Tuesday, 7 November 2017

CHAPTER 18; SAYONARA PULAU BALI

Selasa, 12 Januari 2016
Tak terasa hari ini tepat 10 hari sudah kami berada di Pulau Bali, semenjak kami mulai menapakkan kaki di Pelabuhan Gilimanuk dan mulai menyusuri rute Selatan Pulau Bali banyak hal-hal dan pengalaman baru yang telah kami dapatkan, mulai dari keunikan budaya masyarakatnya, pemandangan indah yang kami lihat di sepanjang rute perjalanan ini, mencicipi sajian kuliner tradisionalnya, mencoba berbaur dengan pola aktivitas masyarakat setempat hingga rasa bingung kami ketika beradaptasi dengan perpindahan zona waktu dari WIB ke WITA, kini waktunya bagi kami untuk mulai melanjutkan lagi petualangan goweswisata.blogspot.co.id ini

Tujuan kami berikutnya adalah terus menuju kearah Timur, sekuat dan sesampainya , yup kami memang tidak mematokkan target pencapaian apapun karena bagi kami berdua inti kesenangan dari petualangan ini adalah apa yang kami alami di sepanjang perjalanan ini, the joy of the adventure is in the journey it self, yang terpenting adalah kami terus bergerak maju, walaupun perlahan tetapi perjalanan ini terus berlanjut

Mengawali start dari Kota Denpasar dengan kondisi badan yang sebenarnya kurang fit dikarenakan tidak kondusifnya zona istirahat yang kami gunakan (tetapi bagaimanapun juga kami tetap berterimakasih kepada Bli Krisna dan Keluarga yang berkenan membuka rumahnya bagi musafir seperti kami berdua :)) tetapi apapun itu pada akhirnya menjadi pengalaman dan membuka pikiran kami jika kedepannya nanti kami kembali membuka rumah singgah yang diperuntukkan bagi para petualang setidaknya kami juga harus mencoba ruang yang diperuntukkan bagi para guest tersebut, karena dengan mencobanya sendiri secara langsung maka kami dapat merasakan apakah kami merasa nyaman untuk beristirahat di dalam ruangan tersebut atau tidak, dititik ini kami kembali mendapat pelajaran bahwa untuk menjadi seorang host atau tuan rumah sebuah rumah singgah itu ternyata tidak mudah, ada tanggungjawab diposisi tersebut untuk memastikan jika mereka yang singgah akan kembali melanjutkan perjalanan mereka dengan kondisi badan yang setidaknya lebih bugar daripada sebelumnya, karena bukankah inti dari sebuah rumah singgah adalah sebagai tempat persinggahan sementara bagi mereka-mereka yang sedang dalam perjalanan, bagi mereka-mereka para musafir yang sedang kelelahan dan membutuhkan sebuah tempat dimana mereka bisa beristirahat dan me-recovery stamina fisiknya supaya kembali bugar sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya, dengan kata lain untuk menjadi tuan rumah atau seseorang yang berniat membuka rumahnya sebagai rumah singgah juga harus mempertimbangkan beberapa faktor, dikarenakan niat saja belumlah cukup, dan bukan berarti hanya karena seseorang memiliki ruang kosong dirumahnya maka sudah cukup untuk dijadikan sebuah tempat singgah, seseorang yang benar-benar ingin menjadi host tentunya akan belajar untuk memposisikan dirinya sebagai seorang guest terlebih dahulu sebelum ia pada akhirnya yakin untuk membuka rumahnya menjadi sebuah tempat singgah yang layak (sirkulasi udara yang baik dan kebutuhan air bersih yang cukup)

Setelah berpamitan kepada keluarga Bli Krisna kami kemudian mulai menyusuri ruas jalan Kota Denpasar di pagi hari yang seperti biasa dipadati oleh kendaraan bermotor yang saling “memamerkan” suara klakson kendaraannya masing-masing, berdasarkan peta yang saya pelajari semalam maka kami mengambil rute melalui ruas jalan propinsi menuju Pelabuhan Padangbai.

