Wednesday 20 September 2017

CHAPTER 14; MENYUSURI RUTE SELATAN BALI (NAGARA-SOKA)

Senin, 4 Januari 2016 – Selasa, 5 Januari 2016
Kali ini selama 2 hari, kami memutuskan untuk sejenak off from the bicycle dan beristirahat total. Selain untuk memulihkan stamina yang masih terasa lelah serta kurang tidur semenjak kami berangkat dari Wongsorejo, kebetulan juga karena bertepatan dengan adanya faktor “M” alias datang bulan yang dialami oleh Agit, oleh karena itulah mumpung disini kami menemukan sebuah penginapan yang harga sewa kamarnya masih terjangkau, maka kami pikir tidak ada salahnya untuk sejenak rehat dan menikmati suasana pedesaan yang ada disekitar penginapan ini.

Denpasar masih sekitar 92km lagi, bagi beberapa orang mungkin jarak sejauh itu bisa ditempuh dalam waktu 1 hari, tetapi karena kami bukanlah atlet atau “goweser sejati”, ditambah lagi dalam rentang jarak 92 km tersebut sebagian besar rutenya terdiri dari tanjakan dan medan yang rolling, maka sebagai langkah antisipasi saya pun mulai mempelajari rute dan membuat titik-titik lokasi yang sekiranya bisa dijadikan tempat beristirahat jika kami merasa lelah, karena kami juga tidak ingin perjalanan ini menjadi suatu hal yang menyiksa diri, toh sejak awal pun kami melakukan perjalanan bersepeda ini karena memang kami berdua yang menginginkannya (bukan karena faktor supaya disukai oleh orang lain yang menginginkan kami untuk melakukannya) oleh karena itu kami mempunyai prinsip untuk sebisa mungkin menikmati perjalanan ini atas dasar suka dan senang, bukan untuk merasa kesal atau terpaksa.

Diluar biaya sewa kamar hotel sebenarnya jumlah pengeluaran per hari kami untuk kebutuhan makan, minum, dan membeli air mineral di Pulau Bali ini hampir sama dengan jumlah pengeluaran per hari kami sewaktu masih berada di Pulau Jawa, setidaknya bayangan kami tentang harga-harga di Pulau Bali yang "menyeramkan isi dompet" sejauh ini tidak terjadi (dan semoga jangan sampai terjadi), pengeluaran harian terbesar justru ada di faktor minuman mengingat cuaca di Bali yang sangat panas dan kontur jalan yang penuh dengan tanjakan

Selain beristirahat, kami juga memanfaatkan waktu dua hari ini untuk merapikan file-file hasil dokumentasi yang kami ambil selama perjalanan dan tidak lupa untuk membuat back upnya, sesekali kami juga berjalan kaki berkeliling sambil mengamati suasana pedesaan yang ada di pinggiran rute Selatan Bali ini. Sejauh ini sepertinya kami juga merupakan tamu hotel terlama yang menyewa kamar disini, karena sejak kami datang hingga sekarang, kebanyakan para tamu lain yang datang ke penginapan ini hanya menyewa kamar dan menginap untuk semalam dan besoknya mereka sudah kembali melanjutkan perjalanan lagi, selain itu kebanyakan tamu yang datang juga merupakan pengemudi mobil box, maka tidak mengherankan jika dalam 1 kamar terdapat dua buah ranjang, sepertinya tipe penginapan ini adalah hotel transit yang diperuntukkan bagi para pengemudi kendaraan box dan co-drivernya, tetapi menurut saya untuk ukuran sebuah penginapan transit yang segmentasi pengunjungnya adalah pengemudi kendaraan niaga, penginapan ini terhitung sangatlah memadai, dengan suasana yang nyaman dan rapi, serta fasilitas kamar mandi dalam dan mendapat sarapan nasi goreng dan teh manis, maka biaya sewa kamar sebesar 75ribu rupiah per malam (bisa untuk dua orang pula), membuat penginapan Hotel Jati yang berada di daerah Nagara ini cukup recommended bagi kalian yang suatu saat sedang traveling ke Pulau Bali :)

