Wednesday 13 December 2017

CHAPTER 22; FAREWELL LOMBOK ISLAND

Kamis, 21 Januari 2016
Selamat pagi Gili Trawangan :), enggan rasanya pergi meninggalkan pulau kecil yang indah ini, tetapi perjalanan dan cerita petualangan kami masih sangat panjang dan belum berakhir, jadi c’mon let’s go

Setelah melakukan ritual pagi hari seperti biasanya (mandi, berkemas, dan mempacking semua perlengkapan ke atas sepeda), kami pun akhirnya check out dari penginapan dan menuju ke dermaga untuk membeli tiket kapal yang menuju ke Pelabuhan Bangsal. Suasana tenang begitu terasa di Gili Trawangan ini, keramaian dan aktivitas yang ada belum dimulai, semua warga dan pemilik usaha terlihat masih mempersiapkan dan membersihkan tempat usahanya masing-masing

Untuk kembali ke Pelabuhan Bangsal dengan menggunakan public boat kami harus membeli 4 buah tiket (2 buah tiket untuk masing-masing dari kami, dan 2 buah tiket lagi untuk sepeda-sepeda kami), setelah urusan tiket sudah beres, tahap berikutnya adalah mencari porter untuk mengangkut sepeda-sepeda kami ke atas kapal, untungnya kami sudah mengetahui kisaran harga jasa porter setelah kemarin kami menggunakan jasa mereka, sehingga tidak dibutuhkan negosiasi harga lagi dan saya pun kebetulan bertemu dengan porter yang sama dengan yang kemarin saya gunakan



Begitu kapal yang kami gunakan sudah merapat kembali di Pelabuhan Bangsal dan porter juga sudah menurunkan sepeda-sepeda kami kembali di Pelabuhan, kini saatnya mencari sarapan yang ada di sepanjang rute yang akan kami lalui nanti.

Rencananya kami akan kembali menuju ke Kota Mataram dan off from the bicycle selama beberapa hari untuk menikmati suasana kotanya dan berkeliling dengan berjalan kaki santai saja, nah untuk menuju ke Kota Mataram pilihannya ada 2 rute, pilihan pertama yaitu dengan menggunakan rute yang sama dengan yang kami tempuh sebelumnya yaitu menyusuri pesisir pantai barat, sedangkan pilihan kedua yaitu melalui Hutan Pusuk atau yang dikenal juga dengan sebutan monkey forest dikarenakan di sepanjang rute ini ada banyak monyet-monyet liar yang berkeliaran di jalanan.

Mengingat pada rute pesisir pantai sebelumnya jumlah dan derajat tanjakannya banyak sekali dan mungkin nantinya kami akan merasa bosan dikarenakan menempuh rute dan pemandangan yang sama, maka kali ini pilihannya jatuh kepada rute Hutan Pusuk, selain karena kami belum pernah melalui rute ini maka kami pikir setidaknya walaupun mungkin akan ada medan yang terasa berat namun kami tidak akan merasa bosan


Sebelum memasuki wilayah Hutan Pusuk kami sarapan pagi terlebih dahulu di sebuah warung makan yang berada di pinggir jalan, setidaknya untuk berjaga-jaga bila di sepanjang rute Hutan Pusuk nanti tidak ada warung makan maka perbekalan kami juga sudah siap untuk sekedar cemal-cemil

Berdasarkan peta online yang saya pelajari maka medan yang menanjak hanya akan kami alami di sepanjang wilayah Hutan Pusuk ini, setelah itu kontur jalannya hanya tinggal turunan sampai nantinya memasuki wilayah Kota Mataram, sekilas kondisi rute Hutan Pusuk ini mirip dengan tanjakan Pathuk yang ada di Jogja (sepertinya derajat tanjakannya malah lebih parah yang ada di Jogja, hanya saja di Hutan Pusuk ini jaraknya lebih panjang dan suasananya lebih sepi sehingga nuansanya semakin terasa jauh dan berat)



Untunglah sebelumnya kami telah sarapan karena di sepanjang rute ini nyaris benar-benar sepi, tidak ada warung makanan sama sekali sampai dibagian puncaknya nanti di sekitar gapura tanda batas memasuki dan meninggalkan area Hutan ini, dirute ini pun kami harus jeli mengamati kondisi cuaca, karena ketika tengah menuntun sepeda menghadapi tanjakan dikejauhan terlihat awan mendung mulai bergerak mendekati posisi kami, dan benar saja tidak lama kemudian gerimis dan hujan pun mulai turun membasahi kami yang masih berusaha antara mendorong dan mengayuh di medan tanjakan ini hingga akhirnya ditengah guyuran hujan yang semakin deras ini kami pun berhasil juga sampai hingga ke puncaknya, kini saatnya turunan (saat tanjakan terasa pegal karena mendorong, kini dimedan turunan tetap saja tangan dan kaki terasa pegal karena harus mengatur rem dan sesekali berdiri ketika melewati medan aspal yang rusak)

