Saturday 25 August 2018

CHAPTER 44; HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

Bertepatan di hari ke-100 petualangan goweswisata, kini saatnya bagi kami untuk kembali lagi ke Kota Parepare untuk mempersiapkan episode petualangan berikutnya.

Jika pada chapter sebelumnya kami telah menikmati suasana dan belajar mengenai tradisi serta kebudayaan masyarakat di Tana Toraja, maka hari ini (25 Maret 2016) kami akan kembali menuju ke Kota Parepare, karena rencananya kapal yang akan membawa kami bertolak dari Kota Parepare menuju ke Pulau Kalimantan, tepatnya menuju Kota Samarinda akan berangkat esok hari

Setelah melakukan check-out dari Penginapan Wisma Maria I kami pun mulai mencari angkutan yang dapat membawa kami kembali menuju ke Kota Parepare, menurut logika kami berdua seharusnya angkutan yang akan kami naiki kurang lebih sama dengan apa yang kami gunakan sewaktu berangkat dari Kota Parepare menuju ke Rantepao, yaitu menggunakan bus, namun setelah menunggu sekian lama kok tidak ada bus yang lewat sama sekali ya, kami pun kemudian mencoba bertanya kepada salah seorang agen bus yang berada tak jauh dari Monumen Tongkonan, olehnya kami pun dijelaskan bahwa tidak ada rute bus yang mengarah langsung ke Parepare, arah berangkat (Parepare-Rantepao) memang dapat menggunakan bus, namun untuk arah sebaliknya (Rantepao-Parepare) kami harus menggunakan mobil sewaan atau disini disebut taksi (sejenis Toyota Kijang atau Isuzu Panther, yaitu kendaraan milik pribadi yang digunakan layaknya omprengan), itupun tidak mengarah langsung menuju ke Kota Parepare melainkan hanya sampai ke Terminal Makale saja, nanti setibanya di Terminal Makale kami harus berganti dengan kendaraan yang rutenya menuju ke Parepare

Dengan menaiki “taksi” sejenis Isuzu Panther dengan tarif sebesar 10ribu rupiah per penumpang (baik warga lokal maupun turis dikenakan tarif yang sama), kami pun harus menunggu setidaknya sampai terisi 5 orang penumpang terlebih dahulu sebelum angkutan tersebut mulai berangkat menuju ke Terminal Makale


Perjalanan dari Rantepao menuju ke Terminal Makale sendiri terhitung cukup cepat, kira-kira hanya sekitar 1 jam perjalanan saja. Setibanya di Terminal Makale kami pun dibantu oleh sang pengemudi mencari kendaraan yang mau menuju ke Kota Parepare, disini ada satu hal yang membuat saya salut dengan karakter kejujuran masyarakatnya yaitu walaupun mereka tahu jika kami berdua bukanlah warga lokal melainkan wisatawan namun mereka tidak berusaha menipu kami dengan menaikkan harga angkutan, semua diberlakukan sama baik itu tarif yang dikenakan untuk warga lokal maupun untuk para wisatawan, coba kasus seperti ini terjadi di Pulau Jawa, sudah bisa dipastikan bahwa harga angkutannya pasti langsung dinaikkan begitu mereka tahu kalau para penumpangnya adalah wisatawan, kalau tidak percaya coba saja kalian bandingkan harga angkutan disekitar Candi Borobudur, antara tarif untuk warga lokal dengan tarif untuk wisatawan bisa dipastikan perbedaan harganya kebangetan

Kejujuran dan keramahan masyarakat di Tana Toraja sendiri sebenarnya sudah kami rasakan sejak pertama kali tiba dan sedang mencari makanan, mereka langsung memberitahukan dan menyarankan kami berdua untuk mencari warung makan muslim begitu mereka tahu jika kami berdua adalah Muslim, bahkan harga-harga makanan disekitar lokasi pun semua tergolong wajar dan ramah di kantong, padahal kita semua tahu jika Tana Toraja termasuk destinasi wisata yang populer di tingkat internasional, sekali lagi untuk hal ini (kejujuran) saya mengacungkan dua jempol untuk masyarakat Toraja

