Thursday, 28 September 2023

LEMBAH SUNGAI OYA, KEDUNGJATI

Sabtu, 23 September 2023.

Halo para pembaca setia goweswisata, wah sudah lama ya ternyata saya tidak membuat postingan ulasan spot wisata hehe… maaf yah semuanya, karena ternyata semakin sulit mencari spot wisata di Jogja yang lokasinya dekat dari pusat kota, mudah dijangkau, belum terlalu viral, minim tanjakan, dan banyak kuliner murah disekitarnya. Yah walaupun Yogyakarta dikenal karena pariwisatanya se-abrek namun sebagian besar yang lokasinya dekat ternyata sudah pernah saya ulas, sisanya tinggal yang jauh-jauh (ini mesti ngumpulin niat dan tenaga dulu untuk gowes kesananya). 😅


Nah kali ini goweswisata berkolaborasi dengan tim dari Rodalink Jogja tepatnya Rodalink Janti akan melakukan gowes bareng menemani beberapa teman-teman perwakilan dari Rodalink Kelapa Gading Jakarta Utara dan komunitas Gowes Jakarta Utara yang kebetulan sedang berlibur di Jogja, dan karena requestnya adalah ingin bermain air sambil menikmati pemandangan yang indah maka tujuan yang pas sepertinya adalah wilayah Selopamioro, tepatnya menuju ke Kedung Parang. So tidak perlu berlama-lama lagi yuk lah kita gowesss.


Mengawali start dari Rodalink Janti sekitar pukul 07.00 WIB yang mana sebenarnya sudah terbilang kesiangan sih untuk berangkat gowes pada jam segitu, mengingat cuaca di Jogja sedang terang benderang puanasnya, namun karena harus menunggu teman-teman dari Jakarta yang baru datang pada jam tersebut sehingga jadwal pun akhirnya menyesuaikan dengan schedule mereka.


Setelah melakukan briefing singkat dan memastikan tujuan kali ini, kami pun mulai start dari Rodalink Janti melewati bawah Flyover Janti lalu memutar dan masuk melalui jalanan perumahan sampai tembus di samping Hotel Grand Rohan, dari situ tinggal menyeberang terus ke arah Selatan melalui jalan potong disamping Perpustakaan dekat JEC sampai nantinya tembus dekat PLN Gedongkuning, rencananya kami akan melalui wilayah Kotagede melewati Lapangan Karang, Rumah Pesik, dan Omah Indische sambil menunjukkan kepada mereka keindahan dan keunikan gang-gang kecil serta rumah-rumah kuno yang ada di wilayah Kotagede.


Setelah melewati wilayah Kotagede kami pun mengambil rute melewati Terminal Giwangan dan terus ke Selatan melalui Jalan Imogiri Timur menuju kearah Patung Kuda yang ada di pertigaan dekat Pasar Imogiri.


Rute ini sebenarnya terbilang mudah karena hanya tinggal lurus mengikuti jalan beraspal dan medannya pun enak karena berupa turunan landai (nanti saat pulangnya maka rute ini akan menjadi menyebalkan karena berbalik menjadi menanjak yang walau landai namun panjang). Dari pertigaan Patung Kuda kami pun berbelok ke kanan sedikit dan langsung ambil jalan yang ke kiri menuju kearah Jembatan yang  searah dengan lokasi menuju ke Goa Cerme, hanya saja jika ke Goa Cerme kita belok ke kanan dan menanjak, maka untuk menuju ke Selopamioro kita cukup lurus saja, nantinya tepat di pertigaan yang jika ke kanan menuju kearah Panggang atau Gunungkidul maka kita ambil jalan yang lurus menuju ke Selopamioro Adventure Park, dari sini kita hanya tinggal ikuti jalan utama saja sampai mentok tiba dilokasi.


Sambil menyusuri rute ini saya pun sedikit mengingat waktu awal-awal saya pertama kali ke tempat ini, saat itu Selopamioro terkenal dengan Jembatan Gantung berwarna kuningnya yang sering dijadikan sebagai salah satu spot berswafoto oleh para pengunjung, beberapa bahkan juga ada yang melakukan camping dipinggir sungainya. Namun saat banjir besar melanda Yogyakarta beberapa waktu silam maka Jembatan Gantung itu pun putus terkena ganasnya terjangan air bah yang membanjiri kawasan ini, dan kini jembatan baru yang permanen bernama Jembatan Kedungjati pun telah dibangun menggantikan jembatan gantung kuning tersebut.


Selain Jembatan Baru Kedungjati beberapa perubahan juga Nampak disepanjang rute aliran Sungai Oya ini, antara lain kini banyak dibangun warung-warung makan dengan gazebo-gazebo estetik di beberapa titik dekat aliran Sungai, kemudian kondisi jalan setelah Jembatan Kedungjati pun kini telah diperlebar untuk mempermudah akses kendaraan roda empat, walaupun pelebaran jalan tersebut tak ayal juga berimbas kepada hilangnya kesan alami dan teduh yang dulu ada. saat tulisan ini dibuat pun proses pelebaran dan pembuatan jalan pun masih terus berlangsung. Oya karena proses pelebaran jalan ini belum selesai maka bagi kalian yang kebetulan ingin berkunjung kesini dianjurkan untuk tetap berhati-hati ya karena ruas jalan beton ini sedikit licin tertutup oleh pasir, kerikil kecil dan tanah sehingga kendaraan roda dua rawan terpeleset, dibagian pinggir jalan yang bersisian dengan aliran sungai pun juga belum diberi pembatas dan lampu penerangan jalan.



