Tuesday 10 October 2017

CHAPTER 16; KETIKA TRADISIONAL DAN MODERN BERTEMU

Jumat, 8 Januari 2016
Selamat Pagi Kota Denpasar :) Akhirnya sampai juga kami di Kota ini, huff… siapa sangka jika petualangan yang awalnya hanya berupa sebuah ide gila ini pada akhirnya bisa terealisasi juga, bagi kami berdua hal ini terasa lebih istimewa lagi dikarenakan pada dasarnya kami berdua bukanlah seorang pesepeda touring yang kawakan, yah setidaknya hal ini membuktikan bahwa petualangan seperti ini sebenarnya juga bisa dilakukan oleh siapa saja selama ada niat, semangat, kemauan untuk terus belajar, dan usaha yang konsisten untuk mewujudkannya (faktor dana tentunya juga akan menentukan namun hal tersebut bersifat relatif karena tergantung bagaimana kita mengaturnya sesuai gaya perjalanan kita masing-masing).

Baiklah karena hari ini merupakan hari pertama kami berada di Kota Denpasar maka kami pikir lebih baik hari ini kami manfaatkan dengan bersepeda keliling kota saja dulu, ada beberapa alasan mengapa kami memilih untuk bersepeda keliling kota di hari pertama ini, antara lain karena hari ini merupakan Hari Jumat maka bagi saya pribadi tentunya waktu akan terpotong di siang hari untuk melakukan Ibadah Sholat Jumat, selain itu dengan bersepeda keliling kota setidaknya saya dapat belajar memetakan orientasi bentuk kotanya secara fleksibel tanpa bergantung kepada sarana transportasi umum (yang saya yakin pasti hanya akan melalui rute jalan raya utama saja), nah dengan menggunakan sepeda maka daya jelajah kami tentunya bisa menjangkau lokasi-lokasi yang tidak dilalui oleh tranportasi umum tadi.

Oya pada petualangan hari ini kami juga ditemani sekaligus dipandu oleh seorang teman pesepeda asli Bali yang sekaligus juga menjadi si empunya rumah yang kami tempati selama berada di Denpasar ini, yaitu Bli Khrisna, dan salah satu resiko jika memandu kami berdua adalah harap bersabar jika terdengar seruan "eh stop dulu sebentar, mau foto", maklum karena kapan lagi kami punya kesempatan seperti ini, sehingga mumpung kami sekarang sedang berada disini maka setiap ada momen yang unik langsung saja difoto dulu hehe... mungkin itu jugalah yang membuat waktu perjalanan petualangan goweswisata kami menjadi lambat :)

Sambil mengayuh sepeda menyusuri ruas jalan di Kota Denpasar ini saya selalu berpikir dan bertanya dalam hati, mengapa banyak orang, baik lokal maupun mancanegara yang berbondong-bondong selalu menjadikan Pulau Bali sebagai destinasi wisata utama mereka? Apa yang menjadikan Pulau Bali begitu populer dan terkenal hingga sampai ke level Internasional? Jika kita melihat di brosur-brosur wisata tentang Pulau Bali maka kita akan melihat bahwa kebanyakan berisi gambar-gambar keindahan panorama alamnya terutama Pantai dan keunikan budaya tradisionalnya yang hingga kini masih tetap bertahan ditengah derasnya gelombang modernisasi yang melanda Kota-kota besar yang ada di Indonesia, budaya tradisional tersebut seakan mampu melebur dengan modernisasi yang ada dengan baik tanpa saling menghilangkan identitasnya masing-masing, hal yang terjadi justru perpaduan unsur tradisional dan modern tersebut seakan menciptakan suatu identitas tersendiri dimana ketika masyarakat awam luar Bali melihatnya maka mereka akan langsung mengetahui bahwa hal itu merupakan gaya atau identitas dari Masyarakat Pulau Bali, Salah satu contohnya adalah di Kota Denpasar ini yang notabene merupakan salah satu dari Kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia, di Denpasar kita dapat melihat cerminan suasana khas perkotaan yang ditandai dengan banyaknya bangunan bertingkat, pusat-pusat perbelanjaan yang megah, gedung-gedung perkantoran, kemacetan lalu-lintas, dan hal-hal tipikal lainnya layaknya kota besar lain di Indonesia, namun walaupun begitu kita masih dapat mengenali karakter kota ini, bahwa kota ini merupakan kota yang ada di Pulau Bali, berbeda dengan Jakarta yang sudah kehilangan identitas masyarakat asli kotanya (Betawi) dan benar-benar menjelma menjadi bentuk identitas baru masyarakat kota megapolitan.



