Wednesday, 24 May 2017

CHAPTER 6; RUANG PUBLIK

Selasa, 22 Desember 2015,

Setelah melewati malam diruangan yang beraroma abu rokok, akhirnya oh akhirnya pagi hari pun datang juga, selamat datang udara pagi yang segar. Walaupun sebenarnya badan kami masih terasa sedikit lelah dan keinginan untuk melanjutkan tidur masih melekat namun hari ini kami harus tetap bangun pagi, kenapa? Karena nantinya di ruangan tempat kami beristirahat ini akan digunakan oleh para jurnalis untuk bekerja sehingga daripada ribed lebih baik kami saja yang pindah tempat sementara sekalian jalan-jalan melihat sekilas aktivitas di Kota Jombang ini.

Rencana hari ini adalah off from the bicycle, alias tidak bersepeda dulu karena toh di perjalanan ini kami pun terus menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi utama untuk berpindah antar kota sehingga supaya tidak jenuh dan bervariasi maka kali ini kami akan berjalan-jalan saja menggunakan kaki hehe…

Jarum jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, kemana dulu ya kira-kira enaknya, maklum karena biasanya jam-jam segini masih banyak tempat yang belum buka, beberapa tempat yang sudah pasti kami tuju antara lain adalah laundry untuk membersihkan pakaian-pakaian kotor (karena ditempat kami menumpang beristirahat kali ini ada sedikit kendala yaitu tidak adanya ruang untuk menjemur pakaian, namanya juga kantor) dan pasar tradisional untuk membeli beberapa bekal perjalanan besok.

Untungnya sambil berjalan kaki kali ini kami menemukan tempat laundry yang bisa mencuci 1 hari jadi sehingga kami tinggal mengambil besoknya sekaligus saat berangkat, ok berarti urusan laundry sudah beres, kini waktunya ke Pasar Tradisional mencari perbekalan.

Lokasi pasar yang tidak terlalu jauh dari Graha Media PWI (menurut kami) sebenarnya secara tidak langsung menjadikan akses pencapaian antar tempat di Kota ini terbilang mudah dan nyaman untuk berjalan kaki karena hampir di beberapa titik pasti terdapat taman-taman kota yang hijau dan penuh pepohonan, selain itu adanya jalur pembatas untuk pejalan kaki yang dinaungi rimbunnya pepohonan di sisi-sisinya menjadikan aktivitas berjalan kaki tidak terlalu berat dan panas di siang hari sekalipun (dengan catatan tidak sambil membawa beban yang berat), namun herannya tetap saja jarang ada yang berjalan kaki, mayoritas warganya pasti menggunakan kendaraan bermotor, beberapa masih ada yang menggunakan sepeda sebagai alternatif transportasi menuju tempat beraktivitasnya tetapi jumlah penggunanya masih kalah banyak dengan pengguna kendaraan bermotor (mungkin berbeda jika kebetulan sedang ada acara sepeda gembira hehe…)


Sesampainya di pasar tradisional suasana hiruk-pikuk antara penjual dan pembeli tampaknya menjadi pemandangan yang lumrah, sambil menunggu beberapa kios yang sedang bersiap untuk buka, kami pun mencari sarapan dulu, kali ini sepertinya menu nasi kuning yang dijajakan di angkringan pinggir jalan tampak menggoda, baiklah menu sarapan pagi ini berarti nasi kuning dan teh manis hangat dulu rasanya sudah cukup untuk mengganjal perut.

Suasana di Pasar Tradisional



Perut sudah terisi, energy pun kembali penuh untuk berkeliling pasar dan mencari perbekalan, setelah semua daftar keperluan yang ada di list terpenuhi saatnya lanjut berkeliling sembari mencari tempat untuk beristirahat siang (karena saat siang hari seperti ini kami tidak mungkin bisa beristirahat di ruang yang kami gunakan untuk tidur semalam di Graha Media PWI dikarenakan ruang tersebut adalah ruang kerja para jurnalis).