Pengeluaran selama dua hari ini :
- 2 porsi nasi soto ayam = Rp 10.000,-
- 2 gelas es teh = Rp 6.000,-
- 1 botol Aqua 1,5L = Rp 6.000,-
- 2 es gula (syrup+susu+cincau) = Rp 6.000,-
- makan malam = Rp 25.000,-

- perpanjangan kamar hotel = Rp 75.000,-
- 2 botol aqua 1,5L = Rp 12.000,-
- 3 gelas es gula = Rp 9.000,-
- 1 roti = Rp 1.000,-
- makan malam = Rp 16.000,-

Total = Rp 166.000,-
=============================================


Rabu, 6 Januari 2016
Setelah beristirahat selama 2 hari memulihkan stamina kini saatnya kami melanjutkan petualangan goweswisata.blogspot.co.id menyusuri rute Selatan Pulau Bali.

Jujur saja sampai detik ini kami masih merasa bingung dengan zona waktu Bali yang mengikuti waktu Indonesia bagian tengah, karena walaupun disini mataharinya terbit lebih awal daripada di Jogja tetapi durasi sinar mataharinya (waktu siangnya) sepertinya bersinar lebih lama, sehingga walaupun jam sudah menunjukkan pukul 6 sore tetapi mataharinya masih bersinar layaknya jam 4 sore, sehingga selama kami bersepeda di Bali ini waktu sepertinya terasa sangat cepat berlalu, tahu-tahu sudah jam 5 sore saja padahal kami merasa baru jam 3 sore (karena saat mengayuh sepeda kami terbiasa berpatokan kepada sinar matahari untuk memprediksi waktu).

Baiklah lanjut lagi, supaya tidak mubazir kali ini kami sengaja berangkat lebih siang, sekitar jam 8 pagi waktu Indonesia bagian tengah, karena di pagi harinya ada layanan menu sarapan gratis berupa nasi goreng dan teh manis hangat dari pihak Hotel Jati yang sayang untuk dilewatkan, lumayanlah untuk menghemat budget sarapan hari ini hehe...

Setelah kenyang sarapan (sebenarnya sih belum kenyang karena porsi nasi gorengnya irit) kami bersiap untuk start gowes lagi. Satu hal yang perlu menjadi catatan tersendiri bagi kami tentang kondisi ruas jalan di Pulau Bali adalah ternyata tidak semua kondisi ruas jalannya bagus (awalnya dalam benak kami, kami mengira karena Bali dikenal sebagai destinasi wisata bertaraf internasional maka kondisi ruas jalannya pasti bagus dan mulus, eh ternyata tidak juga), di sisi kiri jalan kondisinya masih cukup banyak yang bergelombang dan penuh tambalan, sungguh tidak nyaman sama sekali, mirip dengan kondisi ruas jalan di Gempol, selain itu sisi kiri yang diperuntukkan sebagai pembatas dengan tepian jalan juga sangat sempit sehingga susah sekali ketika harus gowes menanjak sambil berdempetan dan diklakson oleh bus, truk, kendaraan pribadi dan motor (entahlah tapi mayoritas kendaraan bermotor yang kami jumpai disini sepertinya merasa dirinya pembalap profesional karena gaya mengemudinya yang ngebut dan sangat suka mengklakson).


Hal lainnya yang menjadi ciri khas Bali dan tidak kami temui di sepanjang perjalanan kami di Pulau Jawa adalah di Bali kalian akan sering melihat anjing-anjing liar, sapi, ukiran serta patung dimana-mana. Bagi kalian yang takut dengan anjing tidak perlu kuatir karena walaupun banyak anjing liar yang berkeliaran di jalan tetapi sepertinya mereka juga takut dengan manusia (atau tadi mereka kabur karena melihat muka-muka kusut kami yang sudah tidak jelas akibat kelelahan menempuh tanjakan hehe...), dan untuk sapi sepertinya karena disini banyak warganya yang memelihara sapi (sama halnya dengan masyarakat di Jawa yang suka memelihara kambing dan ayam, sehingga bisa kita lihat dimana-mana), sedangkan untuk patung dan ukiran, disini bisa kita jumpai dimana saja, mulai dari rumah warga, kantor, tempat ibadah, bahkan hingga di jembatan juga terdapat patung yang diletakkan di bagian ujung-ujungnya dan biasanya setiap pagi selalu diberi sesajen oleh warga disekitarnya

