Thursday, 28 August 2014

Wildlife Rescue Centre Jogja


"Tempat ini bukanlah Kebun Binatang, dan tidak sama dengan Kebun Binatang", itulah hal pertama yang saya tangkap dan pelajari dari tempat ini, untuk lebih jelasnya baiklah saya akan mundur sedikit dan bercerita bagaimana sampai akhirnya saya bisa sampai ke tempat ini :)

Semua berawal ketika saya sedang iseng googling mengenai lokasi camping yang ada di wilayah Yogyakarta, ketika tanpa sengaja ada salah satu web yang menarik perhatian saya, yang memuat artikel tentang keberadaan sebuah lokasi di Yogyakarta yang mempunyai camping ground sekaligus berfungsi juga sebagai tempat konservasi bagi satwa-satwa langka berkategori dilindungi hasil sitaan perdagangan satwa ilegal, hmmmm...kelihatannya menarik juga jika agenda gowes kali ini sekaligus juga sebagai sarana pembelajaran tentang lingkungan hidup, jika umumnya kata "lingkungan hidup" cenderung berkaitan tentang kebersihan lingkungan, pemeliharaan daerah aliran sungai, reboisasi, dan lainnya, namun usaha pelestarian satwa sepertinya menjadi bagian yang sedikit terlupakan dari berbagai kampanye tentang lingkungan hidup, baiklah saatnya mencari rute menuju kesana

Dari web yang ada saya hanya mendapat alamat tempat tersebut, yang ketika saya coba mapping melalui googlemaps ternyata hasilnya malah membingungkan karena tidak ada hasil pencarian, akhirnya setelah bertanya ke rekan-rekan gowes yang lainnya, mulailah didapat sedikit titik terang petunjuknya kalau lokasi tersebut berada di sebelah barat Kota Jogja, arah menuju Wates-Kulonprogo

Berbekal informasi yang minim tersebut akhirnya saya pun menyiapkan keperluan untuk agenda gowes kali ini yang hanya diikuti berdua saja, yaitu saya dan pasangan saya, Agitya Andiny K. Kami start dari basecamp GowesWisata sekitar pukul 07.00 WIB melalui jalan Kusumanegara kearah barat, terus saja melewati titik nol kilometer Kota Jogja hingga tembus ke Ringroad Barat kemudian ambil kiri arah ke Jalan Jogja-Wates


Situasi di Jalan Jogja-Wates seperti biasa dipenuhi oleh kendaraan pribadi, bus dan truck, sehingga kami harus gowes dengan extra hati-hati. Gowes satu baris di pinggir sisi kiri jalan pun terkadang masih sering juga diklakson oleh para motorist ataupun kendaraan pribadi yang entahlah sepertinya semua pengendara tersebut menjalani hidupnya dengan terburu-buru

Kami terus menyusuri Jalan Jogja-Wates hingga menyeberang jembatan Kulonprogo menuju kearah Sentolo. tiba di pertigaan brimob (yang jika ke kanan menuju arah Kenteng-Nanggulan) kami berhenti sebentar untuk mengisi perut yang mulai lapar, semangkuk soto dan segelas es teh manis seharga 7rb rupiah pun menjadi bahan bakar bagi kami para goweser yang kelaparan ini hehe...

Menuju jembatan Kulonprogo



Diperbatasan Sentolo



Bahan bakar bagi kami, para goweser yang kelaparan


Setelah perut kenyang, kami lanjut gowes lagi menuju arah Barat hingga tiba di pertigaan berikutnya yang berjarak kira-kira 500 meter dari tempat kami berhenti untuk makan tadi, patokannya ada pos polisi kecil di sisi kanan jalan, kami pun berbelok ke kanan, menyeberang rel kereta api dan terus ikuti jalan saja dengan kontur yang turun-naik-turun-naik-naik-naik lagi, tanjakan demi tanjakan yang cukup menguras tenaga akhirnya menjadi tantangan bagi kami untuk menaklukannya, gowes melewati medan tanjakan dengan membawa beban di pannier sekitar 19kg terasa sangat berat namun nikmati saja hehe...

