Tuesday 20 February 2018

SAWAH BUNGA MATAHARI BATURONO

(Minggu, 18 Februari 2018)
Ide destinasi petualangan goweswisata.blogspot.co.id kali ini sebenarnya baru saja di dapat pada malam sebelum keesokan harinya saya berencana untuk melakukan gowes iseng, jadi untuk para pembaca ketahui bahwasanya setiap destinasi petualangan yang saya lakukan kebanyakan selalu serba mendadak, misalnya jauh hari sebelum hari H tanggal sekian-sekian saya memang sudah berniat untuk melakukan gowes iseng tetapi tanpa tujuan, pokoknya gowes, soal nanti tujuannya apa atau kemana ya senemunya saja, sekuat dan sesampainya, kalau bisa nemu lokasi baru ya sukur, kalaupun tidak ya anggap saja latihan olahraga, mungkin itu pula sebabnya satu persatu rekan bersepeda saya saat ini mengundurkan diri karena setiap ikut gowes bareng pasti tanpa tujuan alias masih misteri, dan jaraknya kadang kebangetan, namanya saja sekuat dan senyampenya, kan saya tidak pernah bilang patokannya sekuat siapa hehe…:D

Jadi pada malam sebelumnya ketika saya sedang membaca status teman-teman di beranda facebook tanpa sengaja ada salah satu status yang menarik perhatian saya yaitu foto seorang pesepeda yang sedang narsis di sebuah kebun bunga matahari (nah kayanya asyik nih untuk dijadikan target petualangan goweswisata besok), langkah berikutnya tentu saja mencari tahu dimana lokasi kebun bunga matahari tersebut dengan membaca di kolom komentarnya, dan dari situlah akhirnya saya mengetahui lokasi kebun bunga matahari tersebut, walaupun untuk lokasi persisnya berada dimana saya juga tidak tahu karena satu-satunya petunjuk yang saya dapatkan di kolom komentarnya hanyalah kebun bunga matahari tersebut berada di daerah Baturono, tidak jauh dari lokasi Candi Borobudur

Langkah berikutnya tentu saja mencari lokasi pastinya menggunakan googlemaps, dimulai dengan keyword kebun bunga matahari, hasilnya malah menunjukkan lokasi kebun bunga matahari yang berada di Mojokerto, apa ya kira-kira keywordnya? Coba dengan keyword Baturono hasilnya malah lokasi sebuah Masjid di wilayah Baturono, coba dengan keyword sawah bunga matahari atau kebun bunga matahari Baturono hasilnya malah no result, hadeehhh masa sih tidak ada satu orang pun yang menandai lokasi ini, tapi ya sudahlah setidaknya lokasi wilayah Baturono sendiri sudah diketahui, tinggal mencatat patokan-patokannya di kertas buat jaga-jaga jika hp lowbat dijalan

Dan hari ini saatnya petualangan dimulai, patokan pertama adalah menuju ke gerbang perbatasan DIY dengan Jateng yang berada di ruas jalan Jogja-Magelang. Untuk menuju kesana cara termudahnya adalah melalui flyover Jombor kemudian terus saja ke arah utara (konturnya nanjak landau jadi nikmatin saja)

Setelah melewati gapura perbatasan DIY-Jateng tersebut patokan berikutnya menurut googlemaps adalah setelah melewati jembatan atau dua buah sungai nantinya di sisi kiri jalan ada toko Bakpia Djava, nah dari situ masih terus saja sampai melewati 1 buah jembatan lagi lalu ketemu toko Bakpia Nirmala barulah kemudian belok ke kiri.

Dan disinilah semua keruwetan tersebut bermula, karena smartphone saya rusak (semalam saya browsing menggunakan smartphone milik istri) jadinya kali ini saya hanya mengandalkan kertas corat-coret patokan semalam saja, tanpa peta online ataupun GPS, satu-satunya yang saya ingat hanyalah jaraknya dari kediaman saya sampai menuju ke lokasi wilayah Baturono sekitar 31km, sedangkan jarak dari Candi Borobudur menuju ke Baturono sendiri sekitar 16km (Setidaknya wilayah Baturono yang saya maksud benar adanya sesuai dengan keterangan si pengupload foto tersebut yang mengatakan jaraknya sekitar 10km dari Candi Borobudur)