Setelah menemukan angkutan lain (sejenis “taksi” juga) yang rutenya menuju ke Kota Parepare kami pun kemudian meletakkan barang-barang bawaan di dalam mobil dan menunggu sang pengemudinya selesai makan dulu. Sambil menunggu saya pun melihat di kejauhan ada sebuah obyek menarik berupa Patung Yesus Kristus berukuran besar yang berada tepat diatas puncak sebuah bukit, sekilas baik bentuk dan ukurannya terasa mirip sekali dengan patung Yesus yang berada di Rio de Jainero, sayangnya kali ini kami tidak bisa menuju kesana dikarenakan keterbatasan waktu dan informasi yang kami miliki, atau mungkin juga dengan adanya beberapa obyek yang kami lewatkan saat ini justru memberi peluang bagi kami kedepannya supaya suatu saat nanti dapat kembali lagi ke tempat ini untuk menjelajahinya lebih detail


Akhirnya angkutan yang membawa kami menuju ke Kota Parepare pun mulai berangkat, dengan tarif per penumpang sebesar 70ribu rupiah rasanya hal ini terasa wajar mengingat jarak tempuh dari Terminal Makale menuju Ke Parepare sendiri tergolong cukup jauh serta melalui medan yang naik-turun melintasi pinggiran bukit, pemandangan yang tersaji disepanjang rute ini sebenarnya cukup indah berupa view lekuk perbukitan, sayangnya keindahan kali ini hanya bisa terdokumentasikan melalui mata dan ingatan kami saja karena kami tidak bisa berhenti seenaknya didalam angkutan ini untuk sejenak mengabadikan keindahan panorama sekitar

Setelah menempuh waktu yang cukup lama akhirnya kami mulai memasuki wilayah Kota Parepare, angkutan yang kami tumpangi pun beberapa kali masuk kedalam gang-gang dan jalan kecil untuk mengantarkan para penumpangnya sampai ke depan rumah atau tujuan mereka masing-masing, sang sopir pun menanyakan kepada kami berdua dimanakah kami hendak turun, dan karena hari ini kami belum menemukan tempat untuk bermalam maka kami pun memutuskan turun di sekitar Monumen Habibie-Ainun saja

Dari depan Monumen Habibie-Ainun kami pun mulai mencari penginapan yang bisa digunakan untuk hari ini dengan harga yang terjangkau, namun permasalahan kali ini adalah karena saat ini kami hanya berjalan kaki maka daya jelajah kami untuk mencari penginapan sangatlah terbatas terlebih mengingat waktu yang sudah semakin sore, akhirnya setelah berjalan cukup jauh kami pun melihat ada sebuah penginapan tua (bangunannya cukup besar namun sepertinya kurang terawat dan cukup sepi), setelah bertanya harga sewa kamar untuk semalamnya yaitu sebesar 80ribu rupiah, maka kami pun mengiyakannya dengan pikiran toh hanya untuk malam ini saja (dan pada akhirnya hal ini pun menjadi keputusan atau kesalahan yang kami sesali)

Mengapa kami menyesali keputusan untuk menginap di penginapan (atau hotel apalah itu namanya saja saya sudah lupa, yang pasti lokasinya berada tidak jauh dari Monumen Korban 40ribu Jiwa) tersebut? Tidak lain karena begitu kami masuk kedalam kamarnya ternyata isinya (yang sepertinya tidak niat untuk dijadikan hotel) sangat memprihatinkan, didalam kamar terdapat 2 buah ranjang (ranjang sih oke-oke saja) namun kondisi kasur dan spreinya sepertinya tidak pernah dicuci dan dibersihkan, kasur sangat lembab sedangkan kain spreinya bahkan sampai bau dan berbulu, kipas angin sudah rusak sampai perlu ditukar dengan kipas angin dari kamar lainnya, dan yang terparah adalah kondisi kamar mandi dalamnya, karena di gantungan pintu kamar mandinya ada celana panjang jeans entah milik siapa, serta bak mandi yang penuh jentik nyamuk dan kotor, yang pasti saat itu juga kami pun mengurungkan niat untuk mandi padahal kondisi badan sudah kotor dan penuh keringat, tapi daripada malah sakit lebih baik kami tidak jadi mandi dengan kondisi kamar mandi dan air yang tidak jelas begini, akhirnya kami pun memilih untuk tidur (yang tidak nyenyak) saja dengan beralaskan sarung dan jaket, disaat seperti ini kami berharap pagi cepatlah menjelang

