Saturday 31 March 2018

CHAPTER 32; PANTAI AMAHAMI DAN PANTAI LAWATA

Jika pada chapter sebelumnya kami telah berkeliling menjelajah mencoba mencari keunikan yang dimiliki Kota Bima, maka selama seharian ini hingga 4 hari kedepan (09/02/2016 – 12/02/2016) kegiatan kami lebih banyak dihabiskan dengan menyusun dan mengatur ulang jadwal serta rute untuk perjalanan kami berikutnya

Disini kami dihadapkan dengan beberapa pilihan destinasi, antara lain kami bisa meneruskan perjalanan ke arah Timur melalui Sape untuk selanjutnya menyeberang menuju Labuan Bajo dan Flores, atau kami bisa sedikit turun ke arah Selatan dengan menyeberang menuju Pulau Sumba, atau malah bisa juga kearah Utara menuju Sulawesi dengan menyeberang menggunakan Kapal Pelni. Semua pilihan destinasi ini masing-masing memiliki nilai plus dan minusnya sendiri, oleh karena itu kami harus cermat mempelajari kelebihan serta kekurangan dari masing-masing destinasi tersebut yang mana pastinya kami juga harus menyesuaikan dengan budget anggaran perjalanan ini

Disatu sisi perjalanan yang semakin menuju ke arah Timur pastinya menawarkan keindahan panorama alam yang eksotis dan masih alami, namun konsekuensinya medan yang dihadapi pasti akan lebih berat dan sunyi, sehingga lagi-lagi faktor mental yang akan lebih banyak diuji, begitu pun jika kami menuju ke arah Selatan yaitu Pulau Sumba, kondisinya bisa dipastikan tidak akan jauh berbeda. Sebenarnya untuk faktor kondisi medan secara fisik tidaklah jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah kami lalui sebelumnya, semua tanjakan pastinya akan terasa berat dan adegan mendorong sepeda pasti akan terus terjadi berulang-ulang, yang membedakan dan membuatnya terasa berat adalah suasana sepi dan minim perkampungan sehingga rasanya jarak yang harus ditempuh menjadi semakin jauh saja, apalagi bagi kami berdua yang lahir dan besar di lingkungan suasana perkotaan yang ramai, dimana hampir setiap bagian sudut kotanya selalu penuh sesak terisi oleh hunian, dimana hampir setiap 100 meter selalu ditemui minimarket Ind*m*rt dan Alf*m*rt yang berdiri berdampingan, maka ketika sekarang kami dihadapkan pada kondisi lingkungan yang sunyi, minim perkampungan, minim warung, dimana sepanjang perjalanan kami lebih banyak menjumpai sapi, kambing, dan kuda daripada berjumpa dengan manusianya di saat itulah mendadak alam bawah sadar kami mulai merindukan “peradaban kota besar” dengan segala hiruk pikuk dan kebisingannya, padahal ketika kami masih tinggal di kota besar terkadang kami malah menghindari semua itu dan justru mencari rute yang meminimalkan atau tidak bersinggungan dengan arus kendaraan bermotor, aneh tapi nyata terkadang suatu hal yang dulunya sering dihindari kini tiba-tiba mulai dirindukan dikala semua hal tersebut telah hilang.

Akhirnya setelah menimbang dan berdiskusi, kami pun memutuskan untuk meneruskan perjalanan menuju ke arah Utara, tepatnya petualangan kami berikutnya adalah menyeberang menuju ke Pulau Sulawesi

Ada beberapa hal yang membuat kami berdua memutuskan untuk menuju ke Sulawesi, antara lain karena Sulawesi terkenal dengan keindahan pantai-pantainya, selain itu di Sulawesi sendiri suasananya juga tidaklah terlalu sunyi karena disini terdapat Kota Makassar yang merupakan salah satu dari 5 Kota Besar yang ada di Indonesia, sehingga bisa dipastikan bahwa setidaknya kami bisa melepaskan rasa rindu terhadap suasana khas perkotaan dengan segala kebisingan dan kepadatannya

Untuk menuju ke Pulau Sulawesi kami pun mulai mencari info seputar jadwal penyeberangan kapal Pelni yang berangkat dari Pelabuhan Bima, untungnya kantor Pelni yang ada di Kota Bima ini berada tidak terlalu jauh dari kediaman Mbak Henni, kami pun langsung menuju ke kantor Pelni untuk bertanya-tanya sekaligus memesan tiket penyeberangannya.

Berdasarkan jadwal penyeberangan bulan ini yang tertera di papan informasi kantor Pelni, setidaknya ada dua kali penyeberangan yang dilakukan dari Pelabuhan Bima yang menuju ke Sulawesi, pilihan tujuannya bisa kalian pilih mau berhenti di Kota Makassar atau kalian bisa berhenti dan turun di Bau-bau, kami pun memilih pemberhentian yang berada di Kota Makassar

