Karena masih penasaran dengan banyaknya candi-candi peninggalan agama Hindu dan Budha yang tersebar di Yogyakarta, terutama yang belum pernah saya kunjungi, maka saya pun mencoba melanjutkan agenda gowes Tour De’ Candi jilid dua pada petualangan gowes kali ini hehe…:)
Awalnya agenda gowes lanjutan Tour De’ Candi kali ini saya hanya akan mengunjungi dua buah candi saja, yaitu Candi Sambisari dan Candi Sari, namun setelah dari Candi Sambisari menuju ke Candi Sari saya kehilangan arah alias nyasar, dan setelah bertanya sana-sini kepada warga sekitar kemana rute menuju Candi Sari (yang rata-rata malah dijawab dengan rute menuju Candi Sambisari, hmmm… sepertinya Candi Sari belum banyak dikenal oleh masyarakat umum), saya malah diberitahu tentang adanya lokasi penemuan candi yang hingga saat ini belum selesai direkonstruksi, yaitu Candi Kedulan yang jaraknya (dari lokasi saya nyasar) sekitar 5km, kebetulan candi ini belum tercantum dalam peta wisata yang saya peroleh dari Dinas Pariwisata DIY, sehingga semakin menambah rasa penasaran saya…:)
Jika dilihat dari rute gowes kali ini, maka Candi Kedulan sebenarnya berada ditengah antara candi Sambisari dan Candi Sari, tepatnya berada di Dusun Kedulan, Kelurahan Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk lebih mudahnya jika sebelumnya kita start dari Candi Sambisari,maka keluar dari komplek candi menuju selatan sampai bertemu Selokan Mataram, dari situ belok ke kiri (timur) ikuti saja Selokan Mataram sampai bertemu perempatan Jalan Kalasan-Tirtomartani, kemudian belok kiri menuju utara, lurus saja sampai mentok (ada batu prasasti di sisi kanannya) kemudian ambil kiri sekitar 100m,kemudian belok kanan, ketemu lapangan di sisi kiri jalan, masih lurus ikuti jalan utama sampai melihat pertigaan, belok kanan, terus saja,nanti setelah melewati dua buah perempatan ada papan petunjuk lokasi Candi Kedulan di sisi kiri jalan
Untuk masuk menuju area candi ini saya tidak dipungut bayaran atau tiket masuk, hanya melapor kepada petugas penjaga candi serta mengisi buku tamu saja. Melihat sekilas dari mulai akses masuk, papan petunjuk lokasi, serta ketiadaan papan informasi terkait candi maka bisa dimengerti mengapa candi ini masih sepi pengunjung, selain itu faktor lain yang menjadi penyebab sepinya pengunjung adalah karena tidak adanya angkutan umum yang secara khusus melewati rute lokasi ini
Dari hasil percakapan dengan petugas penjaga candi dan warga sekitar yang kebetulan sedang beristirahat dilokasi ini, saya mendapat banyak informasi mengenai awal mula ditemukannya candi ini
Candi Kedulan pertama kali ditemukan pada tanggal 24 November 1993 oleh warga sekitar, diperkirakan candi ini dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 zaman Kerajaan Mataram Kuno, ketika itu lokasi awal penemuan candi ini adalah sebuah lahan persawahan di Bulak Perung yang merupakan tanah kas (tanah bengkok) milik desa setempat namun kurang subur karena dipenuhi oleh pasir, ketika warga sedang melakukan aktivitas penggalian pasir secara tidak sengaja mereka menemukan beberapa batuan yang mempunyai relief, karena diduga temuan tersebut adalah sebuah candi maka warga pun akhirnya melaporkan temuan tersebut kepada instansi terkait untuk selanjutnya ditindak lanjuti.