Walau hanya tinggal menikmati medan turunan saja namun disini kita juga tetap harus ekstra berhati-hati karena di beberapa titik terdapat kondisi aspal yang rusak dan bergelombang pada bagian pinggirnya, selain itu hujan juga membuat beberapa kali pengereman menjadi tidak begitu pakem seperti saat kering, dan masih ditambah dengan banyaknya monyet-monyet liar yang terkadang menyeberang jalan secara mendadak, kondisi hujan ini terus berlangsung dan turut mengiringi perjalanan kami hingga sampai di Kota Mataram


Setibanya di Kota Mataram, kondisi kota yang pada beberapa titiknya terlihat menggenang dan banjir mau tidak mau membuat kami harus mengayuh secara perlahan dan berhati-hati supaya tidak tergelincir, beberapa kendaraan umum yang ngetem secara sembarangan dan para pemotor yang tidak mau mengalah turut menambah kesemrawutan yang ada di kota ini, sekilas hampir mirip dengan suasana di Kalimalang, Jakarta Timur yang menuju ke Bekasi kala hujan

Saya pun kemudian menghubungi seorang teman SMU saya dahulu yang kini kebetulan sedang bekerja dan menetap di Kota Mataram, saya pun juga baru tahu jika ia berada di Kota Mataram ini melalui jaringan media sosial, sebelumnya ia telah menghubungi saya terlebih dahulu ketika ia melihat dan membaca cerita perjalanan kami berdua yang sedang bersepeda entah kemana, oleh karena itulah ia pun akhirnya menghubungi sembari menanyakan kabar dan menawarkan bantuan tempat singgah seandainya saya mampir ke Pulau Lombok ini, dan setelah saling mengabari dan memberitahu patokan lokasi rumahnya kami pun akhirnya menuju kekediamannya dan bertanya sekiranya kami boleh menumpang beristirahat selama beberapa hari atau jika situasinya tidak memungkinkan ia bisa memberi kami rekomendasi tempat beristirahat yang “berbudget layak”.

Setelah berdiskusi dan mempertimbangkan segala sesuatunya maka kami pun akhirnya memilih untuk menggelar tenda saja di halaman rumahnya dengan alasan supaya kehadiran kami juga tidak mengganggu rutinitas harian dan pergerakan aktivitasnya, kami hanya akan masuk ke bagian dalam rumahnya sekedar untuk menumpang fasilitas kamar mandi saja, awalnya mungkin ia merasa tidak enak hati karena membiarkan kami yang notabene adalah tamu untuk tidur di luar rumahnya dengan hanya menggelar tenda saja, namun kami pun meyakinkannya jika kami pun tidak keberatan dan justru dengan cara seperti ini maka masing-masing juga tetap dapat beraktivitas dan memiliki privacynya masing-masing, toh itu pula alasan mengapa sejak awal perjalanan kami membawa tenda untuk digunakan di saat-saat seperti ini, alasan lainnya adalah karena saat itu teman saya juga kebetulan baru saja melahirkan maka otomatis suasana didalam rumahnya pasti akan terasa repot dengan kehadiran dan mengurus kebutuhan si dedek bayi, ditambah lagi saat itu semua kamar juga sedang digunakan oleh orangtua dari teman saya yang juga sedang berkunjung ke Mataram untuk membantu mengurus si bayi, setidaknya dengan ini kehadiran kami berdua tidak akan menambah masalah dan kerepotannya dalam mengurus rumah dan keluarganya