Akhirnya pagi pun tiba, kami bergegas check out dan mencari kantor polisi untuk sekedar menumpang mandi, oleh para polisi yang bertugas mereka pun menanyakan asal kami dan hendak kemana, mereka pun meyakinkan kami apakah benar mau menumpang mandi di kamar mandi yang berada disamping, karena ukuran kamar mandinya kecil, kami pun menjawab tidak mengapa selama dikamar mandi tersebut ada air bersihnya saja itu pun sudah cukup, setidaknya untuk hari ini kami bisa mandi dan bersih-bersih terlebih dahulu sebelum naik ke Kapal

Sambil menunggu bergantian menggunakan kamar mandi, para petugas polisi tersebut pun berbincang-bincang dengan saya, setelah mereka mengetahui jika kami berdua bersepeda dari Yogyakarta dan telah melewati beberapa Pulau selama 101 hari, mereka pun bercerita bahwa sebagian dari mereka juga suka bersepeda, bahkan ada salah satu anggota yang menunjukkan sepeda gunung miliknya

Setelah selesai mandi dan mengucapkan terimakasih kepada para petugas polisi yang bertugas kini rencana berikutnya adalah mengambil sepeda-sepeda dan semua barang bawaan kami yang ada di sebuah bengkel sepeda milik salah satu komunitas sepeda di Kota Parepare

Untunglah lokasi kami saat ini berada tidak jauh dari bengkel tersebut sehingga kami cukup berjalan kaki saja untuk menuju kesana, setibanya disana kami pun mulai mengeluarkan sepeda-sepeda beserta seluruh barang bawaan kami dan mulai mengemasinya, tidak butuh waktu lama untuk mulai mempacking semua barang bawaan kedalam tas-tas panniers, karena seiring proses perjalanan ini kami mulai terbiasa untuk mengatur bagaimana mengemasi semua barang bawaan kami secara cepat, setelah semuanya beres kini saatnya untuk berpamitan dan mulai menuju ke Pelabuhan untuk mengambil tiket dan menunggu jadwal keberangkatan kapal yang akan kami naiki

Mengenai penyeberangan dari Parepare menuju ke Kota Samarinda menggunakan Kapal ini sendiri sebetulnya ada cerita yang sangat menarik, yaitu sebelum memutuskan untuk menyeberang dari Pulau Sulawesi menuju ke Pulau Kamantan kami sudah terlebih dahulu mencari informasi setibanya kami di Kota Parepare ini seputar wilayah mana dari Pulau Sulawesi ini yang memiliki akses pelayaran menuju Ke Pulau Kalimantan, nah dari hasil pengumpulan informasi tersebut itu kami mendapatkan bahwa jika kami ingin menuju ke Pulau Kalimantan menggunakan jalur laut maka ada beberapa lokasi yang dapat digunakan, antara lain dari Makassar, Parepare, Mamuju, dan Kota Palu.

Karena kami sudah meninggalkan Kota Makassar maka pilihannya kini hanya tersisa 3 saja, biasanya orang memilih untuk bertolak dari Kota Mamuju, entahlah apa sebabnya, namun karena sekarang posisi kami berada di Parepare yang mana ternyata juga memiliki akses jalur penyeberangan menuju ke Pulau Kalimantan maka kami pun memutuskan untuk menyeberang ke Pulau Kalimantan dari kota ini saja

Setelah memilih untuk menyeberang dari Kota Parepare, langkah berikutnya tentu saja mencari informasi seputar harga tiket kapal yang menuju ke Pulau Kalimantan, ternyata eh ternyata harga tiketnya muahal banget, untuk per penumpang dikenakan biaya sekitar 1 juta-an sekian-sekian belum lagi sepeda dan barang bawaan kami juga dikenai biaya tambahan yang jika ditotal semuanya maka masing-masing dari kami beserta sepeda full loaded harus membayar sebesar 2 juta rupiah, dan itu berarti untuk berdua dikenakan biaya 4 juta (dengan nominal sebesar itu kami bahkan bisa melintasi pulau Jawa, Bali, Lombok, dan Sumbawa sekaligus), seketika semua terasa berat dan sulit