Dan setelah melalui tanjakan yang cukup menyebalkan karena mendorong sepeda disiang hari bolong yang puanasnya poll akibat medan yang licin sampailah kami ke Lembah Sungai Oya, Kedungjati yang secara resmi dibuka sebagai spot wisata pada 28 Mei 2023 lalu. Lokasi tepatnya berada di wilayah Kedungjati, Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi DI Yogyakarta. Kalian juga bisa melihat rute detailnya via googlemaps dengan keyword “Lembah Oya Kedungjati”.






Area Lembah Sungai Oya Kedungjati ini menawarkan keindahan panorama alam sekitarnya berupa lembah sungai Oya dengan aliran airnya yang jernih berwarna kehijauan diapit oleh deretan bukit karst (waktu terbaik berkunjung kesini adalah saat musim kemarau karena air terlihat jernih, jika kalian datang saat musim hujan maka airnya akan berwarna keruh kecoklatan), disini selain menikmati keindahan alamnya pengunjung juga bisa berwisata air bermain kano yang disewakan dengan tarif 10rb/orang, tidak perlu kuatir dengan faktor keamanannya karena saat melakukan aktivitas kano atau berenang kita juga diwajibkan untuk mengenakan rompi pelampung yang bisa disewa secara terpisah, jika kalian ingin mendapatkan foto-foto yang menarik disini juga disediakan jasa fotografer professional kok jadi untuk kebutuhan dokumentasi kalian tidak perlu cemas, selain kano pengunjung juga bisa berenang dibeberapa titik yang cukup aman, memancing ikan, melakukan susur sungai menggunakan perahu karet, ataupun sekedar duduk bersantai dipinggir sungai sembari menikmati kuliner yang dijajakan disini.





Sampai saat ini pengunjung yang datang kesini belum dikenakan tarif masuk alias masih gratis, satu-satunya biaya retribusi yang dikenakan hanyalah untuk parkir kendaraan saja yang terbilang cukup wajar (motor 3rb, mobil 5rb). Fasilitas lainnya yang ada disekitar lokasi ini adalah toilet, mushalla kecil, tempat sampah, area parkir kendaraan, warung-warung makan, dan beberapa bangku serta gazebo kecil.





Jam buka operasional tempat ini adalah mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB kecuali bagi kalian yang ingin camping disini maka tempat ini bisa buka 24 jam namun dilarang untuk melakukan kegiatan asusila atau hal-hal berbahaya lainnya, intinya tetap patuhi dan hargai peraturan setempat yang ada ya guys untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, selain itu tetap jaga kebersihan dari setiap spot wisata yang kalian kunjungi ya supaya kedepannya kelestarian tempat tersebut dapat terus kita nikmati. Jadi kapan nih kalian main kesini ke Lembah Sungai Oya Kedungjati? 🙂

Monday, 19 June 2023

WATU NGELAK

Minggu, 18 Juni 2023.

Hai semuanya, tujuan Gowes Wisata minggu ini sebenarnya sudah terlintas sejak kemarin saya selesai mengulas tentang Mbulak Among Tani, jadi begini ceritanya, setelah saya mengunjungi Mbulak Among Tani pada minggu lalu nah sewaktu diperjalanan pulang setelah menyeberangi Jembatan Karangsemut saya melihat ada papan penunjuk arah menuju ke sebuah spot wisata lainnya yang bernama Watu Ngelak, sebenarnya sih bisa saja kemarin saya sekalian mampir dan membuat dokumentasi di tempat ini, namun berhubung saat itu baterai di camera pocket saya sudah lowbat jadinya saya memutuskan untuk menjadikan tempat ini sebagai tujuan Gowes Wisata berikutnya saja (untuk yang bertanya kan masih ada kamera HP kok ga sekalian? Ya memang indicator baterai di HP memang masih lumayan, namun hasil foto menggunakan kamera hp ketika dipreview melalui laptop ternyata resolusinya tidaklah setajam seperti menggunakan kamera pocket, apalagi jika perbandingannya dengan kualitas hasil kamera DSLR atau Mirrorless), oleh karena itulah pada Hari Minggu ini akhirnya saya kembali melalui rute yang sama namun kali ini menuju ke Watu Ngelak.


Watu Ngelak sendiri tepatnya berada di Desa Wisata Puton, Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, untuk melihat rute lebih jelasnya kalian juga bisa mencarinya via googlemaps dengan keyword “Watu Ngelak”. Patokan termudahnya adalah jika kalian datang dari arah Utara maka sebelum Jembatan Karangsemut ada jalan masuk ke kanan, nah ambil jalan yang aspal mendatar (jangan yang menurun menuju ke Kali Opak), ikuti saja jalan aspal tersebut sampai melewati Gapura Desa Puton, nanti di pertigaan kalian tinggal belok ke kiri, ikuti jalan dan tak berapa lama sampailah kalian di obyek wisata Watu Ngelak.