Akhirnya setelah meng-unpacking semua barang dan mendirikan tenda didalam berugak (gazebo) yang ada di halaman, satu persatu kami pun bergiliran mandi. Kini badan telah kembali bersih dan segar, sambil berbincang-bincang dengan teman saya dan seluruh keluarganya, mereka bertanya kepada kami berdua perihal bagaimana awal mulanya kami mempunyai ide untuk melakukan perjalanan ini dan apa saja tantangan yang kami alami sejauh ini, kebanyakan orang-orang termasuk mereka tidak akan percaya dengan alasan mengapa kami melakukan perjalanan ini, tetapi mungkin memang seperti itulah bahwa terkadang setiap orang mempunyai impian dan kebahagiaannya sendiri dimana tidak ada seorang pun yang bisa melihat impian tersebut kecuali sang empunya mimpi tersebut, dan impian tersebut bisa menjadi nyata atau selamanya hanya akan menjadi impian semata semua berpulang kepada sang empunya impian, apakah ia berani melakukan hal yang diperlukan untuk mewujudkannya ataukah ia hanya akan berangan saja dan membiarkan impiannya perlahan menghilang terkikis waktu

“What hold us back from living our dream is our belief that it is only a dream”

Pengeluaran hari ini :

- 2 tiket penyeberangan Gili Trawangan-Bangsal = Rp 30.000,-
- biaya jasa angkut 2 sepeda ke kapal di Gili = Rp 30.000,-
- 2 tiket sepeda ke perahu = Rp 30.000,-
- biaya jasa angkut 2 sepeda di Bangsal = Rp 30.000,-
- 2 porsi nasi campur = Rp 20.000,-
- 1 botol air mineral 1,5L = Rp 5.000,-

Total = Rp 145.000,-

Total jarak tempuh hari ini : 28,84km

===========================================================

(22/01/16 - 23/01/16) off from the bicycle

Selama 2 hari berada di Kota Mataram dan menumpang di kediaman teman SMU saya, kami banyak menghabiskan waktu dengan mencuci semua pakaian kotor, membersihkan dan mengecek kondisi sepeda, serta memanfaatkan jaringan WIFI gratis yang ada untuk mencari info seputar penyeberangan berikutnya dari Lombok menuju ke Pulau Sumbawa

Kami juga menyempatkan diri untuk berkeliling berjalan kaki melihat suasana sekitar Kota Mataram ini, walaupun merupakan kota yang cukup ramai namun tampaknya kesadaran warganya untuk menjaga kebersihan kota ini cukup kurang, hal ini terlihat dari banyaknya sampah-sampah yang ditumpuk hingga menggunung di beberapa titik perempatan, apa mungkin dari pihak pemerintah kotanya tidak menyediakan fasilitas bak sampah ataukah memang warganya yang malas untuk membuang sampah pada tempatnya, entahlah tapi yang pasti hal ini cukup mengganggu keindahan kota secara keseluruhan, sungguh sebuah ironi untuk sebuah kota besar yang berada di Pulau 1000 Masjid yang seyogyanya menjunjung kebersihan sebagai bagian dari iman, semoga kedepannya semua akan bergerak menjadi lebih baik

Kondisi cuaca yang selalu hujan setiap harinya tak urung juga menjadi kendala bagi kami ketika sedang berkeliling jalan kaki santai, namun hal itu tidak menyurutkan niat kami untuk tetap berkeliling, lagipula kami juga membawa payung kecil sehingga hujan tidak menjadi masalah selama tidak banjir. Salah satu keuntungan dari berkeliling dengan berjalan kaki ini adalah kami bisa melihat detail suasana sekitar, dan berkat hal itulah kami bisa membeli beberapa jajanan, buah-buahan seperti buah naga yang banyak dijual di pinggir jalan, serta mampir ke salah satu toko pakaian yang menjual pakaian-pakaian dengan harga murah, setidaknya kini kami bisa mengganti beberapa pakaian yang kami bawa sebelumnya dengan pakaian yang terbuat dari bahan yang cepat kering dan dapat dipacking lebih ringkas.

Beberapa barang bawaan kami yang tidak digunakan selama perjalanan ini akhirnya kami paketkan kembali ke Jogja via pos ke rumah salah seorang teman, supaya saat kami pulang nanti kami hanya tinggal mengambil kembali semua barang-barang tersebut di rumahnya (ini juga menjadi tips bagi kalian semua yang berencana melakukan touring bersepeda atau perjalanan wisata dalam jangka waktu lama maka pastikan bahwa kalian mempunyai kenalan, baik itu teman maupun saudara yang selalu siap berjaga di tempat asal kalian, sehingga jika terjadi keadaan darurat seperti keperluan untuk mengirim barang atau souvenir, ataupun mengganti parts yang rusak yang susah ditemukan di perjalanan maka kalian bisa meminta pertolongan untuk mencarikan dan mengirimkannya ke posisi kalian berada sekarang)