Tanjakan dimana-mana

Kata siapa rute Selatan Pulau Bali itu datar-datar saja? Huff pasti yang mengatakan seperti itu belum pernah menyusuri rute selatan ini dengan bersepeda, karena dari mulai pertama kali kami menginjakkan kaki dan gowes di Bali, hampir selalu kami temui tanjakan, terkadang tanjakannya seperti roller coaster, dan terkadang tanjakan yang menikung, intinya di rute selatan ini tanjakannya cukup banyak (walau mungkin tidak separah tanjakan-tanjakan yang ada di rute Utara Bali) jadi siapkan stamina dan jangan lupa bawa air minum yang banyak mengingat cuaca dan temperatur di Bali sangat panas, jauh lebih panas daripada apa yang kami rasakan sepanjang perjalanan kami di Pulau Jawa



Minimarket seakan menjadi oase bagi kami

Dari mulai Gilimanuk sampai ke Nagara tidak ada satu pun minimarket modern yang kami temui, satu-satunya tempat jika kalian ingin membeli makanan cemilan atau minuman hanyalah di warung-warung kecil milik masyarakat sekitar, di satu sisi kami dapat memaklumi jika tidak ada minimarket modern seperti indomart atau alfamart, karena dikuatirkan dapat mengancam keberadaan warung-warung tradisional serta menurunkan perekonomian masyarakat sekitar, tetapi di sisi lainnya terkadang bagi kami keberadaan minimarket-minimarket modern tersebut juga sangat membantu, terutama dalam hal kepastian harga, maklumlah di beberapa daerah tertentu terkadang ada saja warung-warung tradisional yang memberi harga secara asal hanya karena mereka tahu bahwa kami bukan orang asli daerah tersebut, masih banyak masyarakat yang punya persepsi bahwa semua turis itu pasti kaya karena mereka bisa jalan-jalan ke daerah atau pulau lain

Selain itu jujur saja untuk harga-harga produk keemasan, maka harga-harga di minimarket modern jauh lebih murah serta terjaga kebersihannya, dan jelas masa kadaluarsanya, walau terdengar sepele namun hal tersebut sangat membantu kami dalam mengalokasikan budget selama perjalanan ini.

Di beberapa warung tradisional sering kami jumpai produk-produk makanan dan minuman keemasan ditumpuk-tumpuk hingga berdebu, tak jarang juga terlihat ada beberapa hewan seperti kecoak yang berkeliaran di gudang penyimpanannya, jika kita hanya bertanya, memilih atau membeli dalam jumlah sedikit maka biasanya si penjual langsung mendelik dan memasang muka kesal, namun jika kemudian didekat tempat usahanya tiba-tiba dibangun sebuah minimarket modern yang lebih bersih, lebih nyaman, lebih ramah dan lebih murah maka mereka pun langsung marah dan berdalih bahwa hal tersebut tidak adil karena mengancam perekonomian mereka, padahal sebagai konsumen, kami pun sebenarnya punya hak untuk memilih berbelanja dimanapun bukan? Kenapa mereka (pedagang-pedagang kecil tersebut) tidak memperbaiki kualitas manajemen barang dan pelayanannya saja sehingga konsumen setia mereka tidak akan berpaling, daripada hanya berteriak marah dan menyudutkan minimarket modern dengan alasan tidak pro rakyat kecil (lho saya pun sebagai konsumen juga rakyat kecil toh? Tentu saja saya akan membeli produk yang sama di tempat yang memiliki harga lebih murah, itu kan hak dan pilihan saya)