Kalau lihat ini, artinya lokasi masih jauh lagi, semangat :)


Tanjakan dan turunan



Sampai akhirnya kami tiba di sebuah pertigaan, kami kemudian mengambil arah kanan menuju jalan alternatif Kenteng-Nanggulan, tidak jauh dari situ terlihatlah sebuah tulisan penanda bertuliskan Wildlife Rescue Centre Jogja, akhirnya sampai juga kami ke tempat ini :)



Sebelumnya kami sempat merasa "agak kecewa" karena tidak diperbolehkan masuk oleh petugas yang berjaga, karena ternyata syarat atau peraturan jika ingin berkunjung atau melihat-lihat tempat ini haruslah secara rombongan, dengan jumlah rombongan minimal 30 orang dan harus disertai oleh pemandu dari tempat ini dan harus booking terlebih dahulu dengan bagian marketing. Namun setelah semua cerita perjalanan ini nanti usai kami dapat memahami mengapa ada aturan seperti itu, jadi tetap simak terus ya...:)

Antara rasa kecewa dan lelah karena sebelumnya melewati tanjakan demi tanjakan menuju tempat ini, kami pun beristirahat sebentar sembari berpikir kalau kemudian kami memang tidak bisa masuk lalu apa yang bisa kami bagikan atau dapat dari perjalanan gowes kali ini



Untunglah (hehe...kalau orang Indonesia itu harus selalu berpikir positif) kami kemudian bertemu dengan salah seorang Marketing dan Communication Manager dari tempat ini yaitu Mbak Rosalia Setiawati, yang kebetulan menyapa (dan sepertinya bercampur antara rasa heran karena melihat sepeda dan bawaan kami yang seperti orang minggat serta rasa iba melihat muka memelas kami berdua LOL ), akhirnya kami kemudian diperbolehkan untuk masuk melihat-lihat dan dipandu secara langsung olehnya, tetapi harus menunggu setelah ia selesai meeting terlebih dahulu, baiklah tidak masalah jika harus menunggu asalkan perjalanan gowes kali ini ada sesuatu yang bisa kami dapat dan bagikan untuk semua pembaca blog ini

Sekitar jam 1 siang, akhirnya kami berdua dengan dipandu oleh Mbak Rosa mulai berkeliling sekaligus dijelaskan mengenai apapun yang berkaitan dengan tempat ini. Sebelum memulai mini tour ini kami juga diwajibkan memakai masker untuk mengantisipasi penyebaran virus atau bakteri dari pengunjung ataupun hewan, sehingga kondisi harus selalu steril



Mbak Rosa menjelaskan bahwa awalnya tempat ini memang mempunyai Camping Ground tetapi karena sebagian pengunjung bukanlah pecinta alam yang mempunyai kesadaran terhadap lingkungan, maka tidak jarang sampah dan polusi suara menjadi salah satu hal yang membuat kondisi hewan-hewan yang dikonservasi menjadi stress, selain itu beban listrik dan air yang terkadang digunakan oleh pengunjung secara berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menutup biaya operasional yang sebenarnya lebih baik jika diprioritaskan kepada usaha-usaha konservasi satwa tersebut, oleh karena itulah maka fasilitas camping ground pun saat ini ditiadakan. Saat ini selain sebagai tempat konservasi satwa, fasilitas lain yang bisa digunakan adalah area oubond bagi para pelajar atau perusahaan, tempat menginap (tetapi dalam jumlah rombongan, bukan individu, untuk mengantisipasi penyalahgunaan kearah negatif dari fasilitas menginap di tempat ini)

Tempat ini juga menerima donasi dari beberapa individu pecinta lingkungan hidup atau alam, dan bantuan dari kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh beberapa instansi dalam hal pengadaan pakan dan perbaikan maupun pengadaan kandang-kandang bagi satwa. Untuk pengadaan pakan bagi para satwa, tempat ini juga menjalin kerjasama dengan beberapa pihak dengan menerima sayur atau buah-buahan serta juga dari pemberdayaan usaha pertanian masyarakat sekitar