Pada tahun 2003 di lokasi penggalian ditemukan dua buah prasasti (masing-masing berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm, dan tebal sekitar 23 cm) yang ditulis dalam aksara pallawa dan bahasa sansekerta, prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Pananggaran dan Prasasti Sumundul, isinya mengenai pembebasan pajak tanah di desa Pananggaran dan Parhyangan untuk pembuatan bendungan dan irigasi serta pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan (yang diduga merupakan Candi Kedulan itu sendiri) di zaman Kerajaan Mataram Kuno. Kedua prasasti tersebut berangka tahun 791 Saka atau 869 Masehi. Melihat tahun pembuatan prasasti, diduga Candi Kedulan dibangun ketika Rakai Kayuwangi memerintah jaman Kerajaan Mataram Hindu, selain itu juga ditemukan arca Durga mahesasuramahardini di utara, arca Ganesha di barat,arca Agastya dan Mahakala di selatan, serta Nandaka dan Nandiswara yang merupakan kendaraan Dewi Durga di kanan-kiri pintu masuk candi induk
Sketsa perkiraan bentuk candi induk Kedulan
Ruang penyimpanan beberapa puing dan relief candi
Setelah dilakukan penggalian disekitar lokasi akhirnya ditemukanlah puing-puing sisa reruntuhan candi yang tertimbun dalam tanah dan pasir sedalam kurang lebih 7-10m, dari temuan tersebut diperkirakan area candi ini terdiri dari sebuah bangunan candi induk dan tiga buah candi perwara (pendamping) yang berjejer dari utara ke selatan, dimana candi induk mempunyai arah hadap ke timur. Dilihat dari jenis tanah yang menutup candi yang kini telah dibuka atau dilakukan pengerukan, terlihat ada 13 lapis jenis lahar, sehingga diperkirakan lahar yang mengubur candi tersebut berasal dari 13 kali letusan Gunung Merapi
Hingga saat ini proses rekonstruksi masih terus dilakukan, hal ini bisa dilihat dari adanya tempat untuk melakukan uji coba penyusunan batu-batu candi sampai nantinya didapat bentuk utuh candi, sekaligus juga untuk mendata bagian candi yang masih belum ditemukan, hilang atau rusak
Tempat pengetesan uji coba penyusunan bangunan candi
Ketika saya mengelilingi lokasi untuk melihat artefak-artefak dan puing-puing candi yang masih berserakan, dapat disimpulkan bahwa candi ini merupakan candi peninggalan agama Hindu, karena ditemukan Lingga-Yoni yang biasa terdapat di candi-candi Hindu lainnya, yang merupakan lambang pemujaan untuk Dewa Syiwa, selain itu dari sketsa perkiraan bentuk candi yang terdapat diruang penyimpanan juga dapat dilihat bentuk atap candi yang mempunyai bentuk sama dengan candi-candi Hindu lainnya
beberapa puing candi yang masih tersebar
Yang menarik pada candi ini dan tidak saya temui pada candi Hindu lainnya adalah adanya relief kepala ular atau naga yang terdapat pada sisi depan Yoni, dimana dengan jelas terlihat hiasan kepala ular tersebut berada disisi depan bagian bawah dari yoni, sedangkan diatasnya nampak hiasan kura-kura yang menempel diatas kepala ular tersebut
Selain itu keunikan juga terlihat dari relief seekor burung (jika dilihat dari bentuk paruhnya, kemungkinan adalah burung betet atau nuri) yang berada pada bagian bawah dari dinding pagar tangga, jika umumnya dinding pagar tangga bagian bawah pada candi-candi dihiasai motif kepala naga yang membuka mulut dan terdapat singa didepan mulutnya, maka hiasan pada dinding pagar bawah tangga candi ini selain terdapat kepala naga yang memang sudah semestinya ada, adalah tidak adanya figur singa didepan mulut naga atau orang yang sedang menopang kepala naga tersebut, yang ada hanyalah hiasan berbentuk seekor burung
Sedangkan untuk relief dindingnya sendiri menggambarkan sulur-sulur tanaman-tanaman yang menjulur (biasanya melambangkan kesuburan atau kehidupan) serta relief motif batik. Hiasan Kala Makara yang merupakan simbol penolak bala juga turut ditemukan dan terpasang dibagian pintu gerbang candi serta diatas jendela-jendela candi
Di tempat yang digunakan untuk uji coba penyusunan batu-batu candi, bisa kita lihat bahwa sebagian dari puing-puing candi yang berhasil ditemukan dan sudah dibersihkan mulai disusun dan sudah mulai membentuk sebagian tubuh candi (entah yang merupakan candi induk atau candi perwara), disisi sebelahnya sebagian atap candi juga sudah mulai berhasil disusun. Sayangnya menurut penuturan petugas jaga, kemungkinan faktor anggaran dari pemerintah yang masih kurang membuat proses rekonstruksi candi ini belum selesai hingga saat ini, selain itu letak geografis candi yang berada lebih rendah dari permukaan tanah (sehingga saat musim hujan beberapa bangunan candi perwara menjadi terendam) serta terhalang oleh persawahan warga juga menjadi kendala dalam proses rekonstruksi candi dan mengeksplor keseluruhan jejak peninggalan bersejarah ini
Update kondisi Candi Kedulan saat ini (31 Mei 2022), penampakan bamgunan candinya sudah mulai terbentuk, terdiri dari 1 Candi Utama dan 3 Candi Perwara 🙂
Tambahan sumber referensi :
- http://candi.pnri.go.id/jawa_tengah_yogyakarta/kedulan/kedulan.htm
- http://candi.pnri.go.id/jawa_tengah_yogyakarta/kedulan/kedulan.htm
No comments:
Post a Comment