Oleh karena itulah begitu kami melihat ada papan penanda ada minimarket modern seperti Indomart kami langsung sumringah, akhirnya kami bisa membeli minum dengan harga yang "standar" seperti di Pulau Jawa. Dan sejauh ini sampai kami tiba di daerah Soka ternyata tidak ada minimarket modern lagi yang bisa kami temui

Sebenarnya hari ini kami bisa sampai di daerah Soka pun sudah merupakan prestasi dan keajaiban sendiri, karena di 4km terakhir sebelum memasuki wilayah Pantai Soka ini Agit sudah sangat kelelahan sampai tidak bisa mengayuh dan mendorong sepedanya lagi. Tadinya prediksi saya hari ini adalah sampai wilayah Pekutatan saja namun ternyata ketika kami tiba di wilayah Pekutatan waktu masih menunjukkan sekitar jam 1 siang sehingga kami memutuskan untuk terus lanjut saja, namun ketika jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan kami masih belum dapat menemukan tempat untuk beristirahat sedangkan rasa lelah akibat tanjakan yang semakin menjadi membuat agit sudah kehabisan tenaga pada akhirnya membuat saya berinisiatif untuk berjalan kaki dan mencari tempat yang sekiranya bisa untuk menginap, sepeda saya letakkan di pinggir jalan sembari agit beristirahat dulu. Setelah mencari dan bertanya kesana-kemari hampir semua orang yang saya tanya menyarankan untuk terus lanjut saja sedikit lagi sampai wilayah Pantai Soka karena disitu ada penginapan dan jaraknya kira-kira masih 4km lagi dari tempat kami berhenti.


Sebenarnya 4km merupakan jarak yang tidak terlalu jauh bagi saya, namun bagi agit yang sudah sangat kelelahan maka jarak segitu tentunya akan terasa berat sekali. Tidak jauh dari tempat kami berhenti, beberapa pekerja bangunan yang melihat kami berdua kemudian menawarkan untuk beristirahat sejenak di saung milik mereka. Pak Bayu salah seorang pekerja bangunan disitu mempersilahkan kami duduk-duduk beristirahat dan berteduh dari panasnya terik matahari. Agit yang sudah terlalu lelah tidak dapat banyak berbicara lagi sementara saya berbincang-bincang dengan Pak Bayu dan beberapa pekerja lainnya yang bertanya darimana asal kami dan hendak kemana. Untunglah tepat di samping lokasi kami terdapat tempat cuci mobil (yang otomatis pasti mempunyai toilet), Agit pun saya suruh untuk minta ijin menumpang mandi saja dulu disitu, setidaknya setelah mandi ia akan merasa segar dan semoga menambah energi untuk melanjutkan sisa perjalanan yang 4km tersebut menuju wilayah Pantai Soka.

Dan akhirnya setelah menempuh perjalanan 4km yang berliku penuh tanjakan tersebut sampailah kami di wilayah Pantai Soka dan menemukan penginapan Hotel Kita yang untungnya masih tersedia kamar kosong dengan budget "sedikit lebih mahal dari Hotel Jati tempat kami menginap sebelumnya", namun untuk ukuran sebuah penginapan di Bali setidaknya tempat ini masih terjangkau dengan budget kami. Setelah membayar biaya sewa dan unpacking semua barang kemudian mandi kini waktunya bagi kami untuk beristirahat menyiapkan stamina untuk besok lanjut lagi menuju Denpasar. Selamat beristirahat :)


Pengeluaran hari ini :
- 2 botol aqua 1,5L = Rp 12.000,-
- 3 buah naga = Rp 13.000,-
- 2 gelas es campur = Rp 5.000,-
- cemilan = Rp 1.500,-
- 2 botol teh javana = Rp 6.000,-
- 1 botol aqua 1,5L = Rp 4.800,-
- 2 porsi nasi telor = Rp 20.000,-
- 4 gelas es teh = Rp 12.000,-
- 4 roti = Rp 4.000,-
- penginapan 1 hari Hotel Kita = Rp 100.000,-

Total = Rp 178.300,-

Total jarak tempuh hari ini : 54,65km

No comments:

Post a Comment