Selain kendala biaya, faktor lainnya yang membuat penyeberangan ini terasa berat dan sulit dikarenakan tidak banyak jumlah kapal yang menuju ke Pulau Kalimantan, sehingga seandainya kami sudah deal dengan tarif penyeberangannya sekalipun kami tetap harus menunggu jadwal penyeberangan kapal yang biasanya memakan waktu sekitar 1 minggu berikutnya. Sedikitnya jumlah dan rute kapal yang menuju ke Pulau Kalimantan ini juga menjadi kendala dalam membandingkan harga tiket-tiket kapal dan mencari yang sesuai dengan budget kami

Disaat kami menceritakan hal ini ketika sedang berada di basecamp komunitas pesepeda lokal dimana kami menitipkan sepeda dan barang bawaan, ada salah seorang dari mereka (belakangan kami ketahui bernama Pak Bogart) yang bertanya memangnya setelah dari Kota Parepare ini kami hendak menuju kemana, sewaktu kami menjawab kemungkinan rencana berikutnya adalah menyeberang menuju ke Kalimantan, ia pun bertanya lagi “ke Kalimantannya mau ke mana?”, ia pun menambahkan “kalau kalian mau ke Kalimantan ayo bareng sama saya gratis pakai kapal saya tapi berangkatnya masih sekitar 6 hari lagi, kalau kalian mau nanti kalian sms saja tanggal 26 besok, nanti tiketnya saya kasih”, hah beneran nih pikir saya, tapi saat mendengar anggota komunitas lainnya mengatakan “wah kalau si Boss sudah bilang begitu berarti kalian tinggal siap-siap saja, beneran itu nanti nyebrang ke Kalimantannya pakai kapalnya dia, berangkat dari Pelabuhan gratis”. Antara percaya tidak percaya saya pun akhirnya meminta contact yang bisa dihubungi nantinya

Dan begitulah akhirnya setelah perbincangan itu kami berdua pun lalu memutuskan untuk menunggu 6 hari tersebut dengan traveling ke Tana Toraja hingga kini tiba waktunya kami kembali berada di Parepare lagi untuk bertemu “Pak Boss” alias Pak Bogart ditanggal yang telah disetujui yaitu 26 Maret 2016 untuk bertemu Beliau di kantornya yang berada dekat Pelabuhan untuk mengambil tiket kapal penyeberangan menuju ke Kota Samarinda, Kalimantan Timur, secara gratis


Saat kami bertemu Beliau pun ternyata “Pak Boss” ini benar-benar berpenampilan serta memiliki karakter yang sangat sederhana dan terbilang cukup akrab dengan para kru kapal yang bekerja di Kapal miliknya, padahal sejauh yang kami tahu Beliau ini adalah pemilik dari 2 kapal berukuran besar yang beroperasi yaitu MV Pantokrator dan Queen Soya, walaupun senang bercanda namun sepertinya para kru kapal serta orang-orang yang bekerja disekitar Pelabuhan sangat menghormatinya

Sambil menunggu jadwal keberangkatan kapal, ia pun memberi kami 2 buah tiket dan berbincang seputar pengalamannya sewaktu bersepeda di Pulau Jawa, di Yogyakarta sendiri ia pernah bersepeda sewaktu mengikuti event sepeda Jogja Heritage, yaitu sebuah event bersepeda melintasi beberapa obyek wisata sejarah yang berada di Jogja, ia juga menunjukkan beberapa foto yang ia ambil menggunakan smartphonenya

Ketika jarum jam menunjukkan waktu yang semakin mendekati jadwal keberangkatan kami pun diantar oleh Pak Bogart dan beberapa pekerjanya masuk kedalam area Pelabuhan, sepeda-sepeda kami kemudian diletakkan di bagian dalam Kapal MV Pantokrator menjadi satu dengan bagian yang digunakan sebagai area untuk memuat kendaraan bermotor seperti truk, mobil, dan beberapa sepeda motor. Setelah sepeda ditaruh pada posisi yang aman dan tidak mengganggu sirkulasi kami kemudian diajak masuk kedalam kabin kapal serta ditunjukkan ruangan kabin tempat kami akan beristirahat nantinya, seluruh ruangan dalam kabin kapal ini sangat luas dan rapi, semua dilengkapi penyejuk ruangan, kontras sekali dengan keadaan yang kami rasakan sewaktu menggunakan kapal Pelni dimana kami harus berpeluh keringat karena ketiadaan penyejuk ruangan, bahkan sesekali harus menghirup pengapnya asap rokok.