Dan bagi kalian yang sudah terbiasa dengan kehidupan perkotaan maka tidak perlu kuatir karena di Kota Mataram ini kini sudah dibangun pusat perbelanjaan alias Mall besar sehingga lumayanlah untuk numpang ngadem hehe… sedangkan untuk keperluan berbelanja kebutuhan kami tetap mengandalkan minimarket lokal seperti J-Mart dikarenakan harganya yang jauh lebih murah daripada Hypermart, dan untuk urusan makanan maka berkat berjalan kaki jugalah kami bisa menemukan tempat makan dengan harga yang terjangkau (masih ada makanan murah kok di Kota Mataram ini jika kalian jeli)

Hari ini (Sabtu, 23 Januari 2016) adalah hari terakhir kami menikmati suasana Kota Mataram, besok kami akan kembali melanjutkan perjalanan menuju kearah Timur dan menyeberang ke Pulau berikutnya yaitu Pulau Sumbawa, menurut teman saya rute dari Mataram menuju ke Pelabuhan Kayangan relatif datar, namun saya sih tidak terlalu percaya dengan kata-kata “rute datar” karena berdasarkan pengalaman sebelumnya jika yang mengatakan kata-kata “datar” tersebut bukanlah seorang pesepeda maka bisa dipastikan pada kenyataannya nanti semua tidak akan “benar-benar datar atau sedatar itu”, baiklah kini saatnya beristirahat supaya besok stamina kembali dalam kondisi fit untuk melalui rute “yang katanya” datar tersebut

Pengeluaran hari ini :

- 2 porsi nasi campur = Rp 10.000,-
- 2 porsi es teler = Rp 10.000
- gas hi cook = Rp 17.900,-
- detergen = Rp 12.500,-
- 2 botol teh javanna = Rp 4.950,-
- skin aqua sunblock = Rp 41.750,-
- buah naga = Rp 13.000,-
- belanja j-mart = 28.850,-
- perlengkapan pribadi = Rp 131.000,-
- cilok = Rp 3.000,-

- 2 gelas es tebu = Rp 6.000,-
- jasa paket pos = Rp 40.000,-
- belanja swalayan = Rp 109.850,-
- selang snorkling = Rp 60.000,-
- 2 porsi makan malam = Rp 20.000,-

Total = Rp 508.800,-

==================================================================

Minggu, 24 Januari 2016

Minggu pagi yang cerah mewarnai langit Kota Mataram hari ini, pada hari ini pula akhirnya kami harus meninggalkan kota ini untuk menuju ke Pelabuhan Kayangan. Setelah mandi, berkemas dan berpamitan serta tidak lupa berterimakasih kepada teman saya dan seluruh keluarganya kami pun mulai bersiap meretas ruas jalan kembali (mari kita buktikan apakah rutenya “benar-benar flat”)

Selepas jalan Majapahit ke Jalan Sandubaya kontur jalan sebenarnya sudah mulai terasa naik walaupun landai, dan semakin ke arah timur kontur jalan akhirnya mulai bervariasi dan rolling. Hari ini kami harus memaksakan diri untuk bisa sampai dan menyeberang dari Pelabuhan Kayangan ke Pelabuhan Pototano, jarak dari Kota Mataram ke Pelabuhan Kayangan yang berjarak sekitar 80km ini setidaknya harus berhasil kami tempuh hari ini karena menurut info hari ini adalah hari terakhir adanya penyeberangan sebelum semua aktivitas penyeberangan dihentikan untuk sementara waktu beberapa hari kedepan dikarenakan adanya kendala faktor cuaca dan ombak di laut yang mulai berbahaya

Dan akhirnya sekitar jam 2 siang WITA hujan pun turun mengguyur dengan lebatnya setelah memasuki wilayah Lombok Timur, mungkin karena kedinginan akibat gowes ditengah guyuran hujan seketika membuat perut ini terasa lapar, untunglah masih banyak terdapat warung-warung kecil yang menjual nasi campur dengan harga yang terjangkau

Ada satu hal unik yang saya amati ketika mulai memasuki wilayah Lombok Timur ini, nama desa persisnya saya kurang ingat tetapi di Lombok Timur ini ketika sedang turun hujan, baik itu sekedar gerimis maupun hujan lebat sepertinya masyarakat lokal disini malah pergi keluar dari rumahnya dan bermain hujan-hujanan, tua-muda, pria-wanita, hampir semuanya sengaja berhujan-hujanan, bahkan ada yang sengaja berdiri tepat dibawah saluran cucuran air dari atap rumahnya layaknya sedang menikmati air terjun, sebagian lagi kebanyakan hanya berlari-lari kecil (jogging) di tengah guyuran hujan ataupun sekedar berjalan kaki, entahlah mungkin masyarakat lokal disini menganggap dan percaya bahwa mandi air hujan dapat meningkatkan stamina dan berkhasiat menyehatkan badan