Dan identitas atau karakter masyarakat Pulau Bali yang tertuang dalam penataan orientasi Kota Denpasar itu sendiri tidak hanya dapat kita lihat dari bentuk fisik semata saja, melainkan ada ambience atau suasana khas yang terbentuk yang secara tidak langsung menegaskan bahwa ini adalah suasana khas Bali, sehingga saat kita berada di Kota Denpasar ini kita tidak akan teringat atau membandingkannya dengan suasana khas perkotaan Kota besar lainnya di Indonesia (bagi saya pribadi ketika saya berada di Denpasar ini saya langsung paham dan tidak membandingkannya dengan suasana kota lain, karena karakter Kota Denpasar ini seakan sudah menegaskan bahwa ini adalah sebuah kota di Pulau Bali, berbeda ketika kami berada di Gempol dan Bangil dimana seketika kami langsung teringat dengan suasana Kota Bekasi dan Tangerang), dan hal ini merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk membangun dan mempertahankan identitas atau karakter asli masyarakat setempat dan kemudian merangkum semua unsur tersebut kedalam penataan sebuah kota besar dimana biasanya hal itu cenderung rentan terhadap gempuran pengaruh budaya luar, namun setidaknya itu bukanlah hal yang tidak mungkin karena Kota Denpasar dan masyarakat Pulau Bali secara keseluruhan telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk tetap memegang teguh tradisi dan budayanya bahkan mampu bersinergi dengan modernisasi yang ada hingga pada akhirnya hal tersebut justru menjadi magnet pesona pariwisata Pulau ini


Tujuan kami yang pertama adalah menuju ke Alun-alun yang berada di titik nol km Kota Denpasar, suasana di Alun-alun ini seperti halnya di Alun-alun kota lainnya sangat ramai karena merupakan ruang terbuka publik, disini suasananya penuh dengan masyarakat yang berolahraga ataupun yang hanya sekedar duduk-duduk saja. Alun-alun yang berada tepat di depan rumah dinas Gubernur Bali ini memang memiliki suasana yang nyaman sebagai tempat berinteraksi antar warganya, dengan jalur pedestrian yang lebar, bersih dan teduh oleh rindangnya pepohonan serta adanya taman bermain untuk anak-anak kecil, jalur batu untuk refleksi kaki, bangku-bangku taman, hingga papan catur berukuran besar menjadikan kota ini mampu untuk memanusiakan warganya melalui penyediaan fasilitas publik yang nyaman dan aman, beberapa pecalang (penjaga keamanan tradisional Bali) juga tampak hilir mudik memantau dan memastikan situasi cukup aman bagi para pengunjung








Puas berkeliling alun-alun kami kemudian lanjut gowes lagi, kali ini tujuannya adalah menuju ke Pantai Kuta yang merupakan salah satu Obyek Wisata Pantai yang paling popular di Pulau Bali, ya wisata pantai memang merupakan salah satu daya tarik Pulau Bali, banyak wisatawan dari seluruh dunia yang datang mengunjungi Pulau Bali ini karena ingin menikmati keindahan pantai-pantainya.

Hanya dengan menyisiri ruas jalan terluar di pulau Bali saja kita sudah dapat melihat keindahan dari pantai-pantai tersebut, mau dimulai dari rute utara maupun selatan semua sama menariknya dengan keunikannya masing-masing, selain pantai sebenarnya Bali juga memiliki wilayah pegunungan dan suasana pedesaan namun sepertinya wilayah pantai masih menjadi alasan dan destinasi utama seseorang ketika berkunjung ke Bali

Untuk menuju ke Pantai Kuta kami hanya tinggal mengikuti Bli Krisna saja yang menjadi pemandu kami, karena dengan rute yang belok-belok membuat kami agak susah mengingat jalannya, tapi tenang saja karena papan petunjuk arah menuju ke Pantai Kuta juga cukup banyak dan mudah untuk diikuti sehingga kalian tidak perlu takut tersesat

Berkeliling Bali seperti ini memang lebih enak dengan menggunakan sepeda atau motor, karena jika kalian menggunakan mobil pribadi maka siap-siap saja untuk terjebak kemacetan, ditambah lagi akses untuk menuju ke beberapa spot wisata harus melalui jalan kecil yang seringkali hanya satu arah


Dan memang sepertinya sangat jarang orang-orang yang ada di Bali beraktivitas dengan berjalan kaki (kebanyakan justru turis asing yang senang berjalan kaki), mayoritas dari mereka lebih senang menggunakan kendaraan pribadi, baik itu mobil maupun motor, hal ini menjadikan kondisi trotoar yang dibuat dengan cukup rapi ini menjadi sia-sia karena jarang digunakan oleh pejalan kaki, kebanyakan trotoar yang ada pada akhirnya malah sudah beralih fungsi dijadikan parkir kendaraan atau tempat berjualan oleh pedagang kaki lima.