Sebelum meninggalkan kami Pak Bogart berpesan jika nanti diadakan pemeriksaan tiket kapal oleh petugas maka bilang saja kami disuruh oleh Pak Yasser untuk beristirahat dikabin ini, Beliau juga berkata semoga kami selamat sampai tiba ditujuan dan tidak mengalami kendala selama perjalanan bersepeda ini, akhirnya setelah saling berpamitan kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Pak Bogart yang telah membantu kami dalam meneruskan sisa perjalanan ini, sebuah harapan dan keajaiban dikala semuanya terasa berat dan sulit bahkan mustahil bagi kami untuk dapat terus melaju meneruskan petualangan ini, setelah semua kesulitan yang kami alami sebelumnya membuat perjalanan ini seakan seperti sebuah perwujudan keajaiban kata-kata motivasi dari goresan pena R.A Kartini yaitu Habis Gelap Maka Terbitlah Terang

Sekarang kami telah berada diatas kapal yang akan membawa kami menuju episode baru petualangan goweswisata, menurut informasi yang saya dapat kemungkinan lama perjalanan kali ini akan memakan waktu tempuh selama 23 jam sehingga kami baru akan tiba di Kota Samarinda keesokan harinya, sambil menunggu dan menghabiskan waktu selama diperjalanan, saya dan Agit banyak berdiskusi mengenai banyak hal, tentang suka duka, serta pengalaman yang telah kami dapat selama petualangan ini

Pagi mulai menjelang, kami berdua pun berencana untuk berjalan-jalan mengitari dek kapal sekedar untuk melihat pemandangan sekitar, setidaknya hal ini terasa lebih menarik daripada hanya berdiam diri didalam ruang kabin, setibanya dibagian dek atas kapal sepertinya bukan hanya kami berdua saja yang memiliki rencana melihat pemandangan, tampak beberapa penumpang lainnya juga ada yang telah berada dan berjalan-jalan di atas dek untuk menikmati suasana pagi




Dikejauhan samar-samar kami melihat ada sebuah kapal lain yang mengangkut sesuatu, sepertinya kapal itu menarik muatan hasil tambang, secara tidak langsung hal ini berarti menunjukkan bahwa tujuan kami sudah mulai dekat, ya ini berarti bahwa sebentar lagi kami akan tiba di Pulau Kalimantan




Satu persatu kapal-kapal sejenis yang membawa muatan hasil tambang lainnya juga mulai terlihat, beberapa kapal besar yang membawa muatan box-box kontainer juga terlihat berpapasan dengan kapal kami, seakan tak mau ketinggalan beberapa perahu kecil dan sampan milik warga lokal juga sedang berkeliling tak jauh dari jalur kapal kami







Melihat sekilas dari suasana jalur perairan yang sekarang ini sedang kami lewatii sepertinya kami berada di hulu sungai yang sangat lebar, beberapa kapal lain terlihat sedang berlabuh dan membongkar muatan, disisi kanan dan kiri tampak beberapa tanaman air serta daratan perbukitan yang penuh oleh pepohonan dan rumah-rumah penduduk, sampai akhirnya kami melewati sebuah jembatan beton yang masih dalam tahap pembangunan, sepertinya nanti jembatan ini akan menjadi salah satu infrastruktur andalan yang memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran jalur transportasi darat di Pulau ini, hati kami berdua semakin berdebar-debar, berbagai perasaan berkecamuk didalamnya, ada rasa takut, senang, hingga penasaran yang saling bercampur, semua perasaan ini menuju ke satu titik yang menjelma menjadi sebuah pertanyaan akan seperti apakah episode petualangan kami di Pulau besar ini?








Jangan lupa ikuti terus petualangan goweswisata.com berikutnya ya, kalian juga bisa membantu mensupport perjalanan kami dengan cara mem-follow, like, comment, atau subscribe salah satu dari channel petualangan kami yang ada dimedia sosial seperti Facebook, Instagram, dan Youtube. Karena setiap apresiasi dari kalian sangat membantu kami memotivasi diri untuk terus berusaha menyajikan informasi terbaik dari setiap petualangan yang kami lakukan, sampai jumpa di episode petualangan berikutnya :)

No comments:

Post a Comment