Mencit (anak tikus) untuk pakan reptil



Buaya Muara yang menjadi salah satu reptil yang di konservasi di tempat ini


Untuk satwa-satwa yang berada di balai konservasi ini pun sebagian merupakan kiriman dari hasil penyerahan secara sukarela dari beberapa pihak yang mulai sadar bahwa perbuatan memelihara satwa langka yang dilindungi merupakan bentuk pelanggaran atau ilegal secara hukum, walaupun mereka mengaku merupakan seorang penyayang binatang (dalam hal ini arti kata penyayang binatang tidaklah harus selalu dikaitkan dengan harus memiliki binatang tersebut dan memperlakukannya seperti mainan atau pajangan, inilah pemahaman yang harus diluruskan demi menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian satwa tersebut). Selain hasil penyerahan secara sukarela, beberapa satwa juga didapat dari hasil razia atau penyitaan terhadap perdagangan satwa ilegal yang masuk dalam kategori hewan dilindungi, yang sayangnya beberapa mafia besar yang berada dibelakangnya masih bisa lolos dari jeratan hukum, sehingga perdagangan satwa secara ilegal ini masih sering terjadi, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi (informasi dari para pembaca mengenai perdagangan satwa ilegal yang terjadi sangat dibutuhkan dalam hal ini)

Beruang madu hasil sitaan, yang sejak kecil dipisahkan secara paksa dari induknya dan menjadi korban perdagangan satwa ilegal


Binturong, salah satu hewan nocturnal (aktif dimalam hari)


Beruk (yang lagi-lagi merupakan korban perdagangan satwa ilegal)


Siamang


Kondisi kandang-kandang yang ada, donasi biasanya digunakan untuk perbaikan dan pengadaan kandang-kandang baru



Pepohonan digunakan sebagai barrier terhadap kebisingan, sekaligus menciptakan suasana yang mirip habitat asli para satwa


Terkadang kita di Indonesia sering berteriak atau melakukan demonstrasi terhadap bentuk-bentuk penyiksaan binatang, dan seringkali menganggap bahwa memelihara hewan yang langka dianggap sebagai bentuk prestise yang menunjukkan keekslusifan kelas sosial dari sang empunya dan merupakan kewajaran selama hewan tersebut diberi makan maka bukanlah merupakan suatu masalah. Tetapi justru disitulah letak permasalahannya, karena walau dengan dalih apapun, hewan-hewan tersebut, terutama yang menjadi hewan peliharaan dari sang empunya, sejak kecil telah dilatih secara terus-menerus dan dibentuk perilakunya sedemikian rupa sesuai keinginan sang pemilik, sehingga hewan-hewan tersebut kehilangan insting alami mereka yang tentu saja sangat penting dan dibutuhkan oleh mereka untuk bertahan hidup dialam liar, di habitat mereka yang seharusnya.

Tentu saja menjadi sangatlah aneh (dan menyedihkan) jika kelak anak-cucu kita hanya bisa menyaksikan hewan-hewan tersebut dari gambar-gambar yang ada di buku-buku tentang keragaman fauna Indonesia, ataupun hanya bisa melihat secara langsung satwa-satwa tersebut di balai konservasi dan kebun binatang-kebun binatang yang ada di luar negeri, sedangkan satwa-satwa tersebut awalnya merupakan hewan endemik asli Indonesia

Orangutan (sebagian didapat dari hasil sitaan atas kepemilikan secara ilegal atas satwa berkategori dilindungi)







Kera ekor panjang (yang biasa dieksploitasi untuk topeng monyet)


Owa



Beberapa spesies burung yang dilindungi juga berada di tempat konservasi ini


Saat ini mungkin kita bisa mengatakan dengan bangga bahwa diri kita adalah seorang "penyayang binatang", dengan memelihara berbagai satwa langka dirumah kita, memberinya makan, memandikannya, ataupun mengurusnya. Tetapi kita lupa bahwa walau dalam "sangkar emas" sekalipun mereka tetaplah terpenjara, kehilangan kebebasannya, kehilangan habitatnya, insting alaminya, dan mereka mungkin tidak akan dapat bertahan hidup dalam habitat alaminya karena kehilangan kemampuan survivalnya. Apakah seseorang yang mengaku "penyayang binatang" akan mematikan semua hal-hal tersebut?