Berjalan kaki di siang hari sambil menggotong belanjaan yang cukup berat ternyata sangat melelahkan apalagi kami tidak punya tempat tujuan untuk menghabiskan waktu menunggu sore, akhirnya beberapa kali kami beristirahat di pinggir jalan dan pos ronda sembari mengemil buah rambutan yang kami beli tidak jauh dari lokasi pasar tradisional tadi sambil berpikir enaknya mencari tempat beristirahat siang yang cukup nyaman dimana ya, tiba-tiba terbersitlah ide untuk beristirahat di Masjid saja sekalian menunggu waktu ibadah, daripada bingung mondar-mandir menenteng belanjaan lebih baik beristirahat siang di masjid saja.

Dan disinilah kami mendapat pengalaman berharga yang masih mempunyai “benang merah” dengan tulisan pada chapter sebelumnya, di saat kami sedang beristirahat di dalam masjid tersebut (kebetulan di dalam masjid tersebut di lengkapi dengan pendingin ruangan sehingga membuat suasana didalamnya terasa sejuk dan nyaman sekali) tiba-tiba usai menunaikan ibadah ada ibu-ibu yang bertanya asal dan tujuan kami, entahlah darimana beliau bisa mengetahui jika kami bukanlah warga sekitar Jombang, kami pun menjawab jika kami berasal dari Jakarta dan Bekasi namun berdomisili di Jogja, sedangkan tujuan kami adalah terus menuju kearah Timur sesampai dan sekuatnya kami saja, tanpa ada batasan waktu pasti karena di lapangan semua jadwal dapat berubah secara fleksibel, tidak ada misi apapun yang kami bawa karena perjalanan ini bersifat pribadi yaitu bagaimana perjalanan ini nantinya akan bernilai dalam hidup dan cara pandang kami terhadap kehidupan, Beliau pun bertanya di Jombang ini dimanakah kami tinggal sementara, kami pun menjawab sementara ini kami menumpang beristirahat di Graha Media PWI namun besoknya kami sudah akan melanjutkan perjalanan lagi, kepada Beliau juga kami saling bertukar cerita, ia bercerita tentang anaknya yang tinggal di pesantren dan kebetulan juga sedang berkelana menjelajah ke berbagai daerah, sehingga secara tidak langsung ia juga paham dan mengerti apa dan bagaimana yang kami rasakan dan pikirkan ketika membuat keputusan berkelana seperti ini, ia tidak memandang curiga ataupun rendah kepada kami yang jelas-jelas adalah “orang asing” dan tidak ada hubungan saudara sama sekali, bahkan ia pun menawarkan kepada kami sekiranya kami butuh tempat beristirahat maka kami di perbolehkan untuk menginap di rumah salah seorang saudaranya yang kebetulan mengelola sebuah Panti Asuhan, ia berkata mungkin tempatnya tidak terlalu luas namun setidaknya cukup nyaman untuk digunakan beristirahat, mungkin saat itu Beliau langsung teringat dengan anaknya yang sedang berkelana sehingga sebagaimana layaknya sosok orangtua yang bersifat “welas asih” terhadap anaknya maka ia pun menawarkan sebuah tempat persinggahan sementara kepada kami berdua.

Namun karena saat itu ego kami berdua adalah ingin secepatnya keluar dari Pulau Jawa (dan ditambah mood kami yang sedang agak kesal karena permasalahan “abu rokok” dan penggunaan ruang) maka dengan sopan kami pun menolaknya dengan alasan besok kami sudah akan berangkat lagi (keputusan ini menjadi salah satu hal yang kami sesali hingga kini karena bagaimanapun juga pastinya akan ada nilai kehidupan berharga lainnya yang dapat kami peroleh seandainya watu itu kami meng-iyakan tawaran beliau untuk tinggal sementara di Panti Asuhan yang dikelola oleh saudaranya, di satu sisi mungkin kami akan menjadi lebih menghargai hidup dengan melihat dan mendengar cerita dari semua yang ada di Panti Asuhan tersebut), tetapi ya sudahlah bagaimanapun juga keputusan itu kini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kami berdua untuk mulai belajar melepaskan ego masing-masing dan mulai melihat semua hal dengan lebih luas dan terbuka lagi.

Seusai berbincang-bincang dengan kami, Beliau pun berpamitan sembari berpesan supaya tetap sehat dan berhati-hati di perjalanan, untuk sesaat ada perasaan nyaman yang masuk kedalam hati kami ketika mendengar pesan Beliau, pesan yang penuh ketulusan dan perhatian dari seseorang yang bukan dari orang pernah kami kenal sebelumnya.

