Monday 21 September 2015

Goa Jepang Surocolo

(12/09/15) Masih dalam rangkaian petualangan goweswisata multiday trip pada post sebelumnya. Kali ini setelah selesai menyusuri pantai-pantai di Selatan Yogyakarta, antara lain Pantai Goa Cemara, Pantai Kuwaru, Pantai Baru, Pantai Pandansimo, dan Pantai Samas, kami pun meneruskan perjalanan ke arah Timur tanpa mengetahui petualangan seperti apa lagikah yang menanti kami di depan sana.

Satu-satunya yang kami tahu hanyalah kami harus menuju ke Kampung Surocolo untuk menemukan tempat beristirahat kami hari ini, karena saat sebelum kami memasuki gerbang loket menuju areal komplek pantai, kami sempat bertanya kira-kira dimanakah lokasi atau tempat yang memungkinkan bagi kami untuk camping atau menginap, dikarenakan petualangan goweswisata kali ini adalah multiday trip sehingga setidaknya kami harus mulai mencari dan menemukan tempat yang aman untuk beristirahat sekaligus bermalam untuk hari ini, dan berbekal informasi yang diperoleh dari petugas penjaga loket, kami disarankan untuk meneruskan perjalanan ke arah timur menuju ke Kampung Surocolo, selain berpredikat sebagai kampung wisata, disana juga terdapat obyek wisata lainnya yang bisa kami kunjungi berupa Goa Jepang dan gardu pandang. Oleh karena itulah maka setelah puas bermain-main di Pantai, saatnya kami meneruskan perjalanan goweswisata ini ke arah Timur sebelum kemalaman.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, walaupun matahari bersinar cukup terik tetapi kali ini panasnya tidak terlalu menyengat, entahlah tetapi yang kami rasakan justru sebaliknya, angin pantai yang berhembus terasa dingin walaupun keadaan di sekitarnya terlihat kering.

Tantangan yang terasa berat bagi kami kali ini justru adalah faktor angin yang bertiup sangat kencang dari arah samping dan depan, untunglah pembagian beban yang merata dari keempat pannier kami masing-masing setidaknya dapat menjaga kayuhan sepeda tidak menjadi limbung terhempas oleh kencangnya tiupan angin, walaupun kontur jalan cenderung flat tetapi tetap saja menghadapi angin dari arah depan rasanya seperti harus mengayuh di medan yang menanjak :)

Perhatikan pepohonan di sisi jalan, setidaknya kalian bisa bayangkan bagaimana kencangnya tiupan angin yang menerpa kami


Beristirahat sejenak karena perjalanan bersepeda kali ini cukup menguras tenaga



Karena rute yang kami pilih kebanyakan melalui jalan alternatif yang terkadang masuk hingga ke perkampungan warga, maka setelah mengisi energi dengan semangkuk soto ayam dan segelas es teh manis, dan tidak lupa bertanya mengenai arah mana yang sebaiknya kami ambil, kami pun kembali melanjutkan perjalanan sampai melintasi jembatan aliran sungai opak yang berada di jalan Parangtritis.

Tepat setelah melintasi jembatan tersebut ada petunjuk arah menuju ke Kampung Wisata Surocolo yang menunjukkan arah ke Timur (belok kiri), kami pun kemudian berbelok mengikuti petunjuk arah tersebut, kira-kira 500 meter setelah itu kondisi jalan mulai sedikit menanjak dan ada percabangan, ketika kami bertanya kepada salah seorang warga yang lewat, kemana arah menuju ke Surocolo ia pun menjawab ikuti saja jalan yang belok ke kanan kira-kira 2 km, sebenarnya jika hanya tinggal berjarak 2 km saja tidak ada masalah bagi kami, nah yang menjadi tantangan berikutnya adalah ternyata kontur jalan yang katanya hanya sekitar 2km saja itu menanjak curam, baiklah tidak ada pilihan lain selain harus menuntun sepeda yang fully loaded ini sampai ke atas, semangat

Mendorong sepeda yang fully loaded di medan tanjakan dan disertai hembusan angin yang kencang dari arah depan, hmmmm… sebuah kenyataan perjalanan yang harus dihadapi


Makin ke atas bukit ternyata tanjakannya semakin menjadi, akhirnya istirahat sejenak mengumpulkan energi yang tersisa


Setelah mulai terlihat bentuk-bentuk atap rumah perkampungan warga, kami mulai bisa bernapas lega karena akhirnya sampai juga, tinggal mencari sekretariat pengurus (pokdarwis) untuk meminta ijin bermalam dan beristirahat hari ini.

Awalnya kami hanya bertanya dan meminta ijin untuk mendirikan tenda di sekitar sekretariat Pokdarwis supaya tidak merepotkan, namun akhirnya kami malah ditawarkan dan disuruh untuk beristirahat di ruangan sekretariat yang menurut mereka memang sering digunakan oleh beberapa pengunjung untuk beristirahat bahkan bermalam (seperti basecamp), dan keputusan untuk menerima tawaran tersebut merupakan suatu hal yang kami syukuri dan tidak kami sesali, karena ternyata di malam harinya angin bertiup lebih kencang lagi jika dibandingkan perjalanan kami tadi siang, kuatnya tiupan angin bahkan sempat membuat beberapa genteng jatuh (jika saja tadi kami memilih untuk mendirikan tenda entahlah bagaimana nasib tenda-tenda kami, mungkin pengalaman terkena badai sewaktu bikecamping di Pantai Glagah Indah akan terulang kembali)

Shelter kami beristirahat malam ini, setidaknya terlindung dari kuatnya tiupan angin di luar sana, baiklah saatnya mengakhiri petualangan hari ini dengan beristirahat yang nyenyak, selamat malam :)


(13/09/15) Alarm jam weker di ponsel kami berbunyi sekitar pukul 04.30 WIB, saatnya mulai beres-beres dan mandi, rencananya pagi ini kami akan menjelajahi sekitar tempat ini dengan trekking alias berjalan kaki saja.

