Sabtu, 2 Januari 2016
Kemeriahan suasana pergantian tahun kali ini akhirnya berakhir sudah, di awal tahun 2016 ini kami pun kembali bersiap untuk melanjutkan perjalanan bersepeda menuju kearah Timur Indonesia, perasaan berdebar antara penasaran, gembira, dan cemas semua bercampur menjadi satu sehingga sangat susah untuk dijelaskan, karena mulai dari titik ini dan terus menuju kearah Timur kami sudah tidak mempunyai sanak famili dan teman-teman yang kami kenal lagi, semua akan menjadi hal yang baru dan asing, oleh karena itulah kami pun bersiap untuk menghadapi tantangan berikutnya dengan membuka pikiran kami untuk menerima hal-hal baru dari orang-orang baru yang ke depannya akan kami jumpai.
Sebelumnya kami memanfaatkan waktu selama enam hari di Situbondo ini dengan beristirahat, bersih-bersih menyortir barang-barang bawaan yang tidak terpakai, menunggu kiriman paket, serta merapikan file-file hasil dokumentasi di sepanjang perjalanan, kami pun tidak lupa tetap menjaga stamina dengan sesekali melakukan gowes santai berkeliling kota sambil berkunjung ke rumah saudara-saudara saya yang berdomisili di Situbondo, maklum saja setelah sebelumnya rutinitas kami banyak dihabiskan untuk bersepeda dan jika tiba-tiba selama 6 hari kami hanya bersantai-santai tidak bersepeda sama sekali daripada nantinya badan menjadi "kaget" maka kami pun tetap melakukan aktivitas olahraga ringan (bersepeda dan berjalan kaki), oleh karena itu setelah semua kiriman paket kami datang maka kami pun memutuskan untuk secepatnya kembali melanjutkan perjalanan goweswisata ini sebelum kami benar-benar terlena dengan zona nyaman
Seperti yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya ketika kita akan berpamitan atau melepas salah satu anggota keluarga yang akan bepergian jauh, maka ketika kami sedang mempacking barang-barang, bulik saya juga terlihat repot menyiapkan bekal makanan untuk perjalanan kami, dan karena hari ini adalah Hari Sabtu serta masih bernuansa libur tahun baru dimana semua anggota keluarga pada hari ini berada di rumah, maka semuanya juga ikut sibuk bertanya kira-kira apa yang kami butuhkan untuk bekal nanti. Sepertinya mereka malah lebih cemas daripada kami berdua yang menjalani petualangan ini secara langsung.
Setelah berpamitan (dan juga berfoto bersama untuk kenang-kenangan) kami pun berangkat meninggalkan kediaman bulik saya pukul 07.00 WIB. Kondisi lalu lintas Kota Situbondo pada hari Sabtu pagi ini terlihat agak lenggang, mungkin karena sebagian warganya masih kelelahan setelah begadang pada malam pergantian tahun 2015-2016 ini
Kondisi lalu lintas yang cukup sepi ini pun secara tidak langsung menguntungkan kami berdua karena kami bisa lebih cepat dan bebas melaju sambil sesekali menghindari lubang dan tambalan jalan yang ada di sisi kiri, kira-kira sekitar pukul 09.00 WIB pun kami sudah sampai di wilayah Asem bagus, disini kami beristirahat sebentar di pinggir jalan sambil menyantap bekal sarapan yang tadi disiapkan oleh bulik saya.
Selepas wilayah Asem bagus kami kemudian melewati daerah Banyu putih, hingga kemudian tibalah saatnya kami memasuki area Taman Nasional Baluran.
Dari titik inilah tantangan bermula, kondisi jalan yang awalnya hanya datar-datar saja kini mulai menanjak, selain itu jangan berharap ada minimarket disepanjang area Taman Nasional Baluran karena disepanjang rute ini yang ada hanya pepohonan di sisi kiri dan kanan, oleh karena itu jika kalian ingin berkunjung atau hanya sekedar melewati wilayah Baluran ada baiknya pastikan bekal makanan dan minuman yang kalian bawa cukup, tapi tetap ingat ya untuk tidak membuang sisa sampah kalian secara sembarangan ke jalanan.