Cuaca yang cerah dan cenderung panas terik membuat kami mengayuh secara perlahan saja namun konstan untuk menghemat stamina, di sepanjang ruas jalan propinsi ini kondisi lalu lintasnya juga tidak terlalu ramai jika dibandingkan dengan kondisi lalu lintas di Kota Denpasar, beberapa papan penunjuk arah menuju lokasi-lokasi wisata juga banyak kami jumpai di sepanjang rute ini



Namun berkat sinar matahari yang terik hingga membuat kami berkeringat inilah kondisi badan kami yang awalnya kurang fit pada akhirnya justru perlahan mulai membaik, sepertinya racun-racun yang ada di tubuh turut keluar bersamaan dengan keringat, setidaknya hal ini merupakan awal perjalanan yang baik

Dengan rute yang cenderung lurus dan datar serta diterpa panasnya cuaca bali membuat kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sembari mencari warung yang menjual makanan. Ketika sedang beristirahat makan siang beberapa kali kami sempat melihat penampakan petouring bersepeda lainnya (sepertinya petouring mancanegara) yang datang dari arah berlawanan dengan kami, tampaknya rute mereka dari Pulau Lombok dan setibanya di Pulau Bali mereka menuju kearah Barat. Salah seorang pengunjung warung makan ini sempat bertanya kepada kami berdua darimana asal kami dan hendak menuju kemana, ia juga bertanya kepada kami sudah berapa lama kami bertualang, sambil berbincang-bincang saya juga sekalian bertanya seputar rute menuju ke Pelabuhan Padangbai sekiranya masih jauh atau sudah dekat, setidaknya dengan begini saya juga jadi bisa mengatur manajemen waktu perjalanan

Setelah selesai makan dan ketika kami hendak melanjutkan perjalanan, bapak-bapak yang tadi berbincang dengan kami tiba-tiba memanggil dan membelikan kami dua buah botol air mineral berukuran 1,5liter sebagai bekal untuk perjalanan kami nantinya, ia juga berpesan untuk tetap hati-hati dan semoga selamat sampai di tujuan, terimakasih Pak :), terkadang hal-hal seperti inilah yang membuat perjalanan ini menjadi menarik, karena disini kita bisa melihat dan membuktikan sendiri secara langsung bahwa rasa kemanusiaan itu masih ada tanpa harus membeda-bedakan suku, agama dan ras, bahwa untuk menolong seseorang tidak selalu dibutuhkan alasan bukan? Help other peoples just because you want to, karena ketika kita menolong seseorang dikarenakan kita mengharapkan imbalan maka itu bukanlah suatu pertolongan melainkan sebuah bisnis

Sedikit demi sedikit akhirnya kayuhan ini semakin membawa kami mendekati Pelabuhan Padangbai, sebelum kami benar-benar sampai ke Pelabuhan dan mulai menyeberang ke Pulau Lombok kami memutuskan untuk membeli beberapa bekal perjalanan di sebuah minimarket yang berada tidak jauh dari papan penunjuk arah menuju Pelabuhan Padangbai, dan disini pula kami menemui kejadian menarik lainnya yaitu ketika kami sedang memarkirkan sepeda-sepeda kami bersender ke tembok parkiran tiba-tiba ada salah seorang wisatawan mancanegara (bernama Sorin Mitrea) yang menghampiri kami berdua dengan penuh rasa senang,” hi Hello sorry do you speak bahasa?”, tanyanya kepada kami, “hi there, ya we speak bahasa and we can also speak English too, how are you?”, jawab saya, akhirnya saya pun berbincang-bincang dengannya sembari menunggu Agit yang sedang berbelanja bekal di dalam minimarket tersebut. Sorin bertanya apakah kami sedang melakukan perjalanan bersepeda, darimana asal kami, hendak menuju kemana, dan sudah berapa hari perjalanan,ternyata ia baru saja dari selesai berwisata ala backpackeran di Pulau Lombok, ia juga memberitahu kepada kami beberapa spot yang menurutnya luar biasa indah di Pulau Lombok (sembari mendengarkan penjelasannya terkadang saya berpikir kenapa justru mayoritas orang yang saya temui yang benar-benar menjelajah keindahan alam Indonesia dan keunikan budayanya justru adalah mereka yang berasal dari mancanegara, justru mereka-mereka inilah yang notabene bukan orang Indonesia justru tahu lebih banyak keunikan dan keindahan negeri ini lengkap dengan detail-detail perjalanan yang kebanyakan wisatawan domestic justru luput atau mengabaikannya) mungkin benar juga seperti salah satu quotes yang pernah saya baca bahwa ketika kita melakukan sebuah perjalanan atau petualangan ke sebuah tempat maka lihatlah tempat tersebut dari sudut pandang orang yang baru pertama kali berkunjung ke tempat itu maka disitulah kita akan melihat keindahan dan keunikan detail tempat tersebut, “if we all could see the world through the eyes of a child, we could see the magic in everything”.

