Rabu, 17 Februari 2016,
Hari ini petualangan goweswisata kami mulai beranjak memasuki bab berikutnya, karena tepat di hari ke-63 ini kami harus mengucapkan selamat tinggal kepada Pulau Sumbawa, semoga suatu saat kami dapat kembali lagi untuk menjelajahi pesona alam pulau indah ini dan bercengkrama dengan masyarakatnya yang sangat ramah dan telah banyak membantu kami selama bertualang disini, we will miss you all :)
Terimakasih kepada Mbak Henni dan keluarga yang telah banyak membantu kami selama berada di Kota Bima
Jadwal kapal Pelni KM. Leuser yang kami gunakan untuk bertolak dari Pelabuhan Bima menuju ke Pelabuhan Makassar rencananya akan berangkat sekitar pukul 10.00 WITA, oleh karena itu sedari pagi kami pun telah bersiap dan tiba di pelabuhan Bima lebih awal yaitu sekitar pukul 08.00 WITA
Setelah bertemu dengan Pak Arsyad di Pelabuhan untuk mengambil tiket over bagasi sepeda-sepeda kami, kami pun kemudian menunggu di ruang tunggu penumpang, sedangkan untuk mengangkut sepeda beserta seluruh barang bawaannya kami menggunakan jasa porter pelabuhan dengan biaya sebesar 100 ribu rupiah untuk 2 sepeda, jasa porter ini pada akhirnya terpaksa kami pilih karena akses masuk ke dalam kapal menggunakan tangga yang cukup sempit dimana sepeda harus digotong, dan tentunya ini bukanlah perkara yang mudah untuk menggotong 2 sepeda touring yang full loaded sambil berdesakan dengan para penumpang lainnya sembari menapaki anak tangga, jadi kami pikir ya sudahlah daripada menyiksa diri lebih baik menghemat tenaga dengan menggunakan jasa porter
Untungnya para porter yang kami gunakan juga sangat gesit, begitu KM. Leuser merapat di dermaga mereka dengan sigap langsung menggotong sepeda-sepeda kami masuk ke dalam kapal dan menaruhnya ditempat yang sangat strategis, tepat di pojok dekat pintu masuk sehingga kami tidak kebingungan untuk mencarinya
Didalam kapal Pelni ini para penumpang terbagi kedalam beberapa dek, dimana setiap deknya telah dilengkapi dengan kasur sederhana (matras senam berketebalan sekitar 10cm), maklumlah perjalanan laut ini akan memakan waktu tempuh yang cukup lama, kurang lebih sekitar 18 jam, oleh karena itu untuk mengusir kebosanan selama perjalanan disetiap deknya juga terdapat televisi, namun jika kalian ingin lebih nyaman lagi maka kalian juga dapat membayar ekstra untuk menikmati hiburan film box office dengan fasilitas ruang ber-AC. Sedangkan untuk fasilitas standartnya sendiri yang disediakan adalah toilet atau kamar mandi, ruang beribadah berupa masjid, dapur atau pantry untuk memesan makanan, dan jika malas untuk berjalan kaki menuju ke ruang pantry kalian tidak perlu kuatir karena ada beberapa penjual makanan nasi kotak dan minuman gelas yang selalu berkeliling ke setiap dek
Untunglah posisi kasur tempat kami beristirahat letaknya sangat strategis, yaitu berada di pojokan, sehingga posisi sepeda-sepeda kami tepat berada di hadapan kami dan tidak mengganggu jalur sirkulasi penumpang lainnya
Namanya juga Indonesia, dimana budaya ngaret telah mengakar sangat kuat, maka jika menurut jadwal di tiket yang kami pegang kapal seharusnya berangkat pukul 10 pagi, maka realitanya kapal baru bertolak pukul 2 siang (ngaretnya sampai 4 jam), untungnya di dalam kapal Pelni ini semua penumpang mendapat jatah makan (pagi-siang-malam) sehingga rasa kebosanan kami sedikit terobati setelah perut kenyang (tidak terlalu kenyang juga sih karena porsi makan siangnya terlalu sedikit menurut saya hehe)