Untunglah di 20km terakhir sebelum memasuki Pelabuhan Kayangan kontur jalan mulai menurun, setidaknya lumayan untuk menghemat tenaga kami





Setibanya di Pelabuhan Kayangan dan membeli 2 tiket penyeberangan menggunakan kapal ferry sebesar Rp 26.500,-/sepeda (kami hanya membayar untuk sepeda saja karena orang tidak dihitung rupanya) sekarang hanya tinggal mengantri saja untuk masuk ke dalam kapal




Di dalam kapal, sepeda kami letakkan di dekat tangga seperti biasanya kemudian kami pun naik ke atas untuk berkeliling melihat suasana dan duduk di bagian penumpang, oya di kapal ferry ini sepertinya ada pembagian kelas khusus untuk penumpangnya, yaitu bagi mereka yang berbudget ekstra lebih bisa mengeluarkan biaya tambahan untuk duduk di bagian ruang penumpang yang kursinya menggunakan sofa empuk, sedangkan bagi penumpang kelas ekonomi seperti kami duduk di bagian ruang penumpang yang menggunakan kursi keras (seperti bangku metromini), tidak apalah yang penting bisa sampai tujuan


Waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang dari Pelabuhan Kayangan ke Pelabuhan Pototano dengan menggunakan kapal ferry sekitar 2 jam saja, sayangnya karena seharian cuaca mendung dan sesekali turun gerimis maka kami tidak bisa menikmati pemandangan dari ruang penumpang

Akhirnya setelah sekitar 2 jam perjalanan kapal pun mulai merapat ke Pelabuhan Pototano, beberapa gundukan pulau dan bukit-bukit terlihat menyembul dimana-mana (semoga saja rute kami nantinya tidak harus melewati puncak bukit-bukit tersebut), gerimis yang kembali turun seakan menyambut kedatangan kami di Pulau Sumbawa ini, sayangnya kali ini kami tiba disaat hari sudah terlalu gelap sehingga satu-satunya pilihan saat ini hanyalah mencari tempat yang aman untuk menumpang beristirahat malam ini

Oleh salah seorang penjaga pelabuhan dan petugas polisi di pelabuhan kami disarankan untuk beristirahat di Mushalla yang ada tepat bersebelahan dengan Kantor Polsek Pototano, satu hal yang diwanti-wanti oleh mereka adalah "disini nyamuknya banyak lho, lebih baik nanti malam tidur di dalam Mushalla saja", kata salah seorang petugas pelabuhan, dan sepertinya hal tersebut benar adanya karena begitu kami mulai duduk saja nyamuk-nyamuk langsung mulai berdatangan, alhasil kami pun menjadi sibuk mengusir dan memukul nyamuk-nyamuk tersebut yang seakan tak ada habisnya, "dipukul sampai seharian juga ga bakal habis mas nyamuknya", ujar petugas pelabuhan sembari memberi 1 sachet lotion anti nyamuk, tak lupa ia juga kembali mengingatkan kami untuk tidur di dalam mushalla saja.

Sembari memerhatikan suasana dan aktivitas pelabuhan di malam hari, hmmm...tampaknya masih ada saja yang melakukan penyeberangan dari dan ke Pelabuhan Pototano ini hingga selarut ini, diluar area pelabuhan pun satu-satunya cahaya penerangan hanya berasal dari sebuah minimarket modern yang tampaknya merupakan satu-satunya minimarket di sekitar sini, sedangkan pemukiman atau penerangan lain nyaris tidak ada, hanya gelapnya malam yang menjadi saksi bahwa petualangan kami belum berakhir dan masih akan terus berlanjut, baiklah saatnya beristirahat sebelum besok mulai mencari tahu ada keindahan dan keunikan apa yang tersembunyi di Pulau Sumbawa ini, selamat malam semua :)

“Only those who will risk going too far can possibly find out how far one can go”

Pengeluaran hari ini :

- 2 porsi makan siang + jajan = Rp 23.000,-
- 2 tiket penyeberangan Lombok-Sumbawa = Rp 53.000,-

Total = Rp 76.000,-

Total jarak tempuh hari ini : 80,56km

No comments:

Post a Comment