Watu Ngelak sendiri menurut informasi yang saya dapatkan setelah googling ternyata memiliki nilai sejarah berkaitan dengan jejak sejarah perjalanan Sultan Agung yang berjalan kaki menyusuri Kali Opak sewaktu Beliau hendak menuju ke Laut Selatan (untuk cerita detail mengenai sejarahnya kalian bisa mencari dan membacanya di beberapa media online yang mengulas sejarah tempat ini, sudah banyak yang menulis kisahnya dengan gaya dan susunan kalimat yang sama sehingga akan terkesan copy paste jika saya menuliskannya kembali disini hehe…)



Disini saya hanya akan mengulas potensi wisata yang ada ditempat ini berdasarkan hasil pengamatan saya sebagai pengunjung umum yang datang berkunjung secara langsung. Begitu kalian memasuki spot wisata Watu Ngelak kalian akan langsung memasuki area parkir kendaraan yang cukup luas, di sisi bagian kanan yang dekat dengan gundukan batuan besar kalian juga akan melihat ada semacam panggung yang sepertinya diperuntukkan jika sewaktu-waktu diadakan acara disini. Papan nama tempat ini terlihat butuh penyegaran karena cat pada tulisan yang ada sudah mulai using, begitu pun pada banner informasi yang menceritakan sejarah tempat ini, terlihat sudah terkikis oleh cuaca dan waktu.


Fasilitas pendukung lainnya seperti washtafel untuk cuci tangan, toilet, warung, kursi-kursi kayu, tempat sampah, ayunan juga sudah ada, oya disini belum ada tarif retribusi resmi sehingga untuk masuk masih gratis atau seikhlasnya saja. Dan jika dilihat dari beberapa pengunjung yang datang ke tempat ini sepertinya lokasi ini juga merupakan salah satu spot favorit para pemancing, karena walau hari masih pagi sudah terlihat ada beberapa orang yang datang untuk memancing di spot favorit mereka masing-masing.



Mungkin jika kalian bukan penghobby kegiatan memancing melainkan hanya sebagai wisatawan umum yang datang berkunjung maka spot yang mungkin menjadi favorit untuk berswafoto disini adalah di bagian ujung dermaga, namun untuk mendapatkan hasil foto terbaik akan lebih baik jika berkunjung kesini saat sore hari, sebab jika kalian datang pada pagi hari maka pengambilan foto rasanya akan sedikit sulit untuk dilakukan dikarenakan cahaya matahari yang backlight.




Selain berswafoto di dermaga, aktivitas lainnya yang menarik untuk dilakukan adalah mencoba kegiatan susur sungai menggunakan perahu yang ada dengan tarif sebesar 5 ribu rupiah per orang, nantinya kalian akan diajak berkeliling menyusuri aliran Sungai Opak menggunakan perahu, tak perlu takut sebab saat kalian menaiki perahu kalian juga akan memakai safety jacket untuk keselamatan.


Selebihnya hanya tinggal penataan kembali tempat ini supaya terlihat lebih tertata dan bersih layaknya sebuah obyek wisata lain yang memanfaatkan keindahan pemandangan dan suasana pinggir sungai, selain itu mungkin juga perlu diperhatikan pembuatan pagar pembatas disepanjang pinggir sungai dan penyediaan akses ramp untuk menuju ke Dermaga untuk memudahkan pengunjung yang menggunakan kursi roda, dan jika memang nilai sejarahnya juga ingin diangkat maka sebaiknya dibuat papan informasi berisi cerita sejarahnya serta pemeliharaan tempat sejarah tersebut supaya terlihat menarik dan informatif.




Jika kalian berkunjung kesini jangan lupa tetap jaga kebersihan disekitar lokasi ya dan awasi anggota keluarga kalian terutama yang masih kecil supaya acara wisata kalian bisa tetap berlangsung aman dan ceria, selamat berwisata. 🙂

Monday, 12 June 2023

MBULAK AMONG TANI

Sabtu, 10 Juni 2023.

Di Hari Sabtu pagi yang agak berawan ini enaknya kemana ya? (biasanya sepanjang bulan Juni ini hampir setiap paginya selalu terlihat mendung atau berawan tapi nanti siangnya pasti cerah) hmmm… sepertinya daerah Selatan termasuk yang paling jarang saya ulas dikarenakan rute berangkatnya sih enak, medannya menurun tetapi tidak sebaliknya saat hendak pulang, rutenya otomatis jadi tidak enak karena agak menanjak walau landai hehe… 😁


Seperti biasa target tujuan kali ini adalah sebuah spot yang tidak (belum) terlalu viral, rute dataran, dan jaraknya relatif tidak terlalu jauh dari tempat saya (sekitar 16km saja). Saya menemukan tempat ini saat sedang iseng scrolling IG dan melihat ada seorang pesepeda yang sedang berfoto dilokasi ini, dan sepertinya dari foto tersebut tempatnya terlihat cukup asyik juga, tidak terlalu ramai serta pemandangannya cukup segar karena berada disekitar area persawahan, jadi yuklah kita cuss kesana.