Harga tiket penyeberangan Kapal Pelni dari Pelabuhan Bima menuju ke Kota Makassar (Februari 2016) sebesar Rp 210.000,-/orang, sedangkan untuk sepeda dan bagasi dikenakan biaya sebesar Rp 300.000,-/ sepeda (lebih mahal tiket untuk sepedanya daripada untuk orangnya), sehingga untuk penyeberangan kali ini kami menghabiskan biaya sebesar Rp 1.020.000,- (rekor biaya penyeberangan termahal sepanjang perjalanan kami, karena kami harus membeli 2 tiket untuk orangnya, dan 2 tiket lagi untuk sepeda serta bagasinya), dengan pengeluaran sebesar ini berarti kami harus memperketat budget di perjalanan berikutnya, oya kami memilih menyeberang menggunakan jadwal kapal yang pertama yang rencananya akan berangkat sekitar 1 minggu lagi, sambil menunggu jadwal keberangkatan yang masih 1 minggu lagi itu enaknya ngapain ya? Biar tidak bosan lebih baik kami mencoba seru-seruan saja di Kota Bima ini, kira-kira ada destinasi unik apa lagi ya di Kota ini, yuk kita come on let’s find out

Pengeluaran hari ini :

- 2 tiket Pelni Bima-Makassar = Rp 420.000
- 2 tiket Pelni untuk sepeda+bagasi = Rp 600.000,-
- belanja pakaian = Rp 95.000,-
- 4 minuman gelas = Rp 4.000,-

- pulsa internet = Rp 55.000,-
- minuman gelas = Rp 5.000,-
- belanja swalayan = 24.500,-

- pos = Rp 66.000,-
- belanja swalayan = Rp 29.000,-

Total = Rp 1.119.000,-
===================================================

Akhirnya di hari ke 59 perjalanan kami (Sabtu,13 Februari 2016) kami pun mencoba untuk bersepeda keliling Kota Bima dengan melihat suasana di Pelabuhan Bima, tempat dimana nantinya kami akan berangkat menuju ke Sulawesi dari Pelabuhan ini, setelah itu kami kemudian menuju ke Pantai Amahami yang berada tidak jauh dari gerbang batas Kota Bima

Di Pantai Amahami ini jangan harap kalian bisa berenang atau bermain pasir di bibir pantainya layaknya pantai-pantai yang biasa kalian temui, karena di sepanjang garis pantai ini sama sekali tidak memiliki pasir di bibir pantainya, jadi di bagian bibir pantainya langsung berbatasan dengan turap pembatas

Walaupun tidak memiliki pasir pada bibir pantainya namun sebenarnya pantai ini memiliki air yang lumayan jernih lho, disini kalian bisa melihat barisan ikan-ikan kecil yang berenang atau bersembunyi di karang-karang dekat dinding turap pembatas sehingga tempat ini cocok untuk kegiatan memancing atau mencari ikan.


Namun sayangnya banyak dari pengunjung pantai ini yang masih belum memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dari tempat ini, di beberapa titik masih sering kita dapati sampah-sampah sisa makanan yang dibuang sembarangan, padahal disekitar area ini terdapat banyak tempat sampah, nah jika kalian berkunjung ke tempat ini jangan malas untuk membuang sisa sampah kalian pada tempatnya ya, yaitu di tong sampah, bukan di air laut ataupun diselipkan di pojok-pojok turap, jadilah traveler yang smart dan beretika, setuju?


Suasana di sekitar Pantai dan Taman Amahami, tidak ada kemacetan lazimnya sebuah obyek wisata


Perahu nelayan yang sedang mencari ikan



Suasananya cocok untuk mencari ketenangan dan melepas stress


Kalau kondisi perairan sedang tenang kalian juga bisa menyewa perahu nelayan untuk menuju ke pulau yang berada tengahnya (kalau tidak salah namanya Pulau Kambing)



Jika terus menyusuri garis pantai ini maka kalian akan tiba di Pantai Lawata yang suasananya lebih ramai karena disana telah disediakan fasilitas-fasilitas hiburan seperti perahu bebek dan taman bermain serta gazebo-gazebo untuk beristirahat



Kota Bima memang indah dan seperti julukannya yaitu Kota Tepian Air maka disini kalian bisa menikmati suasana pantai atau menyusuri garis pantainya. Walaupun tempat ini merupakan salah satu wilayah kota yang terbilang cukup ramai dan besar di Pulau Sumbawa secara keseluruhan, namun di Kota Bima ini juga masih terdapat banyak beberapa spot wisata alam yang masih alami dan belum rusak oleh eksploitasi atau modernisasi pembangunan, jadi disini kalian bisa memilih mau berwisata alam yang alami ataukah mau menikmati keramaian dan fasilitas perkotaan seperti area perniagaan dan kuliner, untuk sekedar hangout tidak perlu bingung karena ruang terbuka publik juga ada yaitu di Alun-alun Kota, mau berwisata budaya juga lengkap karena di sini kalian bisa melihat kegiatan pacuan kuda dimana yang menjadi para jokinya adalah anak-anak kecil, yang paling penting apapun kegiatan berwisata kalian tetap ingat untuk menjaga kebersihan, kelestarian tempat serta menghargai budaya masyarakat setempatnya ya

Pengeluaran hari ini :

- belanja swalayan = Rp 41.500,-
- jajan gorengan+minuman = Rp 10.000,-
- baso tusuk = Rp 3.000,-
- gorengan = Rp 6.000,-

Total = Rp 60.500,-

Total jarak tempuh hari ini : 21km

2 comments:

  1. Wih mantap petualangannya mas.. lanjut terus. Tetap semangat

    ReplyDelete
  2. @Namikaze Riyadi: hahaha makasih ya supportnya, selamat membaca dan mengikuti kisah petualangan ga jelas kami berdua ya :D

    ReplyDelete