Gapura Perbatasan oke sudah lewat, melewati 2 jembatan besar juga sudah, Toko Bakpia Djava juga sudah ketemu, perkaranya sekarang tinggal mencari Toko Bakpia Nirmala, dari tadi lurus terus sampai menyeberang Jembatan bahkan sampai memasuki wilayah Muntilan namun Toko Bakpia Nirmala tetap saja tidak ketemu (jangan-jangan tokonya sudah bubar), padahal di Muntilan sendiri saya sampai melihat ada penunjuk arah yang menunjukkan lokasi obyek wisata Candi Ngawen tapi ini kok tidak ada tanda-tandanya penampakan penunjuk arah yang menunjukkan lokasi menuju Jalan Ngluwar atau Desa Baturono

Ahirnya disinilah terpaksa menggunakan “GPS” alias “Gunakan Penduduk Sekitar” alias bertanya, oleh salah dua pesepeda yang saya temui di Muntilan (karena ketemunya dua orang jadinya salah dua, kalau cuma seorang kan salah satu) mereka mengatakan kalau saya sudah bablas angine eehhh salah maksudnya kebablasan atau kelewatan jauh, “wah harusnya mas nya tadi pas sampai daerah semen ambil ke kiri itu lebih deket”, kata mereka, hah daerah semen? Apalagi itu? Maklum karena saya notabene bukan asli “wong yojo” makanya sampai sekarang saya masih ga mudeng dengan nama-nama wilayah, “Semen itu maksudnya pabrik semen ya?” Tanya saya, “bukan mas, semen itu nama tempatnya memang semen, bukan pabrik semen atau patokannya tadi ada kuburan cina”, jawab mereka, “kalau gini enaknya gimana ya? Kalau masnya muter sudah kejauhan, mending nanti di depan sebelum Pasar Muntilan ada jalan masuk ke kiri, nah mas nya belok situ saja nanti kira-kira 7km ada belokan lagi ke kiri arah Desa Sriwedari nah masnya belok lalu nanti tanya lagi saja sama orang-orang disitu daripada mas nya muter balik jauh”, kata mereka berdua, baiklah saatnya mencoba saran dari “GPS” versi tradisional ini, setidaknya saran mereka lebih update daripada mengikuti mentah-mentah petunjuk googlemaps (yang ada malah nyasar, mana tuh Toko Bakpianya)

Akhirnya tepat sebelum Pasar Muntilan saya pun kemudian mengambil jalan masuk ke arah kiri, kontur jalannya kali ini menurun (semoga tidak nyasar, kalau nyasar sudah kebayang kaya apa capenya muter balik dan nanjak), patokannya tinggal jarak di cyclocomp saat ini ditambah sekitar 7km dan nanti kira-kira jika sudah mendekati angka 7km tinggal nanya orang lagi (malu bertanya sesat di jalan, kebanyakan nanya malah makin riweuh karena jawaban tiap orang beda-beda)

Dan setelah 5 km terlalui saya pun berinisiatif untuk bertanya lagi kepada salah seorang mekanik sebuah bengkel motor, ia pun memberitahu “nanti kira-kira 3 persimpangan lagi mas nya tinggal belok kiri menuju ke Desa Sriwedari”, dan setelah ketemu belokannya (tentunya hasil bertanya lagi dan memastikan bahwa ini adalah belokan yang benar) saya pun berbelok ke kiri mengikuti jalan utama sampai nanti mentok ketemu pertigaan besar kemudian belok ke kiri lagi, lalu setelah belak-belok melewati beberapa jembatan (saking banyaknya bertanya saya malah jadi lupa apa saja ya tadi patokannya huehehe…) singkat kata saya pun akhirnya tiba di pertigaan yang pada papan penunjuk arahnya menunjukkan nama Jalan Ngluwar (akhirnya ketemu juga ini jalan), dari sini daripada mumet lebih baik kalian bertanya saja kepada penduduk sekitar kemana arah menuju Desa Baturono atau lokasi sawah bunga matahari, mayoritas masyarakat diwilayah ini langsung paham kok dengan yang kalian maksud, dan dari yang katanya googlemaps jaraknya dari kediaman saya sekitar 31km ternyata eh ternyata begitu saya sampai di lokasi sawah bunga matahari Baturono angka di cyclocomp sepeda saya menunjukkan angka 48km (aih-aih nyasarnya banyak banget ya sekitar 17km, pantesan cape :P)