Mbulak Among Tani itulah nama tujuan kita kali ini, lokasinya berada di Pedukuhan Numpukan, Desa Karang Tengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi DI Yogyakarta. Untuk mengetahui rutenya secara lebih detail kalian juga bisa mencarinya via googlemaps dengan keyword “Mbulak Among Tani”. Tempatnya sendiri berada tidak begitu jauh dari Pasar Imogiri, Jika kalian dari arah Utara maka setibanya di pertigaan patung kuda Imogiri kalian tinggal belok ke kiri ikuti jalan sampai nanti melihat lapangan (seberang Indomart), nah tepat disamping lapangan tersebut (atau persis diseberang Indomart) ada jalan masuk ke Selatan, nah kalian tinggal masuk ke Selatan dan ikuti Jalan saja sampai pertigaan berikutnya lalu belok ke kanan, ikuti jalan saja terus sampai nantinya kalian melihat Gapura besar Desa Karang Tengah, nah lokasi Mbulak Among Tani persis berada setelah Gapura tersebut, kalian akan melihat ada gazebo-gazebo ditengah area persawahan nah itulah lokasinya.




Saat ini lokasi Mbulak Among Tani masih terus dalam tahap pengembangan dan penataan, Akses jalan masuk, bangunan limasan, dan gazebo-gazebo yang sudah ada merupakan realisasi dari dana keistimewaan DIY yang diperuntukkan bagi desa-desa dalam upaya meningkatkan perekonomian warganya dengan memanfaatkan potensi yang ada diwilayah tersebut, nah dalam hal ini warga Desa Karang Tengah memanfaatkan lahan persawahan yang sudah ada diwilayah mereka tidak hanya sebagai lumbung pangan melainkan juga menata dan mengemasnya sedemikian rupa supaya terlihat estetik dan dapat menjadi spot wisata alternatif dengan konsep yang sebenarnya mirip dengan yang sudah ada di wilayah Nanggulan Kulonprogo.



Waktu terbaik untuk berkunjung ke tempat ini adalah saat pagi atau sore hari namun kalian juga harus memperhitungkan kapan masa tanam dan panen tiba supaya ketika kalian kesini momennya bertepatan dengan saat hamparan padi yang ada mulai menghijau dan sedang tinggi, sejauh ini belum ada retribusi ditempat ini dengan kata lain masih gratis untuk dikunjungi, mungkin kendalanya hanya bagi kalian yang membawa kendaraan roda empat sepertinya agak sulit untuk mencari tempat parkir kendaraan karena memang belum ada, begitupun fasilitas seperti tempat kuliner juga belum tersedia disekitar lokasi, mungkin kedepannya seiring penataan yang terus dilakukan akan ada beberapa fasilitas lainnya yang dibangun untuk memudahkan pengunjung saat berwisata ke tempat ini.



Last but not least, tetap jaga kebersihan dan kelestarian dari setiap tempat wisata yang kalian kunjungi ya, selamat berwisata. 🙂

Thursday, 1 June 2023

JEMBATAN TALANG BOWONG

Selamat datang Bulan Juni, semoga kalian semua tetap dalam kondisi sehat ya.

Baiklah di postingan awal bulan ini kita akan mengulas sebuah tempat yang ringan-ringan saja karena tujuan gowes wisata kita kali ini adalah sebuah lokasi yang sebenarnya biasa saja, tidak ada kaitannya dengan spot wisata apapun, baik itu wisata sejarah, wisata budaya, maupun wisata alam (yang ini mungkin bisa dikaitkan mengingat lokasi disekitarnya memiliki view yang cukup menarik).




Jadi tujuan Gowes Wisata kita kali ini adalah sebuah Jembatan yang berlokasi di Jalan Raya Dusun Klepu, Banjar Arum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DI Yogyakarta, namanya adalah Jembatan Talang Bowong. Kenapa Jembatan Talang Bowong ini menarik untuk diulas? Karena spot jembatan satu ini memiliki keterkaitan dengan para pesepeda yang kebetulan sedang melintas atau berwisata di daerah sekitar Nanggulan, yup jembatan yang sudah ada sejak Tahun 70-an ini dan sempat mengalami rehabilitasi sekitar Tahun 2019 dikenal juga sebagai salah satu spot yang sering dijadikan sebagai rest area atau tempat berkumpulnya para goweser disepanjang jalur Luna Maya, Nanggulan, Kulonprogo.




Jembatan yang merupakan penghubung dari 3 kapanewon yaitu kapanewon Nanggulan, kapanewon Girimulyo, dan kapanewon Kalibawang ini berfungsi juga sebagai jalur saluran irigasi utama dan penyuplai kebutuhan air yang diperlukan bagi lahan-lahan pertanian yang berada disekitarnya.




Seiring semakin populernya wilayah Nanggulan sebagai spot wisata yang menawarkan keindahan panorama area persawahan, tak ayal jalur yang berada disepanjang saluran irigasi selokan mataram ini pun juga semakin ramai dilintasi oleh para pesepeda, baik itu pesepeda individu, kelompok komunitas, maupun paket wisata bersepeda yang dikelola secara profesional oleh biro perjalanan, bahkan penamaan jalur ini menjadi jalur Luna Maya juga disebabkan karena sosok sang selebriti tersebut pernah bersepeda disepanjang jalur ini. Jika kalian mengikuti rute ini maka kalian akan disuguhi panorama area persawahan yang terhampar luas, selain itu jika cuaca kebetulan sedang cerah maka kalian juga bisa melihat penampakan Gunung Merapi dan Merbabu dikejauhan, dan tak hanya itu saja karena disepanjang jalur Luna Maya ini sebenarnya jika terus diikuti maka kalian juga bisa mampir kebeberapa spot wisata lainnya yang berada tidak begitu jauh dari jalur ini, antara lain Puncak Kleco, Bendung Kayangan, Pronosutan view, dan beberapa spot selfie lainnya yang sedang dibangun oleh beberapa pengelola tempat kuliner disekitar sini seperti Mahaloka Paradise, Geblek Pari, dan lainnya.




