengalami kecelakaan, walau kondisi tubuh yang lain cepat pulih namun tidak demikian dengan bagian otak yang berfungsi sebagai pusat pendali semua syaraf di tubuh, jika sesuatu yang buruk terjadi pada otak, maka semua apa yang kita cita-citakan dan rencanakan sebelumnya menjadi tidak berarti lagi

Motivasi yang diberikan oleh Graham pun tidak hanya diberikan kepada kami dari tim goweswisata saja, melainkan Graham pun ingin memberikan motivasi kepada lingkungan yang lebih luas lagi, oleh karena itu kami dari goweswisata pun akhirnya mengadakan kontak dan mencoba menjalin kerjasama dengan pihak sekolah dimana Rian bersekolah supaya kami diberi kesempatan untuk menjadi pembicara motivational speaker disekolah tersebut, sehingga siswa-siswa disekolah tersebut mendapat pengalaman baru tentang kehidupan, budaya, keberanian, dan hal-hal positif lainnya

Dan akhirnya terciptalah event Goweswisata goes to school


Siswa-siswa antusias mendengarkan setiap penjelasan dari Graham (sekaligus juga belajar bahasa Inggris yang disampaikan secara sederhana oleh Graham)

Foto-foto bersama dulu untuk kenang-kenangan :)



Setelah Yogyakarta, Graham pun kembali meneruskan petualangannya kearah barat, terimakasih Graham atas semua motivasi, tips, dan pengalaman yang diberikan, selamat berpetualang dan kapanpun engkau ingin kembali mengunjungi Indonesia paling tidak kini kau mempunyai teman-teman baru yang siap menyambutmu :)

membuktikan jika you're never to old to cycle


see you on the road Graham maybe someday :)