Selain itu sebaiknya hindari melewati rute ini jika sudah terlalu sore atau kemalaman, selain karena kalian tidak dapat menikmati pemandangan, rute di sepanjang wilayah ini juga rawan kecelakaan dikarenakan tidak adanya penerangan lampu jalan. Maka dari itu sebaiknya kalian melewati rute ini pada pagi atau siang hari karena kalian dapat melihat pemandangan seperti deretan pepohonan disepanjang jalan, savanna atau padang rumput, Gunung baluran, dan beberapa ekor monyet yang melintas di jalan, dan jika kalian merasa lelah maka kalian juga dapat beristirahat di pos-pos perhutani yang banyak tersebar dibeberapa titik di sepanjang jalan ini, satu-satunya yang perlu kalian waspadai saat beristirahat di wilayah Baluran adalah banyaknya ulat-ulat kecil yang melata dan bergantungan di dahan-dahan pohon, walau terdengar sepele namun keberadaan ulat-ulat terutama yang bergantungan menjuntai di dahan-dahan pepohonan cukup mengganggu perjalanan kami, karena selain kami harus berkonsentrasi menghindari lubang-lubang dan tambalan jalan, kami juga harus menghindari ulat-ulat bulu yang bergantungan tersebut.
Cuaca yang saat itu panas terik ketika kami sedang menghadapi medan menanjak juga cukup menyiksa, terlebih karena pos-pos perhutani yang tadinya kami perkirakan bisa untuk beristirahat ternyata dalam keadaan kosong semua, tidak ada satupun petugas perhutani yang berjaga di pos tersebut, satu-satunya pos perhutani yang ada petugas penjaganya hanyalah pos yang berada disamping pos pantau polisi (itupun tidak ada petugas polisi yang berjaga di pos pantaunya, sepertinya pos pantau tersebut juga tidak setiap hari difungsikan)
Untunglah di pos perhutani yang ada petugas jaganya tersebut kami diberitahu bahwa setelah pos tersebut kondisi jalannya sudah mulai menurun (Alhamdulillah) dan kira-kira 3km lagi maka selesai sudah rute area Taman Nasional Baluran, berganti dengan daerah pemukiman penduduk.
Ternyata benar apa yang dibilang petugas perhutani tersebut, kondisi jalan mulai didominasi turunan, hanya sesekali saja terdapat tanjakan. Kami pun sempat beristirahat lagi di obyek wisata Waduk Bajulmati namun hanya sebentar saja mengingat kami harus sudah keluar dari rute Taman Nasional Baluran ini sebelum waktu Ashar
Sekitar pukul 3 sore akhirnya kami sudah berhasil keluar dari wilayah Baluran dan memasuki Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di daerah Wongsorejo. Sebenarnya rencana awal kami adalah mencari tempat beristirahat untuk nanti malam di Kantor Polsek Wongsorejo namun setibanya kami di Kantor Polsek Wongsorejo dan menemui petugas di meja jaga ternyata jawabannya berbelit-belit, dengan dalih kasihan kepada kami jika menginap di Polsek Wongsorejo nantinya kami tidak dapat melihat pemandangan apa-apa karena di wilayah Wongsorejo ini tidak ada yang dapat dilihat, mereka malah menganjurkan kepada kami untuk meneruskan perjalanan sampai Polsek Ketapang supaya kami bisa melihat pemandangan laut (sedangkan jarak menuju Polsek Ketapang tersebut masih 27km lagi, hallo pak polisi masih sehat?)
Mereka mengatakan "lanjut sedikit lagi saja mas, sudah dekat kok tinggal 27km lagi atau malah bisa sekalian nyebrang ke Bali", jalannya hanya lurus saja kok tidak ada hutan atau tanjakan lagi. Intinya mereka tidak ingin kami menumpang di kantor mereka entahlah mengapa, padahal di kantor-kantor polsek sebelumnya sambutan dan penerimaan dari para petugas polisi terhadap kami sangat ramah dan hangat dan merekalah yang menyarankan kepada kami untuk beristirahat di kantor polisi di sepanjang perjalanan kami supaya aman.
