Tuesday, 1 May 2018

CHAPTER 36; FORT ROTTERDAM

Hari ke 71, Kamis, 25 Februari 2016,

Makassar merupakan sebuah Kota Besar yang suasana dan kesibukannya tidak jauh berbeda dengan Kota Jakarta, nah berhubung ini adalah pertama kalinya bagi kami berdua bertualang ke Pulau Sulawesi dan mengunjungi kota ini tentunya sangat sayang apabila kami tidak mencoba untuk menjelajahi keunikan dari kota ini, jadi yuk kita let’s go :)

Oya sebelumnya kami juga ingin berbagi tips buat kalian semua yang ingin traveling tetapi memiliki budget terbatas. Seperti kita semua tahu jika budget terbesar saat kita traveling adalah di faktor transportasi dan penginapan, jadi untuk menekan budget tersebut lebih baik kita mencoba mencari solusi untuk mengatasi kedua faktor ini. Solusi untuk faktor pertama yaitu masalah transportasi, kami sudah berhasil mengatasinya yaitu dengan menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi utama kami, lumayan lho dengan menggunakan sepeda seperti ini kami bisa mengalihkan alokasi budget yang biasanya dikeluarkan untuk naik bus atau kereta ke budget untuk membeli tiket ke obyek wisata lainnya, mencoba wisata kuliner khas, atau membeli cenderamata, selain itu dengan bersepeda kami juga lebih bebas menentukan waktu perjalanan, kapan dan dimana kami mau berhenti tinggal menentukan sendiri, selain itu kami juga lebih bisa menangkap detail apa saja yang ada di sepanjang rute yang kami lalui. Namun bagi kalian yang gaya travelingnya tidak menggunakan sepeda seperti kami juga tidak perlu kuatir, karena kalian tetap bisa kreatif untuk mengakali kendala di faktor transportasi ini, caranya antara lain adalah dengan menggunakan metode hitching alias nebeng, jika kalian beruntung kalian bisa menumpang kendaraan bak terbuka seperti mobil pick up pengangkut sayur atau barang, disini kalian hanya perlu membayar pengemudi seikhlasnya saja, cara lainnya adalah dengan jeli memanfaatkan tiket-tiket promo yang banyak diadakan oleh biro-biro perjalanan atau memantau harga tiket via aplikasi online yang terkadang harganya justru jauh lebih murah daripada jika kalianmemesan langsung ke terminal bus (apalagi di terminal banyak calo-nya)

Sedangkan untuk faktor penginapan, disini kami mengakalinya dengan menggunakan fasilitas kost harian atau bulanan untuk pasutri, cara ini jauh lebih hemat dibandingkan jika kalian menggunapan fasilitas hotel (baik itu hotel bintang tiga maupun bintang lima), dengan fasilitas kost bulanan seperti ini kalian justru diuntungkan karena kalian bisa leluasa menjelajah atau mengeksplorasi destinasi traveling kalian tanpa takut diburu-buru waktu, hitung-hitungannya kurang lebih seperti ini, ketika kami menggunakan jasa penginapan Hotel Lydiana dengan tarif sewa kamar single sebesar 140rb/malam, maka kami menjadi tidak leluasa untuk menjelajah karena pikiran kami selalu dibayangi dengan waktu check-out hotel, sedangkan untuk menjelajahi keunikan Kota Makassar tidaklah cukup jika kalian hanya menetap selama satu hari saja di kota ini, maka dari itu keesokan harinya setelah check out dari Hotel Lydiana kami pun langsung mencari tempat kost pasutri yang masih memiliki kamar kosong, untunglah kami bisa mendapatkannya saat hari itu juga di daerah Panaikang, akhirnya kami pun membayar sebesar 600 ribu rupiah untuk menyewa satu kamar kost pasutri selama satu bulan dengan fasilitas kamar mandi dalam, dapur, dan listrik, nah jauh lebih hemat bukan? dibandingkan jika kalian memaksakan bertahan menggunakan jasa sewa kamar hotel (dengan budget 600 ribu rupiah paling kalian hanya bisa menyewa kamar hotel selama 3-4 hari saja). Selain menggunakan kost harian atau bulanan kalian juga bisa memanfaatkan keberadaan rumah-rumah singgah yang biasa digunakan oleh para Backpacker, tentunya kalian harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu mengenai jadwal kedatangan dan agenda kalian kepada sang empunya tempat supaya tidak bentrok waktunya. Setelah urusan tempat penginapan beres kini pikiran kami pun bisa lebih tenang dan leluasa untuk menyusun agenda petualangan di Kota Makassar ini