Dikelas ekonomi ini tidak ada pemisahan gender, smoking atau non smoking, dan lainnya. Semua berbaur tumplek blek menjadi satu maklumlah kelas yang paling merakyat :), hal yang paling lucu dan menggelitik mungkin adalah ketika melihat para penumpang yang berada di deretan kasur diseberang kami (1 deret berisi 7 buah kasur), jika menilai sekilas secara penampilan fisik mereka mungkin kita akan merasa sedikit takut karena perawakan mereka semua seperti petinju dengan wajah yang seram, badan yang besar, dan berotot, mereka juga selalu berkumpul secara berkelompok, dan sejak sebelum kapal berangkat mereka selalu berdiskusi dengan kelompoknya menggunakan bahasa daerah yang secara samar saya artikan sepertinya mengenai pembagian uang (dan memang setelah itu mereka tampak membagi-bagikan uang kepada anggota kelompoknya) dengan kata lain intinya secara sekilas penampilan mereka semua terlihat seperti mafia atau gangster-gangster yang biasa kita saksikan di film-film
Namun benarlah kata pepatah yang mengatakan jangan menilai orang hanya dari tampilan luarnya saja, karena setelah "acara bagi-bagi uang" tersebut mereka pun menyantap bekal yang mereka bawa sembari tersenyum dan menyapa kami, bahkan ada salah satu anggotanya yang sedari tadi celananya selalu tersangkut besi ranjang ketika bolak-balik dihadapan kami, padahal sebelumnya ia pun sudah tahu jika ada besi pada ranjang matras yang posisinya menjorok keluar ketika ia pertama kali tersangkut namun ia selalu menyalahkan posisi besi tersebut (padahal teman-temannya yang lain juga ada yang bolak-balik namun celananya tidak pernah tersangkut dibesi tersebut)
Selain itu ada juga anggota lainnya yang kepalanya agak botak ternyata membawa semacam minyak atau tonik penyubur rambut, dan ketika ia menggunakannya sembari menunggu kapal berangkat maka teman-temannya yang lain pun mengejeknya secara bercanda bahwa percuma saja pakai penyubur rambut
Setidaknya perilaku mereka ternyata tidak segarang penampilan fisiknya, bahkan menurut saya mereka justru lebih baik daripada segerombolan orang atau penumpang lainnya yang "ngakunya sih mahasiswa" lengkap dengan atribut jaket almamaternya tetapi dengan seenaknya merokok didalam kabin tanpa peduli jika didalam kabin tersebut juga terdapat anak-anak, bayi, ibu-ibu, dan orang-orang lainnya yang bukan perokok. Walaupun petugas keamanan kapal, petugas kebersihan, hingga pedagang makanan yang berkeliling sudah berkali-kali mengingatkan untuk tidak merokok didalam kabin dan menganjurkan untuk keluar dari kabin jika ingin merokok tetapi sepertinya telinga mereka sudah ditulikan oleh ego pribadi mereka, sungguh sangat disayangkan karena status "maha-siswa" yang mereka sandang nyatanya tidak serta merta menjadikan mereka sebagai manusia yang terpelajar
inilah salah satu sisi yang menarik jika kita traveling menggunakan transportasi umum yang merakyat, karena disini kita bisa melihat dan mengamati keunikan polah tingkah para penumpang lainnya, namun hal ini mungkin juga karena kebiasaan saya sebagai penulis yang suka mengamati detail selama perjalanan
Akhirnya saat ini satu-satunya kegiatan yang bisa kami lakukan untuk hari ini hanyalah menulis catatan perjalanan sembari menunggu KM. Leuser ini tiba dan merapat di Dermaga Pelabuhan Makassar keesokan harinya
Rasanya jantung jadi berdebar karena penuh dengan semangat dan keingintahuan, tidak sabar untuk merasakan petualangan baru setibanya di Bumi Celebes alias Pulau Sulawesi nanti, akan seperti apakah petualangan berikutnya? Apakah seseru seperti petualangan sebelumnya ataukah justru malah lebih seru? Ikuti terus petualangan goweswisata.blogspot.co.id ya :)
“Janganlah jadi seperti sebuah perahu yang ada di dalam botol di tepi pantai yang hanya bisa diam dan cuma bisa melihat dan bermimpi untuk mengarungi lautan yang luas”
Pengeluaran hari ini :
- porter 2 sepeda = Rp 100.000,-
Total = Rp 100.000,-
Total jarak tempuh hari ini = 3,58km
No comments:
Post a Comment