Beberapa satwa yang ada di balai konservasi inipun akhirnya terpaksa menjadi permanen residence karena ada beberapa faktor yang tidak memungkinkan mereka untuk dikembalikan ke habitat aslinya, misalnya karena cacat, trauma psikis karena diperlakukan secara kasar oleh pemilik sebelumnya, penyimpangan perilaku karena dipisahkan secara paksa sejak kecil dari induknya, dan kehilangan insting alaminya. Melatih untuk mengembalikan insting tersebut pun bukanlah hal mudah terlebih ditengah kurangnya kesadaran sebagian besar masyarakat terhadap usaha pelestarian satwa langka, sehingga mengandalkan semua permasalahan tersebut kepada satu pihak saja terasa bukan suatu sikap yang adil karena tentunya akan lebih baik jika dilakukan secara partisipatif dan bersama-sama, selain itu di tempat ini juga berusaha supaya kelak satwa-satwa tersebut dapat dilepas atau dikembalikan ke habitat asli mereka, dan berusaha sekuat tenaga supaya satwa-satwa tersebut tidak berakhir dikirim ke kebun binatang dan menjadi satwa display semata

Mungkin memang benar bahwa uang bisa menjadi sumber masalah sekaligus menjadi sebuah solusi, karena faktor uanglah yang membuat satwa-satwa ini mempunyai nilai jual sehingga banyak diburu, kemudian dijual dengan harga murah, dan menjadi nilai prestise sebuah peliharaan. Namun uang juga bisa menjadi sebuah solusi dalam bentuk donasi yang dibutuhkan oleh tempat-tempat konservasi seperti ini dalam penyediaan sarana prasarana dan kelangsungan operasional tempat ini

Bagaimanapun juga selama masih ada tempat-tempat seperti ini serta adanya kepedulian baik dari pihak individu ataupun instansi yang terus mendorong, mensupport, mempublikasikan, menginformasikan segala bentuk bantuan yang dibutuhkan dalam upaya konservasi satwa tersebut, maka setidaknya kita masih punya harapan untuk bisa terus mewariskan dan menceritakan kepada generasi penerus bangsa ini bahwa mereka memiliki Negara dan Tanah Air yang sangat kaya dengan beragam flora dan faunanya, dan tugas merekalah kelak untuk terus menjaga dan melestarikan semua ini

Jika ada diantara para pembaca yang mempunyai informasi seputar perdagangan satwa secara ilegal ataupun melihat satwa dilindungi yang dijadikan sebagai hewan peliharaan oleh masyarakat umum, bisa membantu melaporkan dan menghubungi kami WILDLIFE RESCUE CENTRE

untuk informasi lebih lanjut jika para pembaca ingin membantu usaha konservasi satwa ini, silahkan menghubungi :

WILDLIFE RESCUE CENTRE JOGJA

www.wildliferescuecentre.org/indonesia

Dusun Paingan, Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo-55652, Daerah Istimewa Yogyakarta

Peta menuju lokasi


Contact Person :
Rosalia Setiawati : (Mobile) +62 8526 8029 822
(Office) +62 274 749 3977
E-mail : marcomm@wildliferescuecentre.org

PS : terimakasih kepada Rosalia Setiawati yang berkenan meluangkan waktunya dan memberi kesempatan kepada kami dari goweswisata.blogspot.com untuk berkeliling, melihat, dan mendapat banyak inspirasi dari tempat ini

Wednesday, 20 August 2014

Gear Review : Sulep Bicycle Pannier

Post berikut ini saya buat berdasarkan masukan dari beberapa pembaca blog saya yang terkadang ingin mengetahui bagaimana kualitas dari setiap gear yang saya pakai, baik untuk touring maupun untuk offroad

Terkadang ada beberapa orang yang baru ingin memulai menekuni kegiatan bersepeda (offroad/touring) mengalami kebingungan saat memilih beberapa perlengkapan bersepedanya, mereka takut apakah barang A terlalu mahal, terlalu jelek kualitasnya, atau apapun itu beragam pertanyaan yang menggelayut di benaknya dan membuat ia semakin pusing dan bingung (dan akhirnya tidak jadi bersepeda hehe...)