Disekitar lokasi Jembatan Talang Bowong sendiri saat ini juga sudah ada warung-warung semi permanen yang dibuat oleh warga sekitar sehingga sembari beristirahat melepas lelah kalian juga bisa menikmati aneka jajanan pasar, teh atau kopi hangat yang disajikan disini. Warung-warung ini buka setiap hari, namun saat weekend atau hari libur tiba bisa dipastikan lokasi disekitar jembatan ini saat pagi hari akan dipenuhi oleh para pesepeda, seru bukan?





Ketika saya iseng menyusuri rute ini mulai dari Jembatan Talang Bowong ke arah Patung Sapi, setibanya di dekat SD Negeri Kalisonggo saya pun mengarahkan sepeda saya menyeberangi selokan melintasi jalan desa yang agak rusak, kurang lebih sekitar 100 meter kemudian setelah melewati jembatan terhamparlah view pemandangan lain yang membuat saya berdecak kagum, disini saya  melihat pemandangan panorama akses jalan desa yang diapit oleh hamparan perkebunan tebu disepanjang sisi kiri dan kanannya, pemandangan ini semakin bertambah epic karena kebetulan tebu-tebu yang ada disini sedang berbunga, pokoknya wow bangetlah dan sangat sayang jika momen seperti ini tidak diabadikan oleh lensa kamera saya, terlebih lokasi ini sepertinya belum banyak diketahui oleh wisatawan, sehingga suasana disekitar spot ini masih sepi, saya pun menge-pin lokasi ini digooglemaps dengan keyword “Jalur Kebun Tebu Nanggulan”, sehingga bagi kalian yang penasaran dengan lokasi ini kalian bisa kesini dengan mengikuti rute yang ada di googlemaps.





Puas berfoto-foto dengan latar view pemandangan yang keren abis ini saya pun kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalur selokan mataram ini sampai kemudian berbelok dan finish di Mahaloka Paradise yang saat itu sedang ramai oleh wisatawan.


Bagaimana apa kalian tertarik untuk berwisata atau bersepeda disepanjang Jalur Luna Maya, Jalur Kebun Tebu Nanggulan, dan Jembatan Talang Bowong ini? 🙂

Wednesday, 17 May 2023

WISMA DJEMBRANASARI

Lanjutan dari postingan sebelumnya 🙂

Setelah puas berkeliling disekitar lokasi Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang dan mengambil beberapa dokumentasi pribadi untuk keperluan bahan tulisan saya sepertinya sekarang saatnya untuk lanjut ke lokasi berikutnya yaitu Wisma Djembranasari (Djembranasari Heritage Village) yang sebelumnya tadi sudah saya lewati (masih sama-sama dilokasi kawasan wisata Kaliurang).



Jarak dari Rumah Putih Sarjanawiyata ke Wisma Djembranasari tidaklah begitu jauh, mungkin hanya sekitar 1 km saja. Sedikit informasi yang saya dapatkan mengenai bangunan Wisma Djembranasari yang berada tepat di seberang Taman Rekreasi Kaliurang dan bersebelahan dengan Villa Jaran Jingkrak ini adalah bangunan ini sudah lama dibiarkan dalam keadaan kosong dan terbengkalai walaupun secara tampilan fisik bangunan ini masih terlihat cukup bagus, bersih tanpa coretan vandalisme, dan kokoh.



Wisma Djembranasari diperkirakan dibangun sekitar Tahun 1950-an (7 Oktober 1956) jika merujuk kepada tulisan angka yang terdapat di dinding luar bangunan ini. Menganut gaya arsitektur art deco tepatnya aliran streamline moderne (populer di Eropa sekitar Tahun 1910-1930), bisa dilihat dari ciri bangunan 2 lantai ini yang penuh dengan unsur melengkung tidak simetris sehingga mengesankan tampilan modern di jamannya, selain itu penggunaan material atapnya berupa dak beton, bukan menggunakan atap genteng seperti rumah-rumah tropis pada umumnya. Penggunaan dak beton ini juga cukup fungsional dalam memberi bentuk estetik di bagian balkon atas dengan banyak jendela kaca yang sekilas terlihat seperti sebuah anjungan kapal, oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kemudian banyak orang yang juga menyebut bangunan ini sebagai Rumah Kapal dikarenakan bentuknya tersebut. Penggunaan plester batu kali sebagai unsur dekoratif pada dinding luar bangunan ini juga cukup memberi penegasan identitas bahwa bangunan ini sangat bergaya kolonial atau merupakan rumah lndis.