Setelah Agit selesai berbelanja, kami pun bersiap melanjutkan perjalanan lagi menuju ke Pelabuhan Padangbai, Sorin pun juga berpamitan, ia hendak melanjutkan perjalanannya mengeksplor keindahan Pulau Bali, walaupun gaya perjalanan kami dan Sorin berbeda namun pada dasarnya tujuan kita semua adalah sama yaitu menikmati hidup dan menciptakan kenangan indah yang tertulis dalam buku kehidupan kita masing-masing, well goodbye my friend hope you enjoyed our country

“Aduuhhh, panas banget ini sadel”, kata saya spontan ketika hendak mulai mengayuh sepeda, padahal sepertinya cuma berhenti di parkiran 15 menit saja, dan sepertinya terik matahari di Pulau Bali terutama yang mendekati Pelabuhan Padangbai ini memang benar-benar panas luar biasa karena ketika saya melihat kearah cyclocomp cateye velo 7 saya tampaklah di bagian layarnya tiba-tiba menghitam, gosong kepanasan, nah lho, akhirnya saya pun melepas cyclocomp tersebut dan menaruhnya di dalam handlebar bag, dan tidak hanya sadel serta cyclocomp saja yang panas, karena ketika kami berhenti di traffic light pun ternyata bagian top tube juga terasa panas sekali, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan (ban bocor karena memuai) akhirnya kami pun sepakat untuk beristirahat dan berteduh dulu di bawah sebuah pohon besar sekalian mendinginkan sepeda-sepeda kami, sambil berteduh kami pun memeriksa sepeda-sepeda untuk melihat bagian mana saja yang terasa overheat, dan ternyata di bagian dalam handlebar milik agit memakan korban dari efek panasnya sinar matahari yaitu lipstiknya yang meleleh, nah kalian kira-kira saja seperti apa panasnya cuaca di sepanjang rute ini hehe…

Setelah dirasa cukup beristirahat dan sepeda juga sudah tidak terlalu panas lagi kami pun melanjutkan perjalanan sampai akhirnya tiba juga di Pelabuhan Padangbai



Setelah membeli tiket di loket sebesar Rp 63.000,- per sepeda (sudah termasuk orangnya) kami pun menuju ke kapal ferry yang menuju Pulau Lombok, estimasi waktu tempuh penyeberangan dari Pelabuhan Padang Bai menuju Pelabuhan Lembar di Pulau Lombok kira-kira sekitar 4 jam, di dalam kapal sepeda-sepeda kami senderkan di bagian pojok dekat dengan kamar mandi awak kabin, sedangkan kami berdua naik dan berkeliling ke bagian atas kapal


Sembari menunggu kapal berangkat kami pun berkeliling di bagian ruang penumpang dan melihat keindahan pemandangan di sekitar Pelabuhan Padangbai ini, walaupun biasanya kata-kata “Pelabuhan” cenderung berkonotasi dengan pantai yang jelek, laut yang kotor, dan segala macam keluhan lainnya namun hal ini tidak terdapat di sekitar Pelabuhan Padangbai, karena disini air lautnya justru terlihat bagus dan bergradasi, pemandangan sekitar Pelabuhan juga menarik, bahkan Pelabuhannya sendiri juga cukup bersih



Dan akhirnya sekitar pukul 2 siang kapal ferry yang kami naiki pun perlahan mulai berlayar meninggalkan Pulau Bali menuju ke Pelabuhan Lembar di Pulau Lombok. Sayonara Pulau Bali semoga suatu saat nanti kami berkesempatan untuk kembali lagi mengeksplorasi sisi lain keindahan Pulau Dewata ini. Dan perjalanan petualangan goweswisata.blogspot.co.id ini pun kembali membuka chapter baru berikutnya dengan semakin menjauh menuju kearah Timur bagian Indonesia