Begitu mulai memasuki daerah Pantai Kuta suasananya sudah seperti di Australia karena saking banyaknya turis asing yang berseliweran, beberapa bahkan sambil membawa papan surfing. Cafe, bar, dan tempat penjualan souvenir khas Bali tampak memenuhi dan berderet sepanjang jalan, sayangnya dengan lebar ruas jalan yang tergolong kecil ini terlihat semakin semrawut karena dipinggirnya penuh oleh parkir motor sehingga kendaraan lain yang melalui jalan ini menjadi sedikit tersendat (mungkin akan lebih nyaman jika ruas jalan ini disterilkan dari kendaraan bermotor, dan hanya diperuntukkan untuk pejalan kaki dan pesepeda saja)


Kami juga sempat mengambil foto di lokasi bekas ledakan bom Bali yang dulu sempat menghebohkan dan menarik perhatian dunia dikarenakan banyaknya korban tewas yang berasal negara lain dikarenakan dahsyatnya ledakan tersebut, untuk mengenang peristiwa ledakan bom bali tersebut kini dibuatlah monumen ground zero berisi nama-nama korban tewas beserta asal negara mereka sebagai penghormatan dan pengingat serta berharap peristiwa teror keji tersebut tidak akan pernah terjadi lagi.


Disekitar kawasan ground zero ini juga terdapat kawasan lain yang menjadi magnet para traveler baik lokal maupun manca, terutama bagi mereka yang berbudget rendah atau minim, yaitu kawasan poppies lane, ya kawasan ini tak ubahnya seperti daerah Jalan Jaksa di Jakarta atau Jalan Prawirotaman di Yogyakarta karena biasanya bagi mereka yang mencari penginapan murah meriah di pusat kota Pulau Bali pasti akan langsung menuju ke kawasan ini, dan jika pintar menawar atau sedang beruntung maka penginapan seharga Rp 100.000,- per malam bisa kalian dapatkan disini, lumayan kan apalagi jika mengingat lokasinya yang sangat strategis dan dekat dengan Pantai Kuta

Pantai Kuta, salah satu pantai yang paling populer di Bali karena dengan pasir pantai yang halus serta ombak yang cukup tinggi menjadikan pantai yang paling dekat dengan pusat kota ini menjadi incaran para surfer dan wisatawan pecinta pantai lainnya, untuk masuk ke pantai ini kalian tidak dipungut bayaran alias gratis, kecuali jika kalian ingin menumpang mandi di toilet umum yang tersedia barulah ditarik bayaran. Oya sedikit saran jika kalian berkunjung ke pantai ini namun sedang malas bermain air maka cobalah membawa hammock karena disini ada banyak batang-batang pohon besar yang bisa kalian gunakan untuk memasang hammock, asyik bukan tidur-tiduran di atas hammock sambil dinaungi rimbunnya dedaunan serta semilir angin pantai :)



Mungkin salah satu hal yang sedikit mengganggu di pantai ini adalah kehadiran penjual-penjual souvenir seperti topi, kain Bali, serta penjual jasa pembuatan tattoo yang terkadang cukup memaksa dan terus mengikuti, untunglah kebanyakan dari penjual-penjual tersebut hanya merecoki wisatawan asing, sedangkan untuk wisatawan lokal sepertinya tidak dihiraukan oleh mereka (mungkin karena mereka sudah hapal dengan tabiat wisatawan lokal yang biasanya kalau menawar pasti kebangetan hehe...)