Hari ini kami berencana untuk bersepeda keliling Kota Makassar, mencoba untuk melihat detail kota serta menikmati pola aktivitas masyarakatnya. Untunglah kali ini cuaca cukup cerah setelah pada beberapa hari sebelumnya hujan turun cukup deras mengguyur Kota Makassar.

Mengawali start sekitar pukul 08.30 WITA dari tempat kost kami di Jalan Angkasa, Panaikang, menuju ke Benteng Fort Rotterdam yang berlokasi di Jalan Ujung Pandang no.1 Kota Makassar. Fort Rotterdam berada tidak jauh dari Anjungan Pantai Losari, persisnya berada di pinggir pantai sebelah Barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Peta menuju lokasi Benteng Fort Rotterdam



Dari Panaikang kami melalui Jalan Urip Sumohardjo yang seperti biasa terlihat mulai padat dan tersendat, sebuah pemandangan umum layaknya yang terjadi di kota besar lainnya di Indonesia, terlebih Kota Makassar sendiri dikenal sebagai pintu gerbang wilayah Indonesia Timur sehingga pembangunan yang ada di wilayah ini pun berjalan cukup cepat, tidak kalah dengan wilayah Indonesia dibagian Barat bahkan jika dibandingkan dengan ibukota Jakarta sendiri


Setibanya kami di Benteng Rotterdam (Fort Rotterdam) atau sering juga disebut dengan sebutan Benteng Ujung Pandang, orang Gowa-Makassar menyebutnya Benteng Panyyua (Benteng Penyu, dikarenakan bentuk benteng ini berbentuk segi lima, mirip seekor penyu yang merangkak menuju ke arah lautan jika dilihat dari atas), hal pertama yang menurut kami menarik dan menjadi icon dari tempat ini adalah deretan sculpture huruf-huruf berukuran besar berwarna merah yang membentuk tulisan "Fort Rotterdam" yang berada tepat di bagian depan area benteng, sayangnya dibeberapa hurufnya penuh dengan corat-coret ulah tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, padahal seandainya kebersihan area ini terjaga tentu deretan huruf tersebut akan menjadi magnet atau spot daya tarik tersendiri sebagai obyek berfoto bagi para wisatawan yang mengunjungi tempat ini



Tentunya petualangan tidak akan lengkap jika kami hanya berfoto dibagian depan benteng tanpa masuk atau mengetahui apa saja isi di dalam benteng tersebut, oleh karena itulah kami pun kemudian bertanya ke petugas di loket jaga dimanakah tempat yang aman untuk memarkir sepeda-sepeda kami supaya kami bisa leluasa melihat isi benteng ini, oleh petugas yang berjaga kami pun diperbolehkan untuk memarkir sepeda diparkiran khusus karyawan sehingga mereka pun juga dapat mengawasinya

Untuk sekedar berkeliling benteng tidak ada biaya retribusi yang dikenakan alias gratis, namun jika kalian ingin masuk ke dalam museumnya (Museum La Galigo) maka untuk setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 5 ribu rupiah bagi pengunjung dewasa, 3 ribu rupiah bagi pengunjung anak-anak, dan 10 ribu rupiah untuk wisatawan mancanegara


Benteng yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Gowa-Tallo ini dibangun pada Tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallona. Pada awalnya bangunan benteng ini dibuat menggunakan material batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV yang bernama I Mangerangi Daeng Manrabbia yang bergelar Sultan Alauddin, pada tanggal 9 Agustus 1634, konstruksi benteng mulai diganti menggunakan batu padas hitam yang diambil dari pegunungan karst yang berada di daerah Maros, lalu pada tanggal 23 Juni 1635 dibangun lagi tembok ke dua yang berada dekat pintu gerbang. Benteng ini memiliki 5 Bastion (bangunan yang lebih kokoh dan posisinya lebih tinggi yang berada di setiap sudut benteng, pada setiap Bastion ini pulalah biasanya ditempatkan meriam diatasnya).