Karena hari ini adalah weekend dan bertepatan pula dengan long weekend libur Imlek pada hari Jumat kemarin, maka suasana di lokasi Sawah Bunga Matahari ini terlihat ramai oleh pengunjung yang ingin berfoto di tengah hamparan bunga matahari (ternyata banyak juga ya jumlah orang narsis di Indonesia), kendaraan-kendaraan para pengunjung tampak di parkir disepanjang sisi jalan. Selain ramai oleh pengunjung, suasana disekitar lokasi ini juga dipadati oleh para penjual jajanan jadi kalian tidak perlu kuatir kelaparan (tapi bagi saya kalau hanya makan jajanan mah kurang nampol, rasanya cuma numpang lewat, sayangnya disini belum ada warung nasi, prinsip saya kalau jajan yang penting harus wareg alias kenyang)



Berikut ini sedikit info bagi kalian yang ingin berkunjung ke Sawah Bunga Matahari di wilayah Baturono ini :
- Alamat lengkap lokasi Sawah Bunga Matahari ini berada di Dusun Kradenan Kalikuning, Desa Baturono, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah
- Tariff retribusi parkir motor = Rp 2.000,-
- Tariff retribusi parkir mobil = Rp 5.000,-
- Tiket masuk sebesar 5 ribu rupiah/orang (dibawah usia 3 tahun gratis)
- Denda jika kalian merusak tanaman bunga matahari baik itu disengaja/ tidak sebesar 50 ribu rupiah (makanya hati-hati ya)
- Jika kalian ingin membeli tanaman bunga matahari ini kalian tinggal merogoh kocek sebesar 25 ribu rupiah
- Jam buka operasional lokasi ini yaitu jam 08.00 – 18.00 WIB
- Dilarang membawa masuk hewan peliharaan




Setelah membayar tiket masuk sebesar 5 ribu rupiah saya pun kemudian memasuki lokasi Sawah Bunga Matahari ini. Oya sebenarnya nama resmi dari tempat ini adalah Taman Dewari (begitu yang tertera di tiket masuk), namun secara pribadi saya lebih suka menyebut tempat ini dengan sebutan Sawah Bunga Matahari Baturono dengan beberapa pertimbangan antara lain jika disebut taman rasanya kurang pas karena di tempat ini tidak disediakan fasilitas apapun seperti bangku-bangku ataupun sarana penghias yang lazimnya ditemukan pada sebuah taman, kemudian jika disebut kebun bunga matahari pun rasanya juga masih kurang pas karena alasannya kurang lebih hampir sama dengan penyebutan taman, nah penyebutan Sawah Bunga Matahari menurut saya terasa lebih pas karena selain lokasinya berada diantara hamparan persawahan, tata letak pengaturan tanaman bunga matahari disinipun tak ubahnya seperti tempat pembibitan dan budidaya agrowisata tanaman bunga matahari, ditambah lagi disini juga tidak disediakan fasilitas atau sarana penghias layaknya sebuah taman






Taman Dewari atau Sawah Bunga Matahari Baturono ini secara resmi dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10 Februari 2018 lalu atau 1 minggu sebelum Hari Raya Imlek, sebelumnya tempat ini dibiarkan bebas begitu saja dan tidak dikelola sehingga siapapun bisa memasuki tempat ini secara gratis, namun sifat jelek masyarakat kita dengan hal-hal yang berbau gratis adalah kurangnya kesadaran untuk menjaga kelestarian tempat, sehingga tak jarang ditemukan beberapa tanaman bunga matahari yang patah, rusak ataupun hilang, belum lagi dengan sampah-sampah sisa makanan dan minuman pengunjung, maka dari itulah kini atas prakarsa dan kreativitas warga sekitar tempat ini mulai dikelola secara profesional oleh warga, dan dengan cara seperti ini pada akhirnya memberikan efek positif dimana seluruh elemen masyarakat sekitar yang dilibatkan lambat laun belajar menjadi kelompok sadar wisata, dan untuk para pengunjung yang datang pun kini mereka juga mulai belajar untuk menikmati sebuah obyek wisata dengan cara yang bertanggung jawab

Menurut sang pemilik, Beta Zanial Amirin (31), Taman Dewari lahir dari kegemarannya berburu spot selfie bersama keluarganya di berbagai daerah. Hingga akhirnya tercetuslah ide untuk membuat spot foto sendiri di lahan atau ladang milik keluarga. Ia kemudian mengubah ladang cabai menjadi Taman Bunga Matahari. Dia membeli ribuan bibit bunga ini di daerah Tangerang dan mulai menaman sejak bulan November 2017.