Mengapa bangunan seindah ini dibiarkan terbengkalai begitu saja padahal lokasinya sangatlah strategis? berada dikawasan wisata Kaliurang yang notabene merupakan salah satu kawasan wisata yang selalu ramai dan menjadi tujuan wisata favorit para wisatawan saat mereka berlibur ke Jogja terlebih ketika musim liburan ataupun setiap weekend tiba. Nah ternyata usut punya usut dari berbagai sumber, permasalahannya ada 2, yaitu pertama, menyangkut sengketa ahli waris, ya benar sekali dikarenakan status bangunan ini masih menjadi sengketa antara para ahli waris maka diambillah jalan tengah dengan cara menon-aktifkan fungsi bangunan ini, yang mana dulunya selain digunakan sebagai rumah peristirahatan, bangunan ini juga kerap disewakan sebagai penginapan bagi para wisatawan di Kaliurang, dan tak sebatas tempat menginap saja lho, dikarenakan keindahan tampilan bangunan ini jugalah pada sekitar Tahun 2013 lalu tempat ini juga pernah disewa dan dijadikan sebagai lokasi syuting film “Keluarga Tak Kasat Mata”.


Permasalahan kedua adalah, dikarenakan status sengketa waris yang tak kunjung selesai yang mengakibatkan dikosongkannya bangunan ini sehingga keadaannya menjadi tidak terurus akhirnya sekitar Tahun 2019 silam (tepatnya 14 Maret 2019) terjadilah tragedi yang sempat menghebohkan warga disekitar kawasan wisata Kaliurang ini dengan ditemukannya jasad seseorang yang sudah tewas dalam keadaan tergantung dibawah tangga didalam bangunan ini. penemuan jasad ini pun baru diketahui setelah kurang lebih satu minggu kemudian oleh penghuni villa lain yang letaknya berdekatan dengan Wisma Djembranasari, awalnya mereka merasa curiga karena mencium aroma busuk yang menyengat bersumber dari dalam bangunan Wisma Djembranasari ini, setelah dilaporkan kepada petugas yang berwenang dan dilakukan pemeriksaan barulah terungkap bahwa aroma bau busuk itu bersumber dari sosok jasad yang ditemukan sudah dalam keadaan tewas tergantung dibawah tangga dengan kondisi sudah membusuk dan penuh belatung.




Setelah kejadian tersebut akhirnya imej bangunan Wisma Djembranasari yang semula merupakan bangunan kolonial yang cantik pun mulai berubah menjadi wisma kosong terbengkalai yang angker, horor, dan berhubungan dengan hal supranatural, bekas lokasi ruangan penemuan jasad itupun akhirnya ditutup dengan pintu dan setelahnya bangunan Wisma ini selalu dalam keadaan tertutup dan terkunci sampai saat ini, seakan menutup diri dari keramaian dan keceriaan dunia diluarnya. sungguh sangat disayangkan bukan? Entah sampai kapan nantinya tempat ini bisa kembali lagi menjadi sebuah bangunan cantik dan ceria yang penuh dengan kehangatan para penghuninya yang berbondong-bondong kembali datang untuk menginap disini sembari menikmati sejuknya hawa pegunungan dikawasan wisata Kaliurang.

Friday, 12 May 2023

RUMAH PUTIH SARJANAWIYATA KALIURANG

Rabu, 10 Mei 2023.

Masih dalam rangka pemulihan stamina pasca Ramadhan, kali ini enaknya kita  mengulas lokasi yang mana lagi ya? Hmmm sepertinya sudah lama nih kita tidak mengulas spot yang berhubungan dengan sejarah dan bernuansa “creepy”, jadi tidak perlu berlama-lama lagi yuk kita langsung capcuss saja let’s go ke tujuan gowes wisata kita kali ini yaitu Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang.



Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang atau dikenal juga dengan beberapa nama antara lain Wisma Angker Kaliurang, Villa Putih Kaliurang, Wisma Widya Mandala, Pesanggrahan Sarjanawiyata, dan Rumah Putih Grenzenberg (Bahasa Belanda yang berarti perbatasan gunung), tepatnya berlokasi di Jalan Pramuka No.55 Kaliurang, Hargobinangun, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta. Berada di kaki Gunung Merapi tepatnya di pinggir jalan sebelum menuju ke pintu masuk Goa Jepang Kaliurang.


Dari Basecamp Gowes Wisata sendiri tempat ini berjarak kurang lebih sekitar 29km ke arah Utara yang berarti rute kali ini bisa dipastikan menanjak. Hmmm…dengan perhitungan jarak dan kontur medan seperti itu jika saya gowes santai dengan kecepatan rata-rata 15km/jam saja maka waktu tempuh yang nanti diperlukan mungkin sekitar 2 sampai 3 jam dengan pertimbangan gowes yang super santai menikmati pemandangan+berhenti istirahat+foto-foto hehe…😁


Seperti biasa rute termudah tentu saja melalui Jalan Kaliurang karena dari situ kita hanya tinggal lurus saja ke arah Utara mengikuti jalan ini melewati Terminal dan Pasar Pakem sampai akhirnya nanti tiba di gerbang loket pintu masuk menuju ke area wisata Kaliurang. Oya di sepanjang rute ini nantinya kalian juga akan melewati beberapa spot wisata lain seperti Museum Gunung Merapi, Heha Forest park, jalan potong menuju ke Kalikuning, Ledok Sambi, dan lainnya.