Karena ombak di wilayah Pantai Kuta ini cukup tinggi maka beberapa kali petugas penjaga pantai (life guard) berkeliling memantau dan mengingatkan para wisatawan yang sedang berenang supaya tidak terlalu ke tengah, jika kalian ingin belajar surfing maka pantai ini sangat cocok karena selain ramai, ketinggian dan kuat arusnya pun relatif masih aman untuk pemula




Kami pun tidak berlama-lama di Pantai Kuta karena setelah ini masih ada tujuan lainnya untuk hari ini yaitu daerah Legian dan pantai di Seminyak, dan karena hari ini adalah hari Jum'at maka saya pun mencari Masjid dulu untuk menunaikan ibadah Jum'at
Selepas ibadah Jum'at kini waktunya untuk meneruskan perjalanan, daerah Legian dan pantai di wilayah Seminyak pun menjadi target berikutnya. Oya sebelum ke wilayah Seminyak kami pun sempat ditraktir nasi campur ayam betutu oleh Bli Krisna, katanya kami harus mencoba mencicipi makanan khas Bali ini, terimakasih Bli :) jujur saja ini pertama kalinya bagi kami mencoba ayam betutu, untung saja Bli Krisna sebelumnya mengingatkan kami tentang pedasnya sambal mentah yang disediakan sehingga kami tidak mengambil terlalu banyak, maklum karena di Jawa, terutama wilayah Jogja sambalnya cenderung manis hehe :) kalau tidak diberitahu entahlah mungkin yang ada nantinya kami gowes sambil menahan sakit perut

Di Pantai Seminyak suasananya ternyata lebih "wow" lagi, bukan apa-apa, karakter pantainya sebenarnya hampir mirip dengan Pantai Kuta hanya di Seminyak ombaknya lebih tenang, nah yang bikin "wow" itu karena disini bertebaran Hotel-hotel berkelas dan pastinya bertarif super (mungkin harga sewa kamar dan fasilitasnya per malam sama dengan pengeluaran perjalanan kami sebulan hehe... kapan ya kami dapat sponsor kaya gitu, Amin dulu saja semoga doanya dikabulkan)




Bar dan cafe juga bertebaran di sepanjang pantai ini, jika wisatawan asing kebanyakan memesan bir dingin atau ice juice untuk mengobati dahaganya akibat terik dan panasnya sinar matahari disini, maka bagi kami yang notabene "orang kampung dengan budget terbatas" ini cukuplah dengan sebotol dingin teh javanna yang kami beli di minimarket sebelumnya, memang susah kalau seleranya sudah kadung "ndeso", sekalinya main ke tempat elit pasti bingung nyari tempat yang jual teh atau air mineral dengan harga murah
Di pantai Seminyak ini yang paling menarik untuk dijadikan obyek foto adalah deretan kursi dan payung pantai yang banyak disediakan oleh pemilik Bar (masa iya motretin turis yang sedang berjemur, yang ada malah dapat “tanda tangan” di pipi), asal tahu saja biaya sewa kursi dan payung tersebut berkisar 50 ribuan, sehingga jika kita benar-benar ingin bersantai duduk atau tiduran di kursi tersebut dan dinaungi teduhnya payung sambil memesan sebotol minuman layaknya turis maka setidaknya kita harus merogoh kocek sebesar Rp 200.000,- (jumlah yang cukup berarti bagi traveler irit seperti kami)






Setelah puas berfoto-foto, berjalan menyusuri pantai, serta beristirahat sejenak tahu-tahu jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, hmmm... cepat sekali waktu berlalu padahal matahari masih bersinar dengan terik seperti matahari jam 2 siang WIB, akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali pulang sebelum kesorean.

Sampai jumpa Pantai Seminyak, semoga suatu saat kami bisa kembali berkunjung kesini lagi :)


Kondisi lalu lintas di Bali sepertinya memang sudah terlanjur semrawut sehingga pada akhirnya semua orang menganggap kondisi tersebut merupakan hal yang wajar, tetapi bagi kami berdua rasanya cukup mumet dan jengkel ketika melihat taksi yang suka berhenti mendadak, motor yang naik ke trotoar dan terkadang melawan arah, motor dan mobil yang sangat suka mengklakson seakan tidak mau mengalah atau mengantri, namun inilah dinamika konsekuensi dari pertumbuhan sebuah Kota besar, terlebih kota tersebut telah menjadi destinasi wisata populer sehingga pada akhirnya pembangunan fisik terus digencarkan tanpa memperhatikan atau mengimbanginya dengan pembangunan karakter, etika, dan budi pekerti manusianya. Semoga saja sebelum semuanya terlambat masyarakat disini mulai menyadari ada permasalahan krusial yang sedikit demi sedikit mulai membesar dan mengkristal menjadi faktor kebiasaan yang kedepannya justru akan menjadi problematika bagi masyarakat Bali sendiri

Pengeluaran hari ini :

- Belanja Indomart = Rp 27.000,-

Total = Rp 27.000,-

Total jarak tempuh hari ini : 32,26km

No comments:

Post a Comment