Menurut Beta, tanaman bunga matahari dipilih karena termasuk tanaman yang mudah dirawat. Cukup disiram air, diberi pupuk dan disiangi rumput atau tanaman liarnya.Dan tidak butuh waktu lama, kira-kira pada Januari 2017, tanaman pun mulai berbunga.

"Kami tanam sekitar 8.000 pohon, dengan luasan lahan sekitar 2.800 meter persegi. Untuk tanaman cadangan, ada sekitar 2.000 bibit pohon. Semula ladang ini untuk menaman cabai dan padi seperti ladang di sekitarnya," jelas karyawan sebuah BUMN di Yogyakarta itu.

Berbeda dengan jenis tanaman bunga lainnya, fisik tanaman bunga matahari relatif lebih kuat, tidak mudah patah dan terinjak-injak. Sehingga risiko rusaknya lebih kecil. Meskipun masa mekar bunga hanya beberapa pekan saja.

"Memang kami belum tahu pasti mekarnya berapa lama, ini baru pertama kali mekar. Beberapa pekan ke depan mungkin masih mekar. Yang pasti tanaman bunga Matahari memiliki ketahanan fisik kuat, tingginya juga setara dengan tinggi orang jadi tidak gampang diinjak-injak," urai Beta. Menurut Beta, ketahanan bunga bisa lebih lama bila musim kemarau. Sebab hujan lebat yang mengguyur Magelang belakangan ini ternyata menyebabkan beberapa bunga cepat layu.

Nama Dewari sendiri diambil dari nama belakang anak semata wayangnya, Kairavi Isvara Zan Dewari. Konsep taman ini juga telah mendapat respon positif dari masyarakat dan Pemerintah Desa Baturono.

Ada belasan warga setempat yang ikut mengelola taman Dewari, ada yang bertugas menjaga pintu tiket, parkir dan petugas yang mengawasi di dalam taman. "Motivasi kami memang ingin mengembangkan potensi destinasi wisata baru di Magelang. Syukur-syukur menjadi lahan pekerjaan baru bagi warga, selain tetap mempertahankan pertaniannya," ucap Beta





Setelah puas berkeliling dan mendokumentasikan pemandangan Sawah Bunga Matahari Baturono ini kini saatnya untuk pulang kembali ke Jogja, lewat mana ya enaknya? Kalau lewat rute saat berangkat tadi berarti bakal tambah jauh dan muter-muter donk, ya sudah kali ini mencoba rute yang berbeda (tadi pas nanya sama salah satu petugas parkirnya katanya tinggal ikuti jalan utama saja nanti nembusnya ke Jalan Jogja-Magelang kok)

Sedang enak-enaknya mengikuti jalan utama eh tiba-tiba jalanan didepan ditutup karena sedang digunakan acara melayat (pertanda rute pulang pasti bakal nyasar dan banyak nanya lagi) akhirnya saya pun berbelok ke kiri, masuk ke salah satu gang, logikanya sih harusnya ini gang paling bentuknya kotak mengitari perumahan dan bisa nembus ke jalan utama lagi, tapi karena ternyata gangnya belok-belok akhirnya saya pun kehilangan orientasi arah atau dengan kata lain saya nyasar lagi, sepertinya tersesat adalah keahlian utama saya dari dulu hehe