Oleh karena itulah saya sebagai penikmat bersepeda mulai mencoba membuat kategori post Gear Review sebagai acuan atau minimal sebagai petunjuk dalam memilih berbagai perlengkapan bersepeda yang banyak di jual di pasaran saat ini

Semua review yang saya buat murni berdasarkan hasil pengalaman saya selama menggunakan produk tersebut dan tidak ada campur tangan penilaian dari produsen atau sponsor blog ini, penilaian tersebut juga saya simpulkan berdasarkan harga dan kualitas yang ditawarkan, dan tentunya juga ada beberapa saran atau masukan terhadap produsen untuk semakin menyempurnakan detail finishing pada type produk berikutnya. Baiklah langsung saja saya mulai dengan mereview produk-produk tersebut

SULEP BICYCLE PANNIER


sebagai penghobby touring bersepeda tentunya penggunaan tas pannier menjadi sangatlah penting, karena ketika menempuh perjalanan jauh dan terkadang kita harus menggowes dalam waktu lama dan berhari-hari, maka tidak mungkin (dan sangat tidak disarankan) menggunakan tas backpack yang dipakai di punggung atau diselempangkan di pundak atau leher, karena beban berat tersebut secara perlahan tapi pasti akan menimbulkan cedera pada otot pundak dan leher, yang tentunya juga akan menghambat kenyamanan aktivitas bersepeda kita dalam durasi yang lama

oleh karena itu banyak pertanyaan seperti Tas Pannier seperti apa yang bagus atau cocok untuk saya gunakan namun tidak terlalu mahal harganya? Di pasaran banyak beredar tas-tas pannier dengan beragam merk dari produsen yang berbeda-beda, masing-masing pannier tersebut juga diklasifikasikan berdasar bentuk dan kualitas bahan, serta peruntukannya untuk touring yang seperti apa, dan mau kemana?

Untuk tas-tas pannier yang digunakan saat touring-touring jauh (lintas pulau-lintas negara, bahkan lintas benua), tentunya kita sudah sering mendengar merk-merk seperti ortlieb, vaude, boogie, soleil, dan lainnya. Merk-merk besar seperti itu tentu saja tidak diragukan kualitasnya karena memang sudah berkecimpung sejak lama dalam pembuatan keperluan touring bersepeda

Namun bagaimana jika kita sebagai pemula yang baru mulai kecanduan touring bersepeda ingin memilih tas pannier? sebagai pemula tentunya masalah utama yang kerap menjadi hambatan adalah faktor budget, sehingga banyak diantara kita yang cenderung memilih tas-tas pannier handmade lokal atau memesan kepada pembuat tas dengan bentuk yang "sepertinya mirip pannier" namun tidak memperhitungkan faktor kualitas dan kekuatan bahan tas tersebut saat digunakan menempuh medan atau kondisi saat melakukan perjalanan touring yang sesungguhnya

Selain itu faktor lain dalam memilih sebuah tas pannier adalah bagaimana maintenancenya? Tas pannier yang baik haruslah mudah dalam hal perawatan (karena tidak jarang ia harus menghadapi medan panas dan hujan yang silih berganti). Penggunaan coverbag sebagai penutup tas saat hujan memang menjadi alternatif yang baik untuk menghindari muatan dalam tas pannier menjadi basah, namun untuk saya pribadi terkadang penggunaan coverbag bisa cukup merepotkan saat tiba-tiba hujan langsung turun dengan derasnya padahal cuaca saat itu sedang terik, selain itu coverbag terkadang justru juga menjadi penampung air saat melewati genangan, oleh karena itulah saya pada akhirnya mulai mencari alternatif tas pannier yang cukup mumpuni untuk touring namun dengan tetap mudah perawatan dan proses packing / re-packingnya

Dari hasil kumpul-kumpul dengan beberapa penikmat touring bersepeda lainnya dan dari hasil forum-forum bersepeda touring baik lokal maupun internasional, maka saya mendapat info adanya produsen Tas Pannier lokal yang melayani pembuatan tas-tas pannier untuk keperluan bersepeda touring, walaupun merk ini terhitung pemain baru, namun setelah saya mencermati setiap detail finishingnya, baik itu dari segi kualitas bahan yang digunakan, sistem pengait, dan sistem pengunciannya maka saya pun mencoba memesan satu set untuk kemudian saya tes dan hasil reviewnya saya jelaskan seperti di bawah ini

Sulep Bicycle Pannier, yang saya pesan sebenarnya ada tiga kelas yang dibedakan dari segi harganya, dalam hal ini saya memesan yang harga menengah, dimana untuk front pannier dibandrol Rp 500rb/pasang, rear pannier Rp 600rb/pasang, serta sebuah Trunk Bag atau Sack Bag seharga Rp 145rb

Spesifikasinya seperti ini :