Ini kedua kalinya kami melakukan penyeberangan menggunakan kapal ferry setelah sebelumnya kami menyeberang dari Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi menuju ke Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali, kali ini suasana di dalam ruang tunggu penumpang tidak terlalu ramai jika dibandingkan saat kami menyeberang dari Pulau Jawa ke Pulau Bali, oya disini kami juga ingin menyampaikan tips bagi kalian yang juga baru pertama kali menyeberang menggunakan kapal ferry, yaitu jika kalian melihat di bagian dalam kapal (dekat dengan ruang tunggu penumpang) ada sebuah ruangan yang berisi matras-matras senam, dan banyak orang atau penumpang lain yang terlihat tidur atau beristirahat menggunakan matras tersebut maka bacalah ini baik-baik, bahwa matras tersebut tidak disediakan secara gratis sebagai fasilitas untuk penumpang, yup itu artinya jika kalian ingin leha-leha tidur menggunakan matras-matras tersebut maka kalian harus merogoh kocek dan membayar sebesar 35 ribu rupiah per matras, dan sialnya bagi kalian yang belum tahu adalah tidak ada keterangan informasi apapun yang bertuliskan sewa matras tersebut, sehingga mungkin kalian akan menyangka bahwa matras tersebut disediakan secara gratis, bahkan saat kalian masuk ke ruangan tersebut pun tidak ada petugas yang memberitahu seputar “penyewaan” tersebut, nah barulah saat kalian menduduki matras tersebut sekonyong-konyong langsung deh ada orang yang menagih bayaran sewa matras tersebut, kan kampret namanya (bagi musafir gembel seperti kami rasanya uang 35 ribu rupiah lebih baik untuk beli makan)

Semakin mendekati Pulau Lombok cuaca mulai berubah menjadi mendung, kontras sekali jika diingat-ingat bahwa sebelumnya kami tersiksa dengan panasnya terik matahari di dekat Pelabuhan Padangbai kini cuaca mendadak menjadi mendung seperti mau hujan


Dan akhirnya di kejauhan mulai terlihat penampakan Pulau Lombok dan Pelabuhan Lembar, waktu sudah beranjak sore hari ketika perlahan kapal ferry ini mulai mendekati Pelabuhan Lembar, nampaknya kami harus sesegera mungkin membuat strategi untuk menemukan dimana tempat kami akan beristirahat malam ini, terlebih sepertinya tak lama lagi hujan akan segera turun





Segera setelah kapal merapat ke dermaga Pelabuhan Lembar dan kendaraan-kendaraan penumpang mulai bergerak keluar dari kapal, kami pun bergegas keluar dan mencari mushalla di area Pelabuhan Lembar, setelah selesai ibadah dan sedikit bersih-bersih kami pun mulai bergerak keluar dari area Pelabuhan Lembar, mendung semakin pekat menggelayut, tampaknya kami juga harus bergerak cepat mencari tempat untuk beristirahat sebelum kemalaman dan hujan


Walaupun terdengar sepele namun ada beberapa fenomena unik yang kami perhatikan sejak kami memulai perjalanan ini yaitu jika di Pulau Jawa banyak terdapat minimarket-minimarket modern seperti indomart dan alfamart yang biasanya selalu bersebelahan dan terhampar dimana-mana (bahkan di komplek perumahan saja ada), maka sepertinya semakin menuju kearah Timur ini keberadaan indomart semakin menghilang, dan berganti dengan hanya ada alfamart saja, begitupun dengan dunia perbankan, dimana jika di kota-kota besar mudah ditemukan atm dari 4 bank besar (BRI, BNI46, Mandiri, BCA) maka semakin kalian menjauh dari kota besar terlebih jika menuju kearah Timur maka atm yang paling banyak dijumpai adalah milik BNI46, kemudian BRI, lalu Mandiri, jangan harap ada BCA kecuali di bagian kotanya, sepertinya bank yang satu ini ogah berinvestasi di luar wilayah perkotaan (kalau kalian hanya mengandalkan atm 1 buah bank saja maka silahkan mumet, solusinya paling gunakan atm bersama).