Suasana di pagi hari kali ini cenderung lebih tenang dan damai jika dibandingkan dengan kemarin malam dimana angin bertiup sangat kencang. Setelah selesai mandi dan merapikan pannier-pannier, serta menitipkan sepeda-sepeda kami di samping sekretariat, maka saatnya trekking (beberapa snack, air minum, dan barang-barang berharga lainnya kami masukkan ke dalam tas carrier untuk dibawa selama perjalanan trekking)

Menurut keterangan warga, kami hanya tinggal berjalan kaki mengikuti jalanan beraspal (dan menanjak) ini sekitar 1,5km



Sampai juga di perempatan dimana terdapat papan informasi mengenai sejarah Goa Jepang serta petunjuk arah menuju lokasi masing-masing Goa yang ternyata berjumlah 18 buah dan tersebar di sekitar lokasi


Kami pun mulai menuju ke lokasi masing-masing Goa Jepang yang ada secara berurutan mengikuti dari nomor terkecil


Goa Jepang sendiri merupakan sebuah pos pengintaian berupa bunker-bunker yang dahulu digunakan oleh tentara Jepang untuk mengawasi kedatangan tentara sekutu. Jepang sendiri menginvasi Indonesia dalam rangkaian propagandanya yang berbunyi Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Bunker-bunker tersebut dibuat dan dibangun di berbagai lokasi di Indonesia, di Yogyakarta sendiri selain di Surocolo, Goa Jepang juga terdapat di Kaliurang dan di Berbah.


Ruangan di dalam bunker Goa Jepang (masing-masing berbeda bentuknya tergantung kepada fungsinya)





Ini sepertinya ruangan yang berfungsi sebagai dapur umum


Perhatikan tembok yang berada didalam lorong


Material batuan penyusunnya serupa dengan batuan stalaktit (glitter jika disinari)


Untuk melihat lebih jelas isi di dalam bunker ada baiknya bagi pengunjung untuk membawa alat penerangan sendiri



View pemandangan di luar dilihat dari balik jendela pengintaian


Bunker-bunker tersebut dibuat menggunakan struktur beton bertulang dan keberadaannya tersamarkan oleh rimbunnya pepohonan yang ada di sekitar lokasi



Tidak jauh dari lokasi keberadaan Goa-goa Jepang tersebut juga ada sebuah lokasi lainnya bernama Puncak Kayangan yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi, karena dari situ kita bisa melihat pemandangan garis pesisir pantai selatan Yogyakarta dari atas ketinggian, dan asyiknya tempat ini juga masih sepi pengunjung sehingga kita bisa puas menikmati pemandangan di sekelilingnya (jangan buang sampah sembarangan dan corat-coret ya)



Pemandangan dan suasana seperti inilah yang terkadang menjadikan tempat ini juga cocok untuk melakukan intropeksi diri (climb this hill not so people can see you, but so you can see the people, the scenery, the world, and the life it self)


Pemandangan pesisir pantai selatan Yogyakarta



Lihat mercusuar dalam foto tersebut? Kemarin kami barusan dari sana dan hari ini kami sudah ada dan berdiri di atas bukit yang sempat kami lihat sewaktu berada di atas mercusuar :)


Setelah selesai melihat satu-persatu Goa Jepang yang ada kami pun beranjak turun kembali menuju sekretariat Pokdarwis dimana kami menitipkan sepeda-sepeda kami. Tidak jauh dari lokasi sekretariat sebenarnya juga ada beberapa obyek lainnya seperti ini



Pohon tua yang sangat besar ukuran batangnya


Dan beberapa Goa kecil lainnya, salah satunya yang sudah dibuka untuk pengunjung adalah Goa Sunan Mas ini



Terimakasih kepada warga sekitar Kampung Surocolo, Pundong, Kabupaten Bantul, DIY ini, khususnya kepada Ibu Yanti selaku pengurus sekretariat Pokdarwis yang sudah berkenan mengizinkan kami beristirahat dan bermalam. Semoga kedepannya obyek-obyek wisata sejarah dan alam yang ada dan tersebar di berbagai pelosok seperti ini semakin berkembang dan mendapat perhatian dari Pemerintah dalam hal pengadaan fasilitas dan publikasinya, sehingga para pengunjung baik wisatawan lokal maupun mancanegara semakin tahu dan mengenal tentang kekayaan dan keberagaman tempat, sejarah, dan budaya di Bumi Nusantara ini.

Lebih daripada itu perjalanan ini juga membuktikan bahwa masih banyak orang-orang baik di dunia ini, jika kamu belum menemukannya maka jadilah salah satunya dan yakinlah bahwa kebaikan yang kamu lakukan akan berputar dan kelak menciptakan perubahan yang lebih baik bagi bumi ini, manusianya, serta alamnya :)

3 comments:

  1. Woh! Jadi penasaran pingin ke sini. Ternyata Goa Jepangnya luas ya. Pikirku hanya seperti Goa Jepang di Berbah.

    ReplyDelete
  2. Awalnya jg sempet mikir ky gitu "ah palingan mirip sama kaya yang di Berbah", ternyata banyak bener disini bunkernya dan ada gardu pandangnya pula, trus ada puncak kayangan. Worth it lah buat dikunjungi :)

    ReplyDelete