Total jarak tempuh hari ini yang tercatat di cyclocomp sepeda saya sudah menunjukkan angka 69,97km, jika masih harus menempuh 27km lagi maka perjalanan hari ini akan menjadi perjalanan yang paling menyakitkan. Selain karena sebelumnya kami sudah diterpa terik mentari dan menghadapi medan tanjakan, masih ditambah lagi dengan berat beban sepeda dan pannier-pannier kami, selain itu arus lalu-lintas yang semakin ramai juga menjadi masalah dan sangat berbahaya untuk bersepeda di kegelapan malam, maka dari itu saya tetap tidak mengerti apa yang ada di pikiran bapak-bapak polisi di meja jaga Kantor Polsek Wongsorejo tersebut dengan mengatakan jaraknya sudah dekat sekitar 27km lagi, seandainya mereka merasakan atau menempuh sendiri jarak yang sudah kami lalui tadi dengan bersepeda tentu mereka akan mengerti bahwa yang kami butuhkan untuk malam ini adalah ruang untuk beristirahat, bukan untuk melihat pemandangan
Tidak ada tanjakan lagi? hmmm...sepertinya mereka mengatakan hal seperti itu karena mereka menempuh rute tersebut dengan menaiki kendaraan bermotor, jika saja mereka menempuhnya dengan bersepeda maka perubahan elevasi kontur jalan sekecil apapun akan sangat terasa, tanjakan-tanjakan kecil tetap saja harus kami lalui, jika kondisi badan kami fit maka tanjakan-tanjakan seperti ini tidaklah menjadi masalah namun dengan kondisi badan yang letih seperti ini maka tanjakan-tanjakan tersebut menjadi terasa berat, sambil memaksakan diri untuk terus mengayuh sepeda secara perlahan akhirnya begitu melihat Masjid kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak sekalian menunaikan ibadah Sholat Ashar
Masjid Jami Baiturrahim Wongsorejo, Masjid besar ini terletak tepat disamping pos pantau polisi, ketika kami bertanya kepada polisi di pos pantau tersebut kira-kira bolehkah kami menumpang beristirahat semalam di pos tersebut, oleh pak polisi kami malah dianjurkan untuk menginap dan beristirahat saja di dalam Masjid, karena Masjid tersebut kadang juga digunakan oleh rombongan peziarah dari daerah lain untuk menginap, kami pun kemudian diajak untuk bertemu dengan takmir masjid tersebut
Setelah bertemu dan menjelaskan maksud dan tujuan kami, kami pun dipersilahkan oleh takmir Masjid tersebut untuk menginap satu malam, kami juga ditunjukkan tempat untuk menaruh sepeda dan barang-barang kami, serta tempat dimana kami bisa tidur nantinya. Sepeda kami letakkan di luar masjid tidak lupa kami kunci, sedangkan semua barang bawaan kami letakkan dibawah tangga masjid, dan yang membuat kami sedikit heran dan bingung adalah tempat kami tidur yang berada tepat disamping bedug (dan ternyata bedug tersebut masih difungsikan setiap kali adzan, nah bayangkan apa yang akan terjadi besok subuh) padahal ketika saya berkeliling tadi saya sempat melihat ada satu spot tersembunyi dipojokan yang cukup nyaman untuk beristirahat serta tidak mengganggu aktivitas atau pergerakan dari para Jemaah Masjid
Ternyata penderitaan hari ini belumlah berakhir, cobaan berikutnya adalah ternyata malam ini ada rapat pengurus masjid yang diadakan tepat di depan bedug (otomatis kami harus menunggu rapat tersebut selesai dulu baru kami bisa tidur), akhirnya kami pun terpaksa menunggu di dekat tangga masjid hingga jam 11 malam (sedangkan besok subuh kami harus dan pasti terbangun karena suara bedug) ditambah lagi di luar sedang turun hujan sehingga sepeda-sepeda kami terpaksa kebasahan
Seandainya saja tadi takmir masjid mengatakan "maaf tapi tidak boleh menginap di masjid", hal tersebut mungkin lebih baik bagi kami, setidaknya kami masih punya sisa waktu satu jam lagi untuk mencari tempat beristirahat lainnya daripada seperti ini, dari yang awalnya mengatakan “bisa” tapi kenyataannya kami masih harus menunggu hingga larut malam untuk bisa beristirahat, sedangkan besoknya kami masih harus melanjutkan perjalanan bersepeda ini lagi
Akhirnya karena rasa kesal, lelah, dan bosan menunggu rapat pengurus Masjid yang tidak selesai juga (padahal sudah jam 12 malam), kami pun menuju ke pos pantau polisi yang berada di samping masjid, untungnya karena hari ini dan sepekan kedepan masih berlangsung kegiatan operasi pengamanan malam Natal dan Tahun Baru maka disamping pos pantau polisi tadi juga di bangun tenda terpal yang diperuntukkan jika sewaktu-ada kejadian darurat seperti kecelakaan. Kami pun bertanya kepada petugas yang malam ini berjaga untuk menumpang beristirahat di pos pantau tersebut, kami kemudian menceritakan seluruh kronologi kejadian hari ini sampai mengapa akhirnya kami terpaksa menumpang beristirahat di pos pantau ini, untunglah oleh petugas yang malam ini berjaga kami pun akhirnya diperbolehkan untuk tidur di dalam pos pantau tersebut, akhirnya semua barang-barang bawaan kami yang sebelumnya kami letakkan di bawah tangga Masjid pun kami pindahkan satu persatu kedalam pos pantau polisi tersebut (bahkan saat saya hilir mudik memindahkan barang-barang bawaan kami pun, beberapa pengurus Masjid yang “katanya rapat” tersebut sama sekali tidak menghiraukan, mereka tetap saja asyik merokok dan ngobrol ngalor-ngidul sesamanya, tidak ada yang bertanya apalagi menyapa walaupun melihat), sepeda-sepeda pun akhirnya kami pindahkan dan masukkan kedalam tenda terpal yang ada disamping pos pantau.