Sejak keluar dari area Pelabuhan Lembar sebenarnya kami sempat melihat ada sebuah penginapan seperti losmen, namun karena saat itu jaraknya terbilang masih relatif dekat dari area Pelabuhan dan waktu juga masih sore maka yang terpikir dibenak kami adalah mencoba untuk terus maju menuju kearah Kota Mataram untuk selanjutnya mencari penginapan di sekitar daerah dekat bagian kotanya, namun ternyata tiba-tiba hujan mulai turun dan di sepanjang perjalanan kami tidak menjumpai ada bangunan penginapan lagi padahal jarak masih lumayan jauh (ok berarti pelajaran hari ini adalah jangan menunda-nunda kalau sedang bertualang, kalau sekiranya cuaca kurang bagus dan jarak ke tempat tujuan masih jauh maka begitu ada penginapan lebih baik langsung stop saja disitu baru kemudian besok lanjut lagi), akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan dibawah derasnya guyuran hujan (setelah siangnya gowes panas-panasan, kini malamnya kami gowes hujan-hujanan), rute yang kami lalui terhitung cukup lengang dan minim penerangan, ditambah lagi hujan yang turun kali ini juga terhitung cukup deras sampai menyebabkan terjadi banjir di beberapa titik sehingga kami harus ekstra berhati-hati.

Ketika kami meminta ijin untuk bermalam di sebuah pos polisi ternyata jawaban dan kasusnya hampir sama dengan yang terjadi di daerah Wongsorejo, Jawa Timur, yah kami pun sudah hafal walaupun para petugas kepolisian tersebut berdalih macam-macam dengan mengatakan tinggal sedikit lagi jaraknya menuju ke Mataram (iya deket kalau naik kendaraan bermotor) intinya hanya mereka tidak mau repot, oleh karena itulah kami pun akhirnya memaksakan untuk meneruskan perjalanan menuju ke Kota Mataram dibawah derasnya guyuran hujan dan gelapnya malam, sampai akhirnya setibanya di pinggir kota (karena sepertinya daerah ini mulai terasa nuansa kota) saya melihat ada papan penanda sebuah tempat penginapan, ya sudahlah di coba saja terlebih karena ini sudah malam, hujan, dingin, ditambah kami kebasahan dan kelaparan, maka satu-satunya prioritas kami saat ini adalah mencari tempat bermalam dan tempat makan, semoga budgetnya masih ramah di kantong.

Setelah bertanya apakah masih ada kamar kosong dan berapa biaya sewa permalamnya, akhirnya kami pun sepakat untuk bermalam di tempat ini yaitu Hotel Kubayan, sebuah penginapan sederhana (walaupun namanya pakai kata “hotel”) dengan tarif 150rb/malam dengan fasilitas, ranjang double, kamar mandi dalam, TV, dan AC (tidak dapat sarapan), yah setidaknya cukup masuk dengan budget kami. Setelah meng-unpacking semua pannier ke dalam kamar dan bersih-bersih kini saatnya mencari makan malam (akhirnya setelah berjalan kaki ke depan mencari tukang makanan, satu-satunya yang kami temui adalah penjual nasi goreng ayam yang harganya hampir seperti harga resto, heran apanya sih yang bikin mahal perasaan rasanya juga tidak istimewa, porsinya juga standar, masih lebih enakan nasi goreng di daerah Rawamangun Jakarta Timur), tapi daripada kelaparan akhirnya kami pun memesan hanya sepiring saja kemudian dibagi dua, yang penting setelah ini tinggal tidur atau cemilin roti, dan besoknya baru cari makan lagi sambil menjelajahi Pulau 1000 Masjid ini, apa yang akan terjadi di petualangan berikutnya, tetap ikuti kisah petualangan kami ya

Pengeluaran Hari ini :

- 2 porsi makan siang nasi campur+es teh = Rp 30.000,-
- belanja indomart = Rp 9.200,-
- 2 tiket ferry Padangbai-Lembar = Rp 126.000,-
- sewa matras = Rp 35.000,-
- makan malam = Rp 24.000,-
- penginapan hotel kubayan = Rp 150.000,-/malam

Total = Rp 374.200,-

Total jarak tempuh hari ini : 65km

No comments:

Post a Comment