(26/05/15) Berawal dari keinginan untuk gowes tapi tidak tahu mau kemana hehe…ditambah lagi startnya juga rada siangan sekitar jam 08.00 WIB (gara-gara bingung nyari tujuan jadi paginya sambil sarapan sekalian googling dulu mencari lokasi-lokasi unik yang medannya minim tanjakan) sampai akhirnya disepakatilah kalau tujuan goweswisata kali ini yaitu ke Curug Banyunibo yang berada di Dusun Kabrokan Kulon, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY
Dan seperti biasa partner gowes saya kali ini tidak lain dan tidak bukan adalah pasangan saya sendiri (gowes romantis ahaayy), Dari hasil googling sebelumnya saya menemukan patokan rute menuju lokasi Curug Banyunibo yang kurang lebih sama dengan rute menuju Desa Krebet yang terkenal sebagai Desa Wisata kerajinan batik kayu
Peta menuju Lokasi Curug Banyunibo, Pajangan, Bantul
Dari Basecamp goweswisata yang berada di Gedongkuning kami bersepeda menuju arah Plengkung Gading (alun-alun selatan), dari traffic light Plengkung Gading masih lurus ke Barat hingga Pojok Beteng kemudian belok ke kiri melalui Jalan Bantul sampai Ringroad Selatan, kemudian dari Ringroad Selatan kami lalu berbelok ke kanan hingga tiba di traffic light berikutnya yang ada papan petunjuk arah menuju Desa Wisata Krebet kemudian belok kiri melewati rel kereta pabrik gula madukismo ke arah Sempu
Kereta wisata yang menggunakan rel peninggalan lori pembawa tebu dari Pabrik Gula Madukismo
Selepas Kantor Polisi Sektor Kasihan dan Pemakaman Bukit Sempu, ikuti saja jalan utama sampai tiba di pertigaan yang tengahnya ada pohon beringin, setelah itu belok kiri menuju ke Desa Wisata Krebet
Belok kiri di pertigaan ini
Nah berhubung setelah ini rutenya lumayan membingungkan belok-belok maka saya kemudian berpatokan kepada GPS dari googlemaps, intinya sih cukup ikuti jalan utama yang nantinya akan mulai menanjak melewati perkebunan pohon jati sampai akhirnya ketemu perempatan dengan penunjuk arah menuju Kedung Pengilon, bedanya jika ke Kedung Pengilon kita belok ke kanan, maka untuk menuju ke Curug Banyunibo kita ambil arah lurus, di rute ini kondisi medan mulai berubah dari yang awalnya aspal kemudian berubah menjadi batu kerikil lepas
Patokannya jika kalian bingung tinggal tanya saja kepada penduduk sekitar arah menuju Curug Banyunibo atau Curug Pulosari (karena keduanya berdekatan), dan nantinya rute yang berkerikil ini pun berubah lagi menjadi jalan setapak cor
Ikuti saja penunjuk arah menuju Curug Pulosari ini
Kondisi jalan setapak cor nya lumayan bikin tangan menjadi pegal menahan getaran (maklum fork rigid dan bawa pannier pula)
Disini mulai minim petunjuk arah sehingga lebih baik bertanya saja kepada warga sekitar. Berbicara tentang warga disekitar sini ada beberapa hal yang saya rasa kurang nyaman, yaitu mengapa penduduk sekitar menganggap bahwa seakan semua orang yang datang berkunjung lalu bertanya mengenai arah lokasi curug adalah orang luar Jogja yang notabene diidentikkan sebagai orang kaya (mampu secara materi financial), sehingga di beberapa percakapan saat kami bertanya mengenai arah lokasi kemudian dijawab dengan kata-kata yang seakan merujuk “secara halus” kepada adanya imbalan materi, dan rupanya hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja tetapi bahkan hingga anak kecil, hufff…sepertinya pengaruh negatif acara televisi yang menayangkan tentang kehidupan serba materi mulai membawa pola pikir hedonis walaupun untungnya tidak semua warga seperti itu (mungkin hanya kebetulan saja kami bertemu dengan “oknum” masyarakat dengan pola pikir seperti itu, saya jadi teringat dengan “oknum” seperti itu juga saat melakukan goweswisata ke lokasi Jembatan Gantung Selopamioro)