Tak berapa lama kemudian ada sebuah pesan singkat yang masuk ke telepon saya dari teman yang bekerja di Graha Media PWI bahwa kami bisa beristirahat di ruang atas yang baru saja di bersihkan (setidaknya tidak ada aroma asap rokok dan sirkulasi udara yang lancar itu pun sudah cukup bagi kami), sesampainya kembali di Graha Media kami pun langsung menuju ke ruang atas dan beristirahat, walaupun itu hanya ruang kosong dan beralaskan karpet tipis saja namun bagi kami berdua saat itu hal tersebut jauh lebih nyaman daripada ruang yang digunakan saat beristirahat semalam, selain ruang atas tersebut awalnya adalah sebuah ruang tidak terpakai dan berantakan namun setidaknya ruang tersebut bersifat jauh lebih privat sehingga cukup aman bagi barang-barang kami dan nyaman digunakan sebagai tempat beristirahat, selain itu pastinya bisa digunakan kapan saja tanpa perlu saling menunggu untuk bergantian menggunakan ruang

Bagi kami berdua secara pribadi pengalaman ini telah membuat kami belajar untuk kedepannya mempersiapkan diri lebih baik lagi ketika kami menjadi Host atau tuan rumah yang menyediakan atau menawarkan persinggahan sementara bagi orang-orang yang sedang berkelana dengan bersepeda, satu hal yang pasti adalah kami belajar untuk tidak melihat kriteria “ruang yang cukup” dari sudut pandang pemilik tempat saja, melainkan kini kami juga lebih mengerti tentang kriteria “ruang yang cukup” dari sisi sang pengguna, bahwa “ruang yang cukup” tersebut bukan saja berbicara tentang dimensi ruang yang terlihat atau aspek materi yang penting ada ruang untuk tidur semata, melainkan juga ada aspek sifat ruang (public atau privat) yang menekankan kenyamanan secara psikis bagi penggunanya, dan bagi kami berdua rasa lelah pada faktor psikis justru jauh lebih berbahaya dan secara tidak langsung turut mempengaruhi proses recovery yang dialami secara faktor fisik, dan itulah yang kini kami terapkan yaitu adanya respect terhadap privacy para guest baik itu dari sifat ruang maupun dari segi waktu yang dibutuhkan yaitu waktu dimana mereka ingin bersifat personal (mengeksplorasi suatu tempat sendirian atau beristirahat penuh) ataupun waktu ketika mereka ingin bersifat publik (bertukar pikiran, berbincang-bincang, hangout bersama, dan lainnya)
Setelah (akhirnya) bisa tidur siang, kini saatnya memanfaatkan waktu yang tersisa untuk menikmati Kota Jombang antara lain dengan melihat keindahan kota ini di malam hari, tempat yang tepat tentu saja adalah Alun-alun kota, jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Graha Media sehingga kami pun cukup berjalan kaki saja. Suasana Alun-alun kota ini di malam hari cukup ramai, banyak warga yang datang bersama keluarganya maupun bersama teman-teman, tampak Masjid Agung Kota Jombang juga berdiri dengan megahnya di sekitar areal kompleks Alun-alun ini


Hiburan murah meriah bagi warga



Puas berkeliling Alun-alun dan menikmati makan malam kini sudah waktunya bagi kami untuk kembali ke Graha Media PWI, beristirahat dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai perjalanan lagi keesokan harinya, banyak pelajaran yang didapat selama tinggal di Kota ini, ada pengalaman yang menyenangkan dan ada juga yang kurang menyenangkan, semua tergantung bagaimana kita menyikapinya namun semuanya sama-sama memberi pelajaran yang berharga dan semuanya telah menorehkan kenangan dalam catatan perjalanan hidup kami.

Pengeluaran hari ini :
- 2 porsi nasi kuning = Rp 7.000,-
- 2 gelas es teh manis = Rp 4.000,-
- Pasar Tradisional = Rp 38.500,-
- Laundry = Rp 13.000,-
- Minimarket = Rp 25.000,-
- Rambutan = Rp 5.000,-
- Pulsa = Rp 11.600,-
- 2 porsi nasi putih + 1 Mangkok soto = Rp 10.000,-
Total = Rp 114.100

No comments:

Post a Comment