Nilai plus berwisata menggunakan sepeda seperti ini selain badan menjadi bugar adalah kita bisa bebas masuk ke beberapa area wisata seperti Kaliurang ini secara gratis tis tis hehe… Selepas melalui gerbang loket area wisata Kaliurang menuju ke Tugu Udang (salah satu spot titik kumpul atau penanda ancer-ancer yang biasanya sering digunakan oleh para goweser untuk berkumpul dan berfoto) kita juga akan melewati beberapa penanda jalan menuju kebeberapa spot wisata lainnya yang ada disekitar area ini seperti Tankaman Natural Park, persewaan jeep Merapi, dan lainnya.



Setelah berfoto-foto sebentar disekitar Tugu Udang (sebagai pengingat bahwa akhirnya pernah juga gowes sampai sini hehe…), saya pun mengambil jalan yang menuju kearah Gardu Pandang atau Goa Jepang, nantinya jalan ini akan mentok di pertigaan Kaliurang Botanical Park, nah saat weekend biasanya di sekitar lokasi ini banyak terdapat aneka jajanan pengisi perut, jadi kalian tidak perlu kuatir akan kelaparan atau kehausan, banyak warunglah pokoknya.


Dari pertigaan Kaliurang Botanical Park saya pun mengambil arah kanan memutari taman rekreasi Kaliurang, tak jauh dari situ sebenarnya juga terdapat bangunan terbengkalai lainnya berarsitektur art deco yang juga memiliki kisah tragis dan mengerikan lainnya yaitu Wisma Djembranasari (nantinya saya juga akan mengulas sedikit tentang kisah Wisma Djembranasari ini di postingan terpisah berikutnya) yang berada persis dipinggir jalan juga setelah Villa Jaran Jingkrak.



Oya jika kalian ingin menuju ke lokasi Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang ini kalian juga bisa mengecek lokasi dan rutenya via googlemaps dengan keyword “sarjanawiyata angker”, jadi bukan dengan kata kunci Wisma Tamansiswa Kaliurang ya, itu beda lagi, untuk lebih mudahnya kalian bisa lihat gambar dibawah ini, lokasi Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang adalah yang berada pada lingkaran merah, tidak jauh dari Wisma Tamansiswa Kaliurang kok.





Sedikit cerita tentang Rumah Putih Sarjanawiyata Kaliurang, bangunan ini dibangun pada Tahun 1930 oleh orang-orang Belanda yang hidup saat itu dan digunakan sebagai Zending Club Huis atau  rumah perkumpulan para Misionaris Katolik Belanda. Setelah Indonesia merdeka dan pihak Belanda meninggalkan Indonesia, kepemilikan bangunan ini pun kemudian diambil alih oleh Keraton Yogyakarta, kemudian pada Tahun 1953 akhirnya bangunan megah ini dibeli dan menjadi milik seorang Guru Besar UGM yang juga berprofesi sebagai dokter gigi dan merupakan seorang pendiri Fakultas Kedokteran Gigi UGM. Seiring waktu berlalu hak kepemilikan bangunan ini pun berpindah tangan menjadi milik pihak Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa sampai saat ini, dan nama tempat ini pun berganti menjadi Wisma Widya Mandala.





Saat bangunan ini masih aktif difungsikan dan dikelola oleh pihak kampus, tempat ini kerap digunakan sebagai tempat berkumpul para mahasiswa untuk berdiskusi, membuat seminar, dan mengadakan berbagai kegiatan akademis lainnya. Bangunan ini juga sempat mengalami renovasi dan perbaikan di Tahun 1985, namun sayangnya letusan dan erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada Tahun 1994 membuat keadaan bangunan ini menjadi rusak parah akibat terkena imbas letusan dan guguran awan panas Merapi yang meluluh-lantakkan semua yang berada dalam radius zona bahaya tak terkecuali bangunan ini. Tak hanya kondisi fisik bangunan saja yang mengalami rusak berat, struktur dan konstruksi bangunan pun juga menjadi tidak stabil untuk direhabilitasi ataupun digunakan kembali sehingga bangunan ini akhirnya dibiarkan begitu saja menjadi bangunan terbengkalai yang termakan oleh waktu, cuaca, dan alam sekitarnya.






Walaupun bangunan ini sekarang menjadi bangunan terbengkalai nyatanya masih ada saja pengunjung yang datang untuk sekedar berswafoto dengan memanfaatkan latar belakang sisa arsitektur bangunan yang masih tampak tersisa, karena bagaimanapun juga keindahan bentuk bangunan yang bergaya kolonial ini berpadu dengan kesyahduan suasana disekitarnya menjadikan hasil foto yang didapat terkesan estetik berpadu dengan sedikit aura creepy yang misterius, menarik bukan?


Dan tidak hanya sekedar digunakan untuk spot berfoto saja, beberapa media stasiun TV lokal dan nasional hingga para vlogger bahkan pernah meliput dan mengulas bangunan ini sebagai salah satu spot urban legend yang angker di Jogja, dikarenakan adanya beberapa kesaksian dari warga sekitar dan beberapa pengunjung yang saat melakukan aksi uji nyali di tempat ini mereka seakan merasakan adanya rasa “diikuti, diamati, bahkan ditampakkan” oleh fenomena-fenomena supranatural selama mereka melakukan aksi tersebut, seperti adanya penampakan sosok nonie Belanda, suara-suara dari kamar mandi di lantai atas, hentakan langkah kaki di area tangga dan lantai atas, serta hal-hal aneh lainnya.