Malam ini akhirnya lagi-lagi saya terpaksa tidur ayam alias sebentar-sebentar terjaga ketika ada suara, karena saya harus sambil mengawasi Agit, barang-barang bawaan, serta sepeda-sepeda kami. Saat tanpa sengaja terbangun sambil melirik jam saya akhirnya mengetahui bahwa “rapat pengurus Masjid” tersebut baru benar-benar usai sekitar pukul 3 dini hari (untunglah kami tidak jadi menginap di Masjid tersebut, bayangkan berapa lama kami harus menunggu ketidakjelasan seperti itu barulah kami bisa beristirahat), sempat terbersit pemikiran lucu bahwa alangkah sayangnya saat ini banyak orang yang ramai-ramai memperindah Masjid atau membangun Masjid yang megah namun pada akhirnya Masjid tersebut menutup dirinya dari orang-orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), mereka enggan membuka pintunya sebagai tempat bernaung atau beristirahat bagi orang yang membutuhkan hanya karena takut jika barang-barang didalam masjidnya hilang, rusak atau kotor. Dari pengalaman saya sepanjang perjalanan ini maka semakin besar atau bagus Masjid tersebut justru akan semakin sulit untuk dimasuki atau digunakan sebagai tempat beristirahat sementara, hal yang berbeda terjadi pada sebuah masjid kecil, surau atau langgar di pedesaan yang malah lebih terbuka dalam membantu siapapun yang saat itu membutuhkannya terlepas dari apapun agamanya, karena dalam hal membantu sesama manusia tidak selalu memerlukan alasan bukan?
Sejauh ini selepas Kota Situbondo ke arah Banyuwangi belum ada kesan yang menyenangkan bagi kami terhadap kota ini, baik pemandangannya (kecuali Baluran) maupun perilaku warganya (yang sebagian besar kami jumpai sangat "susah tersenyum", padahal senyum itu ibadah bukan?)
Ya sudahlah setidaknya hari ini menjadi pelajaran bagi kami kedepannya bahwa terkadang dalam hidup ini tidak semua hal akan berjalan mulus-mulus saja, terkadang pasti ada cobaan yang datang atau ada 1 hari dimana kita merasa bahwa pada hari itu semua terasa sulit dan menyakitkan, dan hal itu membuat kita bertanya kepada Sang Pencipta “Tuhan mengapa saya terus diuji?” dan mungkin Tuhan akan menjawab sambil tersenyum “Karena engkau mampu”. Sebuah jawaban yang sederhana seperti yang tertulis dalam Kitab Suci bahwa manusia tidak akan diberi cobaan melebihi apa yang sanggup dipikulnya, dan juga supaya kita belajar bahwa satu chapter yang buruk dalam hari atau hidupmu bukanlah merupakan akhir dari seluruh kisah perjalanan tersebut. Dan satu pelajaran lagi bahwa berbuat baiklah kepada sesamamu, karena ketika engkau berbuat baik kepada sesamamu maka orang lain tidak akan bertanya apa agamamu, darimana sukumu, seberapa kaya dirimu, atau apa latar belakang pendidikanmu, karena bagaimana cara kalian memperlakukan seseorang secara tidak langsung akan menunjukkan kualitas diri kalian yang sebenarnya sebagai manusia
Pengeluaran hari ini :
- 2 botol es-tee = Rp 9.000,-
- 6 botol teh javana = Rp 11.700,-
- 4 botol ichi ocha = Rp 10.000,-
- 2 bungkus nasi telor = Rp 8.000,-
Total = Rp 38.700,-
Total jarak tempuh hari ini : 71,55km
No comments:
Post a Comment