Akhirnya trik “GPS” alias gunakan penduduk sekitar pun saya pakai lagi, dan setelah bertanya sana-sini akhirnya saya bisa menemukan jalan “yang katanya tinggal lurus doang ntar nembus ke Jalan Jogja-Magelang”, tapi karena cuaca yang puanass poll maklum pas tengah hari cuy, malah membuat dengkul jadi ngadat, sambil mengayuh perlahan saya pun berkata dalam hati pokoknya kalau ada warung makanan berhenti dulu ah, lapeerr dan haus, mana ini jalan sepi banget pula, disepanjang sisi jalan yang ada hanya sawah, untunglah tak berapa lama kemudian nampaklah sebuah warung kecil, akhirnya ada oase

Sambil beristirahat dan memesan segelas es teh saya pun menanyakan harga gorengan dan roti yang dijual diwarung tersebut, Alhamdulillahnya ternyata semua harganya tergolong murah ahaayyyy senangnya dompetku, segelas es teh dihargai seribu rupiah (akhirnya saya pun nambah jadi dua gelas), dan untuk berjaga-jaga jika nanti kelaperan diperjalanan saya pun akhirnya membeli 3 buah roti (masing-masing seharga seribu rupiah) serta 2 buah gorengan (masing-masing seharga 500 rupiah)

Saat sedang menyusuri “jalan yang katanya tinggal lurus doang ini” tiba-tiba malah bertemu percabangan jalan, nah lho ini lurusnya ikut yang kiri atau kanan? Untungnya ada ibu-ibu bawa motor (bukan tipe yang sein kanan tapi belok kiri) sedang lewat, saya pun akhirnya bertanya arah kepada beliau dan dia memberi arahan untuk mengikuti jalan yang ke kanan dan lurus saja nanti tembusnya ke Jalan Jogja-Magelang (dalam hati sih saya ga yakin, palingan nanti ketemu percabangan lagi), dan benar saja tidak berapa lama kemudian saya pun kembali menemui percabangan jalan, jalan yang lurus kondisinya rusak parah dan entahlah ini bisa nembus atau malah buntu, sedangkan jalan yang belok ke kiri merupakan jalan yang sepertinya baru dibuat, kondisi jalannya masih berupa beton halus dan dibuat menyeberangi aliran Sungai Serayu, beberapa motor yang berpapasan dengan saya kebanyakan datang dan pergi melalui jalan yang baru ini, saya berpikir bahwa secara logika pengguna motor pasti memilih rute jalan yang bagus dan bisa tembus ke jalan besar, oleh karena itulah akhirnya saya pun mengambil keputusan untuk belok ke kiri melalui jalan yang baru serta menyeberangi aliran Sungai Serayu ini

Saat sedang menyeberang inilah saya melihat diujung jalan yang baru ini tampak beberapa remaja sedang memarkirkan motornya dan asyik berfoto-foto, ada apakah gerangan? Ternyata tepat di bagian ujung jembatan ini pada bagian turap atau dinding jalannya dicat berwarna-warni pada setiap bongkahan batu penyusun turapnya, sehingga menimbulkan ide bagi beberapa orang untuk membuat foto diri yang unik dengan latar belakang yang berwarna-warni ini, wah menarik nih gratis pula hehe


Berkat banyaknya adegan nyasar inilah saya bisa menemukan beberapa spot baru yang mungkin terlihat biasa saja namun dengan sentuhan kreativitas maka spot tersebut bisa dijadikan lokasi atau latar untuk berfoto, dan setelah selesai mendokumentasikan detail yang menarik tersebut kini saatnya melanjutkan perjalanan lagi hingga akhirnya saya pun bisa tembus juga ke ruas Jalan Jogja-Magelang, kalau sudah sampai sini sih mudah, tinggal ambil arah yang menuju ke Jogja saja sampai nanti tiba kembali di flyover Jombor, dan satu lagi keuntungan dari perjalanan pulang kali ini adalah kontur jalannya mayoritas menurun landai, lumayanlah untuk menghemat tenaga, baiklah saatnya kembali pulang untuk kemudian menulis cerita petualangan hari ini, sampai jumpa di petualangan goweswisata.blogspot.co.id berikutnya ya


Oya jadi kapan kalian berencana mengunjungi Sawah Bunga Matahari Baturono atau Taman Dewari ini? jangan lupa masukkan tempat ini sebagai salah satu destinasi wisata liburan kalian ya, dan tetap ingat untuk selalu menjaga kelestarian dan kebersihan dari tempat yang kalian kunjungi, selamat bertualang :)

No comments:

Post a Comment