Kesultanan Gowa sendiri pernah berjaya sekitar abad ke-17 dengan Ibukotanya yang berada di Makassar. Kesultanan ini sebenarnya memiliki 12 buah benteng yang mengitari seluruh ibukota, hanya saja Benteng Fort Rotterdam merupakan bangunan benteng yang paling megah diantara benteng-benteng lainnya. Seorang Jurnalis dari New York Times bernama Barbara Crosette bahkan menggambarkan benteng ini sebagai “The Best Preserved Dutch Fort in Asia”.



Benteng Fort Rotterdam ini pernah hancur pada masa penjajahan Belanda, tepatnya antara tahun 1655-1669 ketika pihak Belanda menyerang Kesultanan Gowa yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin, tujuan penyerbuan yang dilakukan pihak Belanda ini adalah untuk menguasai jalur perdagangan rempah-rempah sekaligus untuk memperluas sayap kekuasaan sehingga memudahkan mereka dalam membuka jalur ke wilayah Banda dan Maluku


Sampai akhirnya pada tanggal 18 November 1667, Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bongaya, dimana pada salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada pihak Belanda, yang mana kemudian nama Benteng Ujung Pandang ini pun lalu diubah menjadi Fort Rotterdam oleh Gubernur Jenderal Admiral saat itu yaitu Cornelis Janszoon Speelman. Sejak saat itulah benteng ini lalu digunakan sebagai pusat penimbunan dan perdagangan rempah-rempah sekaligus juga sebagai pusat pemerintahan pihak Belanda di wilayah Timur Nusantara

Selain berkeliling bangunan benteng, disini kita juga bisa masuk ke dalam Museum La Galigo yang menyimpan lebih kurang 4.999 koleksi prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah-naskah kuno dan etnografi yang meliputi hasil kesenian, teknologi, serta peralatan yang dibuat dan digunakan dalam hidup keseharian suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.


Didalam museum La Galigo ini kita bisa melihat dan belajar mengenai peninggalan Kerajaan Gowa, beberapa artefak pra sejarah, beragam suku yang ada di Sulawesi, pola aktivitas masyarakat yang bersifat agraris dan bahari, pakaian adat, cerita rakyat, prosesi tata cara pernikahan adat, hingga runutan sejarah perjuangan suku-suku yang ada di Sulawesi ketika melawan invasi militer yang dilakukan oleh Belanda









Di area Benteng Fort Rotterdam ini kita juga bisa melihat ruang tahanan sempit yang dahulu digunakan oleh Belanda untuk menahan Pangeran Diponegoro yang setelah ditangkap di Batavia kemudian Beliau dibuang ke Manado dan ditahan di Benteng New Amsterdam sebelum akhirnya pada tahun 1834 ia dipindahkan ke Makassar di Benteng Fort Rotterdam sampai akhirnya Beliau menutup usia di Kota Makassar


Selagi kami berdua berkeliling Benteng Rotterdam tidak berapa lama kemudian kami bertemu dengan salah seorang rekan goweser dari Makassar yaitu Mbak Darna, yang sebelumnya sudah saling contact dengan kami untuk mengabarinya jika kami sudah tiba di Makassar, akhirnya setelah berkenalan secara "resmi" alias offline kami bertiga pun kembali melanjutkan perjalanan berkeliling kota dengan Mbak Darna yang kali ini menjadi road captain alias pemandu kami, kemana tujuan kami berikutnya setelah ini? tetap ikuti petualangan goweswisata.blogspot.co.id ya

No comments:

Post a Comment