Bangunan ini sendiri secara denah memiliki konstruksi dua lantai, yang terdiri dari  lantai dasar berisi 2 kamar tidur dimana didalamnya terdapat ranjang kayu bertingkat dan beberapa perabotan yang sudah rusak serta usang, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi luar. Sedangkan lantai atasnya terdiri dari satu ruangan cukup luas yang mungkin dulunya dijadikan area berkumpul karena dekat dengan balkon sehingga secara penghawaan sebenarnya cukup bagus, serta ada satu kamar tidur yang memiliki kamar mandi dalam. Sayangnya saat ini (Mei 2023) kondisi fisik bangunan baik diluar maupun didalam penuh dengan coretan aksi vandalisme diseluruh dindingnya, walaupun pintu masuk utama sebenarnya sudah ditutup dengan palang kayu namun ada saja ulah tangan usil tidak bertanggungjawab yang justru sengaja memecahkan jendela depan dengan batu supaya bisa masuk kedalam bangunan ini, terlihat dari adanya bekas pecahan kaca yang mengarah ke dalam serta beberapa bekas perabotan yang sudah rusak dan dibiarkan berserakan.






Nuansa dan imej seram yang kini melekat pada bangunan ini terlebih jika melihat lokasinya yang dikelilingi pepohonan pinus, rumput liar, dan seakan terpisah dari area komplek bangunan villa lainnya pada akhirnya justru malah menjadi daya tarik tersendiri bagi penyuka wisata horor untuk memacu adrenaline mereka. Tak jarang kegiatan uji nyali dengan bermalam disekitar lokasi bangunan ini juga masih kerap dilakukan untuk membuat sebuah konten baik oleh pemula maupun professional, terlihat dari adanya sisa bakaran dupa didalam ruangan bangunan ini.




Saat saya berkeliling kesekitar bangunan ini sebenarnya yang cukup membuat saya was-was adalah keberadaan hewan liar, yaitu monyet-monyet liar yang Nampak berkeliaran disekitar lokasi ini, sebenarnya hal ini sangatlah wajar karena bagaimanapun juga habitat mereka memang disekitar Taman Nasional Gunung Merapi, hanya saja semakin siang jumlah monyet yang muncul disekitar bangunan ini kok malah semakin banyak ya hehe… selain monyet, hewan liar lainnya yang saya takutkan adalah jika ada ular disekitar semak-semak yang tumbuh rimbun disekitar bangunan ini, kan ga lucu kalau lagi asyik mendokumentasikan suasana sekitar tempat ini eh malah kena gigit ular, mana disekitar sini kebetulan hanya ada saya seorang diri saja, kan berabe.



Kurang lebih begitulah hasil observasi saya seputar tempat ini, jika dibilang seram sebenarnya ya wajar karena namanya juga bangunan kosong terbengkalai dilereng Gunung yang dikelilingi oleh pepohonan pinus yang tinggi-tinggi serta letaknya yang terpisah dari komplek bangunan villa lainnya, jadi perasaan seramnya mungkin timbul secara psikologis lebih dikarenakan suasana yang sepi dan seorang diri saja, hanya terdengar suara monyet, dan desiran angin yang menerpa dedaunan, belum lagi kabut yang biasanya mulai turun menjelang tengah hari seakan terkesan menutup lokasi ini dari kehadiran pengunjung. Selain itu faktor kewaspadaan bagi saya secara pribadi lebih karena kehadiran hewan liar, konstruksi bangunan yang tidak stabil, serta antisipasi jika ada pengunjung lain “manusia beneran” yang memiliki niat tidak baik, karena bagaimanapun juga hal tersebut dapat lebih berbahaya untuk keamanan diri.


Selebihnya untuk faktor supranatural atau horornya sebenarnya disetiap tempat pun pasti ada saja kok “penghuninya”, apalagi dibangunan yang sudah tidak ada hawa manusianya lagi, tapi selama kitanya sebagai pengunjung juga berlaku sopan dan menjaga etika serta adab terhadap lingkungan sekitarnya, maka “penghuni baik” yang lainnya juga tidak akan mengganggu kita kok, namun bagi pengunjung yang memiliki niatan tidak baik biasanya justru dorongan untuk melakukan hal tidak baik tersebut justru malah akan terasa semakin kuat jika kalian berkunjung ke lokasi-lokasi seperti ini karena tidak semua tempat creepy seperti ini hanya dihuni oleh “mereka” yang baik saja, selebihnya juga ada “penghuni” yang tidak baik yang justru cenderung mendorong atau membangkitkan energi negatif dari kita sebagai pengunjung, jadi jika kalian berkunjung ke tempat-tempat seperti ini selain biasakan berdoa sebelum memulai juga sebaiknya bersihkan pikiran kalian dari niatan yang tidak baik ya (vandalisme, asusila, depresi, sombong, dan semacamnya).


Bagaimana tertarik untuk berkunjung ke tempat ini? tetap ikuti petualangan Gowes Wisata yak arena masih ada wisata misteri lainnya setelah ini, sampai jumpa lagi. 🙂