- Bahan luar dari PVC Tarpaulin Fabric dengan ketebalan 0,5mm
- 100% waterproof material (sudah saya tes saat hujan sedang dan tanpa coverbag tetap aman)


- Bagian dalam dilapis Taslan WP
- Seaming Proofing dan Stiching methods sehingga air tidak merembes pada sela-sela jahitan
- Folding system (dapat dilipat)
- Sistem pengaitnya terpisah antara pannier kiri dan pannier kanan (sehingga dapat digunakan hanya single pannier saja sesuai kebutuhan)


- Untuk front pannier volumenya 9 liter (P=25, L=14, T=30) dengan berat kosong sekitar 400gr, sedangkan pannier belakang 15 liter (P=32, L=15, T=40)dengan berat kosong sekitar 800gr

Untuk setiap pemesanan pun kita mendapat bonus repair kit berupa pengait-tali elastis-kain PVC (mirip patch kit ban dalam)- dan lem


Untuk pengait bagian atasnya menggunakan besi yang dilapis karet, sehingga tidak menggores rack pannier atau boncengan sepeda kita (untuk mencegah supaya pannier tidak bergeser bisa juga dengan melapisi tubing rak dengan ban dalam dan cable tie), sedangkan pengait bawah menggunakan tali elastis dan kaitan yang dilingkarkan dan dikaitkan ke boncengan sehingga pannier tetap stabil



sedangkan cara penguncian tas panniernya sendiri menggunakan sistem yang sama seperti pada tas-tas pannier ortlieb maupun vaude, tinggal dilipat bagian atasnya kemudian dihubungkan ke masing-masing clamp penguncinya

selain itu untuk faktor safetynya pada sisi kanan dan kiri pannier (bagian depan-belakang, jika tas dalam keadaan dikaitkan ke pannier rack) juga dilengkapi bagian reflective sehingga jika terkena cahaya akan memantulkan sinar

Untuk perawatannya sendiri pun sangat mudah (saya pernah menggunakan saat hujan dan becek) cara membersihkannya cukup di lap saja bagian luarnya menggunakan kanebo basah lalu tunggu sampai kering, sedangkan untuk bagian inner layernya yang dari Taslan WP juga cukup dilepas lalu direndam dan jemur, kemudian dipasang lagi jika sudah kering dan bersih

Bagian dalam Sulep Bicycle Pannier yang dilapis material Taslan WP



Saya biasa membagi peralatan touring yang kerap dibawa kedalam keempat pannier saya berdasarkan kemudahan aksesnya, dimana :
- untuk trunk bag atau sack bag saya isi dengan matras-sleeping bag-footprint-dan tenda
- rear pannier saya gunakan untuk baju-baju dan beberapa tool kit (tinggal diatur pembagian bebannya supaya seimbang)
- front pannier saya gunakan untuk benda-benda yang paling sering diakses seperti tas kecil, handuk kecil, pompa mini,headlamp, dll


Berdasarkan pengalaman saya menggunakan keempat tas pannier tersebut dan trunk bagnya selama ini, cukup kuat untuk membawa muatan seberat (belakang 13kg), trunk bag 3,5kg, dan front pannier seberat 6,5 kg

Dan satu lagi yang membuat saya termotivasi mereview produk-produk baru seperti ini ialah karena ini adalah 100% buatan lokal, sehingga ketika kita sedang melakukan touring jauh dan bertemu dengan teman-teman petouring lain dari berbagai negara (yang biasanya kita akan saling mencermati perlengkapan touring masing-masing) maka kita pun dapat dengan bangga mengatakan bahwa ini adalah produk lokal asli bangsa kita

Jadi ayo mulai gunakan dan kembangkan produk lokal dalam negeri kita, dimana secara harga dan kualitas pastinya lebih bersahabat dengan budget dan telah teruji ketahanannya, jika industri lokal seperti ini makin berkembang pesat tentunya juga akan semakin menguntungkan para penggiat kegiatan bersepeda dalam negeri sendiri karena semakin banyaknya alternatif produk yang ditawarkan

saran dari saya kepada produsen Sulep Bicycle pannier ini kedepannya alangkah lebih baik jika di sudut-sudut bawah sisi dalam dari pannier tersebut (yang posisinya berdekatan dengan rantai sepeda)dilapis lagi dengan semacam plastik moulding atau lempengan sehingga menghindari terkena gerusan rantai, dan juga pada pengait bagian bawah menggunakan model carabiner atau semacamnya, tidak sekedar model hook saja untuk mengantisipasi kaitan terlepas atau tersangkut di spoke jika tali elastisnya mulai mengendur

