Wednesday 24 August 2022

TAMAN TEMPURAN CIKAL

Postingan kali ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari postingan petualangan goweswisata sebelumnya (Bukit Pangol), jadi begini ceritanya 🙂.


Setelah selesai berkeliling melihat-lihat dan mendokumentasikan view dari atas Puncak Bukit Pangol, rencana awalnya sih sebenarnya kembali pulang kerumah, tapi pulangnya lewat rute berbeda dengan rute sewaktu berangkat tadi, karena menurut informasi dari warga, sebenarnya rute yang satu lagi ini bisa tembus ke arah jalan baru Industri Piyungan yang belum jadi (memang sih dari atas Puncak Bukit Pangol tadi saya bisa melihat ruas jalan baru Industri Piyungan dan Jembatan Pasar Kebon Empring), jadi yuk lah kita coba saja.


Dari akses masuk Bukit Pangol yang ada disamping Masjid tadi sekarang kita tinggal ikuti jalan yang menurun saja, nanti tembusnya pas disamping jalan baru Industri Piyungan yang belum selesai, nah sesampainya diujung jalan baru tersebut kalian tinggal ikuti jalan tanah saja melewati area persawahan (hati-hati karena ada beberapa titik tanah yang becek dan licin serta bekas kendaraan motor), jalurnya sendiri sebenarnya cukup asyik untuk dilalui dengan sepeda XC, namun entahlah sampai kapan jalur ini tetap ada karena kemungkinan kedepannya jalur ini akan menjadi akses sambungan dari Jalan Baru Industri Piyungan, jadi mumpung saat ini jalur XC nya masih ada ya sudah kita nikmati saja dulu.


Panjang jalur tanah ini kira-kira sekitar 1-2km, sesekali juga masih sering dilewati oleh kendaraan roda dua milik warga yang hendak menuju kesawahnya, saya pun sempat beberapa kali berpapasan dengan motor warga yang mengangkut peralatan pertanian dan gulungan rumput, dan diakhir ujung jalan tanah ini ternyata tembus ke sebuah Pabrik (saya lupa itu Pabrik apa, yang pasti ada kata-kata “Internasional”nya ) mungkin semacam pabrik pengolahan limbah atau lainnya.


Tak jauh dari Pabrik tersebut nanti kalian akan bertemu pertigaan, jika ke kanan maka kalian akan melihat jembatan kali opak, tepat disisi sebelum jembatan tersebut tak sengaja saya melihat ada semacam Gerbang estetik yang sepertinya merupakan akses masuk menuju sebuah lokasi wisata, dibagian atas Gerbang tersebut tertera nama Taman Tempuran Cikal, sepertinya menarik juga untuk dikunjungi dan berhubung waktu juga belum terlalu siang jadi mending kita sekalian sajalah mampir melihat-lihat tempat ini.



Taman Tempuran Cikal, tepatnya berada di Dusun Cikal, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Propinsi DI Yogyakarta. (googlemaps “Taman Tempuran Cikal”) Tempat ini sebenarnya memiliki konsep yang tak jauh berbeda dengan spot wisata lainnya yang berada disepanjang aliran Sungai Opak, yaitu memanfaatkan potensi wisata aliran sungai menjadi sebuah tempat kumpul-kumpul atau gathering, kuliner, susur sungai dengan perahu atau kano, outbond, arena permainan tradisional anak, spot istirahat seperti gazebo, fasilitas toilet umum, panggung acara, pendopo, dan area parkir kendaraan yang cukup luas.



Nama Tempuran sendiri diambil dari peristiwa pertemuan 2 aliran sungai yang ada dilokasi ini, yaitu Sungai Gawe dan Sungai Opak. Tempat ini sendiri sebenarnya cukup asyik dan strategis dengan akses pencapaian yang cukup mudah dari Jalan Jogja-Wonosari, suasana disekitar tempat ini juga cukup teduh dengan naungan pepohonan bamboo (pring), sekilas hampir mirip dengan Pasar Kebon Empring, namun entah mengapa sepertinya tempat ini kurang populer jika dibandingkan dengan spot wisata sejenis lainnya yang jaraknya berdekatan dengan tempat ini, yaitu Pasar Kebon Empring dan Gerbang Banyu Langit berdasarkan keramaian jumlah pengunjungnya.




Sepertinya tantangan dalam membuat sebuah spot wisata seperti ini selain dalam hal penyediaan lahan, akses pencapaian, dan pengadaan fasilitas pendukung adalah dalam hal ,mempromosikan tempat tersebut kepada khalayak luas, atau bagaimana cara publikasinya? Hal seperti inilah yang terkadang luput atau kurang diperhatikan oleh pihak pengelola tempat, padahal diera serba digital seperti sekarang ini seharusnya hal tersebut lebih mudah karena kita bisa memperkenalkan sebuah tempat dengan cepat hanya melalui pengoptimalan sosial media, baik itu akun sosmed milik pengelola resmi maupun melalui akun sosial media dari pihak lain seperti pengunjung atau dengan cara merangkul komunitas lokal (biasanya komunitas sepeda) karena biasanya para pesepeda selalu mencari lokasi-lokasi baru yang unik untuk berswafoto untuk kemudian mengunggahnya di akun sosial media mereka masing-masing, sehingga secara tidak langsung tentunya hal tersebut dapat saling bersinergi menjadi semacam simbiosis mutualisme dalam hal publikasi sebuah spot wisata baru.





Begitupun setelah tempat tersebut mulai dikenal publik maka tahapan berikutnya pastinya akan lebih sulit lagi yaitu bagaimana membuat tempat wisata tersebut dapat tetap bertahan ditengah persaingan munculnya spot-spot wisata baru lainnya, nah hal ini tentunya menjadi tanggung jawab dan partisipasi dari pihak pengelola dan stakeholder untuk membuat ciri khas atau karakter dari lokasi tersebut seperti pengadaan spot swafoto yang unik yang menjadi icon lokasi tersebut atau dengan cara rutin menggelar acara ditempat tersebut.


Terkadang menurut pengalaman saya pribadi setelah banyak mendatangi spot-spot wisata baik itu yang baru atau sedang dibangun hingga yang sudah jadi sekalipun tak jarang seiring waktu berlalu hanya beberapa dari spot-spot wisata tersebut yang dapat tetap bertahan terawat dan terus ramai oleh pengunjung, tidak semuanya dapat bertahan, beberapa bahkan ada yang kini kondisinya sudah terbengkalai, fasilitasnya mulai rusak serta tidak terawat dan mulai dilupakan padahal dulunya sempat viral. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, sehingga sangat disayangkan jika tempat-tempat seperti ini tidak berbenah karena seharusnya spot-spot seperti ini bisa menjadi alternatif pilihan wisata bagi wisatawan yang ingin membuat acara gathering maupun sekedar membutuhkan tempat untuk refreshing.


Semoga kedepannya tempat-tempat wisata seperti ini yang masih dalam proses pembangunan maupun yang sudah jadi bisa tetap bertahan dan dapat menjadi aset bagi warga sekitar lokasi dalam peningkatan pemberdayaan lingkungan, ekonomi, dan sumberdaya manusianya menjadi kelompok masyarakat sadar wisata, karena Yogyakarta sendiri selain sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, juga dikenal sebagai gudangnya pariwisata yang menjadi magnet wisatawan.

No comments:

Post a Comment