Lanjut mengenai patokan rute, setelah bertanya sana-sini akhirnya kami menemukan juga penanda arah menuju Curug Banyunibo, tepat di pertigaan sebelum masuk ke lokasi Curug tersebut
Oya jika kalian membawa kendaraan (apapun itu) jangan kuatir telah disediakan lokasi parkir kendaraan di salah satu pekarangan rumah warga, cukup parkir dan titipkan kendaraan kalian disini
Sebaiknya hargailah peraturan yang berlaku di tempat ini
Sempat terpikir mengapa sepeda juga dilarang dibawa masuk hingga ke dekat lokasi Curug? Ini hanyalah opini saya tetapi saya rasa hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keindahan dan meminimalkan kerusakan pada bebatuan curug, karena biasanya para goweser punya semacam “tradisi” untuk berfoto dengan sepedanya dan mengangkatnya hingga ke bebatuan curug atau bahkan menceburkan sepedanya, jadi ya lebih baik kita juga menghargai peraturan yang ada di tempat ini, lagipula kalian juga datang berkunjung ke tempat ini untuk menikmati keindahannya kan? Jadi lebih baik kita menyikapinya dengan bijak dan bersama-sama menjaga keindahan dan kelestarian tempat ini
Dan inilah Curug Banyunibo tersebut
Secara bentuk dan jenis batuan yang ada, tempat ini mempunyai karakteristik yang sama seperti yang terdapat di Kedung Tolok
Berhati-hatilah jika kalian ingin mendekat ke bebatuan curug karena lumut yang ada di bebatuan dapat membuat kalian terpeleset, lebih baik lepaskan alas kaki
Karena kami datang saat musim hujan telah berlalu maka aliran air di Curug Banyunibo ini tidak terlalu deras
Yang menarik bagi saya dan juga mungkin bagi kalian yang mempunyai jiwa petualang adalah kalian dapat memanjat hingga ke bagian atas Curug dengan berpegangan kepada tali yang diikatkan di pohon-pohon, hal ini dikarenakan pada beberapa pijakan berupa bebatuan yang licin oleh tanah basah (tetap berhati-hati ya)
Naiknya lebih mudah daripada turunnya, tapi tetap seru hehe…
Pemandangan dari atas curug
Pada bagian atas curug kalian juga harus ekstra hati-hati karena selain bebatuan yang licin oleh lumut, juga karena tidak adanya pembatas pada bagian tebing curug, sehingga kalau sampai terpeleset bisa runyam urusannya
Menjelang siang, sekitar pukul 13.30 WIB saatnya kami beranjak pulang karena perjalanan masih lumayan jauh, sekaligus mengingat-ingat rute yang tadi kami lewati (hampir semua jalan setapak di setiap percabangan terlihat sama semua bentuknya di mata saya)
Tips jika Ingin berkunjung ke lokasi ini ;
- Hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua saja, untuk kendaraan roda empat apalagi bus hingga saat ini belum ada aksesnya, paling minim kalian bisa parkir di lokasi yang sekiranya memungkinkan saja lalu lanjut trekking
- Tidak ada retribusi masuk selain retribusi parkir
- Fasilitas pendukung seperti warung dan toilet telah tersedia (sayangnya selain hari libur kebanyakan fasilitas tersebut tutup)
- Bagi yang membawa anggota keluarga yang masih kecil harap diawasi faktor keamanannya
- Tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan vandalisme corat-coret di sekitar lokasi (memangnya kalian manusia purba yang menulis di batu?), tidak melakukan perbuatan asusila serta menjaga tutur kata selama di lokasi
Nikmatilah perjalanan kalian karena kalian menyukainya, bukan karena mengharapkan pengakuan dari orang lain, karena ini adalah petualanganmu bukan petualangan mereka, jadi tunggu apa lagi saatnya mengeksplor keindahan bumi nusantara ini, salam goweswisata :)
wah .... penduduk lokalnya sudah pada komersil begitu ...
ReplyDeletekadar komersilnya sudah di atas ambang batas ... he he
tapi curugnya ... memang cantik ... apalagi turunnnya mesti pakai tali lagi
Semoga yg komersil td hanyalah oknum (mencoba tetap positive thinking) jd tidak menyurutkan niat untuk terus mengeksplor lokasi lainnya :)
ReplyDelete