Sebagai penutup sekaligus kesimpulan dari review Sulep Bicycle Pannier ini menurut saya sudah cukup baik dan layak untuk digunakan bagi para petouring bersepeda (baik yang baru mulai maupun yang sudah sering) dan merupakan investasi jangka panjang untuk pembelian dan penggunaan sebuah tas pannier bersepeda yang sangat multifungsi (jarak jauh maupun dekat) dengan harga yang terjangkau


Sukses selalu produk-produk Indonesia, kami nantikan inovasi-inovasi lain berikutnya :)

Hasil test ride Sulep Bicycle Pannier :


Ketika saya memutuskan mengganti rak depan saya dengan merk Landstro ada sedikit masalah dimana sistem kaitan (clamp) pada pannier tidak dapat masuk sempurna pada tubing rak depan, karena pada rak depan Landstro tubingnya menyambung dengan plat pipih horizontal disisi bawah tubing pengait clamp, oleh karena itu maka clamp pannier tidak dapat masuk 100% sempurna, baiklah mungkin ini memang kasuistik (hanya berlaku pada kasus rak depan landstro saja) tetapi tes kali ini harus tetap berlangsung

Saya melakukan tes di medan aspal, tidak ada masalah, clamp tetap dapat mencengkeram dan menahan pannier dengan kuat walau tidak 100% masuk sempurna kepada tubing rak, saatnya melakukan test di medan yang lebih berat (Be prepare Sulep hehe...)


Di medan kerikil dan pasir serta penuh goncangan, di luar perkiraan saya ternyata clamp juga masih mencengkeram dengan sempurna (hanya karet clamp saja yang mulai terkelupas, tetapi nampaknya juga karena faktor usia pemakaian saja) walau tidak bisa masuk 100% sempurna kedalam tubing rak depan, front pannier tetap menggantung dengan sempurna di tempatnya, tidak bergeser sama sekali, well done Sulep you did it :)


Selain itu karena pada medan dan rute kali ini saya harus melewati beberapa spot yang cukup sempit, maka tidak jarang Pannier pun harus bergesekan dengan bebatuan dan lompatan kerikil-kerikil kecil, setelah saya periksa ternyata bagian outer layer dari bahan PVC Terpaulin tetap mulus, sama sekali tidak tergores bahkan hingga bagian alasnya


Hal yang cukup menarik adalah saat berangkat untuk melakukan test ride kali ini saya menaruh pisang dan minuman dingin di front pannier, dan dengan cuaca saat ini di Yogyakarta yang cukup terik maka biasanya barang-barang dalam tas menjadi pengap terutama karena saya membawa buah maka seharusnya terjadi penguapan akibat panas yang dapat menyebabkan buah menjadi lebih cepat busuk dan bau serta minuman menjadi hangat. Hasilnya hingga saya pulang kembali kerumah setelah menempuh 7 jam perjalanan gowes ternyata pisang dan minuman dingin yang saya bawa tidak menjadi panas, tidak terjadi penguapan sama sekali, pisang masih tetap segar dan tidak bau, minuman dingin hanya berkurang sedikit kadar dinginnya namun tidak menjadi hangat. Nampaknya lapisan Taslan WP yang menjadi inner layer mempunyai fungsi ganda yang tidak terduga. Karena dengan sistem inner layer yang terpisah dengan outer layernya maka ada sedikit celah antara inner dan outer sehingga panas tidak terperangkap pada lapisan inner (sama seperti prinsip pada tenda antara bagian inner dan outer atau flysheetnya), mungkin jika hanya menggunakan 1 layer saja maka akan terjadi kondensasi yang menyebabkan penguapan pada pisang sehingga pisang menjadi cepat busuk dan bau, yang otomatis menyebabkan inner juga menjadi bau

sejauh ini Sulep Bicycle Pannier telah berhasil menyelesaikan tes pertama tentang kekuatan clamp dan kekuatan jahitan di medan yang cukup menantang tanpa ada masalah berarti, Good job Sulep you have passed this test :)

But prepare for our next test ok :) will continue to update soon