Wednesday 9 May 2018

CHAPTER 37; PULAU LAE-LAE

Masih di hari yang sama seperti pada chapter sebelumnya. Setelah puas berkeliling menjelajahi isi didalam bangunan Benteng Fort Rotterdam kali ini kami kembali meneruskan perjalanan menuju ke Pulau Lae-lae yaitu sebuah pulau kecil berjarak sekitar 1,5km sebelah Barat Kota Makassar yang termasuk dalam kawasan wisata pulau di Kota Makassar.

Selain pulau Lae-lae sebenarnya kawasan wisata pulau di Kota Makassar ini terdiri dari beberapa pulau kecil lain seperti Pulau Barangcaddi, Pulau Kodingareng keke, Pulau Baranglompo, dan Pulau samalona. Namun yang paling terkenal dan paling sering dikunjungi oleh para wisatawan adalah Pulau Samalona dan Pulau Lae-lae

Untuk bisa menyeberang ke Pulau Lae-lae kita dapat berangkat menggunakan kapal boat nelayan yang berada di sekitar dermaga Kayu Bangkoa yang berada di Jalan Pasar Ikan no.28 atau dari dermaga yang berada persis diseberang Benteng Fort Rotterdam dengan tarif untuk sekali penyeberangan berkisar antara 15ribu sampai 30ribu rupiah per orang per sekali jalan (tergantung kepandaian kalian menawar harga).

Akhirnya kami pun menyewa kapal nelayan berukuran kecil yang kira-kira bisa memuat 6-8 orang penumpang, tetapi walaupun misalnya rombongan kalian kurang dari 6 orang pun mereka tetap akan melayani penyeberangan jadi kalian tidak perlu kuatir :)




Untuk biayanya sendiri setelah melalui proses negosiasi yang cukup lama akhirnya kami hanya dikenakan tarif sebesar 10ribu rupiah per orang untuk sekali perjalanan, sehingga untuk pergi-pulang total biaya yang harus dikeluarkan sebesar 20ribu rupiah per orangnya (disini kami tidak dikenakan biaya tambahan untuk mengangkut semua sepeda-sepeda kedalam kapal, asyiiikkk kapan lagi dengan modal 20ribu sudah bisa rekreasi ke pulau)



Hmmm... ternyata menggotong sepeda walau tanpa muatan penuh kedalam kapal itu cukup sulit dan melelahkan, pantas saja para porter yang menggotong sepeda-sepeda kami sewaktu menyeberang ke Gili Trawangan sampai berucap "haduuhh mas berat banget sepedanya", akhirnya setelah semua sepeda sudah masuk kedalam perahu kini saatnya menyeberang menuju ke Pulau Lae-lae

Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menyeberang ke Pulau Lae-lae ini hanya sekitar 15 menit saja, diatas perahu nelayan yang terombang-ambing oleh gelombang ini rasanya mungkin sedikit menakutkan bagi kalian yang mudah merasa mabuk laut namun anggap saja kalian sedang berada di taman bermain, seru kok :)

Dan akhirnya sampai juga kami di Pulau Lae-lae ini, namun bagi Mbak Darna yang takut naik perahu maka "siksaan" ini belum berakhir karena masih ada perjalanan pulang nantinya :D


Pulau Lae-lae sendiri merupakan sebuah pulau kecil dengan luas 6,5 ha yang dihuni oleh sekitar 400 kepala keluarga atau kurang lebih 2 ribu jiwa warganya yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, oleh karena itulah pulau ini dikenal juga sebagai kampung nelayan. Walaupun begitu di pulau ini terdapat fasilitas yang cukup lengkap bagi para wisatawan seperti penginapan dengan tarif sekitar 50 ribu sampai 150ribu rupiah per malamnya, dan tempat-tempat makan yang walaupun belum semewah di Gili Trawangan namun setidaknya warung-warung makan sudah ada bagi kalian yang kelaparan sewaktu berkunjung ke pulau ini.





Sebenarnya di Pulau Lae-lae ini juga terdapat situs sejarah peninggalan perang yaitu sebuah terowongan bawah tanah yang menurut cerita masyarakat terowongan bawah tanah ini terhubung dengan Benteng Fort Rotterdam, entahlah apakah cerita tersebut benar atau tidak namun sayangnya karena minim perhatian dari pihak pengelola cagar budaya dan masyarakat setempat maka terowongan tersebut kini telah hilang tertutup dan tertimbun oleh tumpukan sampah warga, padahal jika keberadaan situs sejarah tersebut serta pulau ini dikelola dengan baik maka pulau ini bisa menjadi destinasi wisata alternatif di Kota Makassar karena menyimpan potensi keindahan alamnya yang tidak kalah indahnya dengan pulau-pulau kecil lainnya yang telah lebih dulu populer




Pulau yang memiliki bibir pantai berupa hamparan pasir berwarna putih dengan tekstur pasirnya yang besar seperti di Gili Trawangan serta gradasi warna pantainya yang hijau kebiruan ini sayangnya terkesan kotor dan kumuh dikarenakan banyaknya sampah sisa pengunjung maupun sampah lainnya yang terbawa ombak dan berada atau tersangkut di dekat tetrapod pemecah ombak, padahal dengan jaraknya yang terbilang dekat dan mudah dijangkau dari pusat Kota Makassar maka seharusnya pulau ini bisa bersaing dengan pulau-pulau kecil lainnya yang sudah lebih dulu dikelola dengan baik, semoga kedepannya kesadaran warga dan pemerintah untuk mengelola dan menjaga kebersihan pantai ini akan lebih baik lagi






Oya bagi kalian penikmat kegiatan snorkeling dan diving sebenarnya kalian pun bisa melakukan kegiatan tersebut di Pulau Lae-lae ini, walaupun kini gugusan terumbu karangnya sudah mulai banyak yang rusak namun setidaknya hal tersebut mulai mendapatkan perhatian dan bantuan dari beberapa pihak yang masih peduli untuk mencoba menjaga dan mengembalikan keindahan pesona dari gugusan terumbu karang yang ada di sekitar pulau ini dengan merehabilitasinya



Puas berkeliling dan beristirahat di Pulau Lae-lae ini kini saatnya bagi kami untuk kembali menyeberang ke Kota Makassar, setelah menghubungi sang bapak pemilik perahu untuk memberitahukan jika kami sudah selesai dan bersiap untuk pulang sehingga ia dapat kembali menjemput kami, maka dimulailah "siksaan" berikutnya dan yang terakhir untuk Mbak Darna hehe...:)





Setibanya kami di dermaga awal maka tujuan petualangan berikutnya adalah bersepeda ke arah Selatan menuju ke daerah Barombong yang kini sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan kawasan perumahan (bagi kalian yang ingin pindah ke Kota Makassar maka daerah ini cukup potensial menjadi hunian pilihan lho)

Ada apa sajakah di daerah Barombong dan sekitarnya? Tetap ikuti petualangan goweswisata.blogspot.co.id chapter berikutnya ya, masih dari Kota Makassar pokoknya kita having fun and make this journey unforgettable

No comments:

Post a Comment