Minggu, 3 November 2024
Setelah sekian lama tidak gowes dan mengupdate cerita di blog, nah di Hari Minggu pagi yang cerah ini saya mencoba Gowes Wisata iseng mencari rute baru yang belum pernah saya lewati, selain itu alasan lainnya adalah karena sepertinya saya mulai kehabisan spot-spot baru yang belum pernah saya review hehe… 😅 ternyata cukup sulit mencari lokasi baru yang memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat kota, suasananya fresh alias ga rame-rame banget, minim tanjakan kalaupun harus melewati tanjakan paling tidak jangan yang curam banget elevasinya, murah sukur-sukur gratis tanpa retribusi, ada warung buat jajan dan istirahat, serta memiliki view atau keunikan yang menarik untuk diceritakan.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut barulah mulai mapping lokasi berdasarkan arah mata angin beserta poin plus minusnya, sebagai contoh jika kita mengeksplor arah Utara sebenarnya ini termasuk yang paling enak karena hanya saat berangkatnya saja yang butuh usaha untuk nanjak tipis-tipis, tetapi ketika pulang sudah enak karena rutenya jadi turunan, (capenya sekalian). Jika ke arah Timur ini yang termasuk paling menyebalkan karena berangkatnya silau terkena sinar matahari, pulangnya juga sama saja kalau kesorean, dalam artian capenya jadi dobel. Arah Barat sebenarnya 60-40, karena 60 persennya menyenangkan dengan rute yang cenderung lurus dan datar, hanya menanjak jika tujuan kita kearah perbukitan Menoreh, dan pulangnya 40 persen jadi membosankan karena jaraknya jadi jauh mengingat lokasi rumah saya ada di sisi Timur Kota Jogja. Sedangkan untuk arah Selatan, berangkatnya sih enak karena rute elevasinya menurun, tetapi saat pulang malah jadi cape karena rutenya menanjak tipis-tipis apalagi kalau cuaca sedang cerah-cerahnya, dijamin mateng dijalan.
Awal gowes kali ini sebenarnya hanya ingin menyusuri lorong-lorong gang labirin di daerah Kotagede saja, tetapi ditengah perjalanan kok rasanya sayang ya, masa gowes hari ini deket banget apalagi cuaca sedang mendukung, akhirnya tujuan pun berubah, saya mulai mengarahkan kayuhan menuju ke wilayah Pleret melewati Kantor Kecamatan Banguntapan terus ke Selatan. Oya gowes kali ini saya sama sekali tidak mengandalkan googlemaps, Strava, ataupun Komoot, jadi loss saja, hanya mengikuti naluri, menikmati setiap kayuhan dan keingin tahuan terhadap apa saja yang bakal ditemui disepanjang rute ini, sesekali asyik juga tidak bergantung kepada teknologi pemetaan atau berfokus pada pencatatan data statistik saat bersepeda (toh saya juga bukan atlet), jadi cukup nikmati perjalanan ini karena senang bersepeda.
Di sepanjang Jalan Pleret pagi hari ini sudah banyak penjaja makanan dan snack tradisional yang menggelar dagangannya, termasuk melihat aktivitas masyarakat sekitar yang sedang berolahraga ataupun yang baru mulai membuka tempat usahanya. Sebagian titik ruas jalan yang dulunya bergelombang dan rusak kini kondisinya sudah diperbaiki dan diaspal ulang, semoga kali ini kondisinya bertahan lama ya.
Sebelum mendekati Pasar Pleret saya sempat melihat ada papan penunjuk arah menuju ke lokasi wisata Mbulak Wilkel, kebetulan saya juga belum pernah berkunjung ke lokasi ini sejak masa-masa viralnya sampai kini sudah tidak begitu booming lagi, jadi yuk lah kita coba melihat seperti apa suasananya saat ini. Mbulak Wilkel sendiri sebenarnya hanyalah sebuah lokasi ruas jalan yang disepanjang sisi kiri dan kanannya terdapat banyak pohon tinggi yang berjejer, dengan ranting-ranting pohonnya yang melengkung dan seperti membentuk semacam lorong pohon, suasananya yang rindang dan teduh terlebih berada diantara hamparan persawahan warga menjadikan viewnya cukup menarik untuk dijadikan latar ber-swafoto.
Dikarenakan pada waktu itu mulai banyak orang luar yang ber-swafoto disepanjang ruas jalan tersebut, maka warga sekitar pun berinisiatif menata lokasi tersebut dengan membuat semacam gapura papan nama dan mendirikan gazebo-gazebo estetik supaya pengunjung dapat beristirahat sembari menikmati kuliner yang dijajakan oleh warga sekitar, setidaknya hal ini dapat membantu perekonomian warga sekitarnya. Pagi ini suasana di Mbulak Wilkel sendiri terbilang cukup sepi, hanya sesekali saya melihat rombongan pesepeda yang sedang beristirahat di gazebo-gazebo yang ada di pinggir jalan, dan sebagian lagi hanya melintas saja.
Setelah melewati lorong pohon yang ada di Mbulak Wilkel, saya pun terus mengarahkan kayuhan kearah Timur sampai akhirnya tiba di lokasi berikutnya yaitu Lereng Sentono, lokasi ini bersebelahan dengan Situs Cagar Budaya Makam Ratu Malang. Lereng Sentono sendiri sebenarnya adalah sebuah lokasi yang berada di bagian lereng bukit tempat Makam Ratu Malang berada, area kosong pada lereng ini dimanfaatkan dengan membuat semacam taman, pendopo, dan warung kuliner, sehingga pengunjung yang sedang berziarah atau mengunjungi Situs Cagar Budaya Makam Ratu Malang bisa beristirahat sejenak disini. Lokasi ini juga bisa digunakan sebagai tempat untuk mengadakan acara atau kegiatan gathering bersama keluarga atau komunitas, kalian tinggal menghubungi pihak warga yang mengelolanya saja, untuk fasilitas parkir kendaraan juga sudah disediakan area yang cukup luas disekitarnya.
Dari Lereng Sentono dan Situs Cagar Budaya Makam Ratu Malang, saya mulai melanjutkan perjalanan melalui jalan desa melewati area persawahan warga dan kembali ke ruas jalan utama yang menuju ke Pasar Plered, saya pun berbelok ke arah Barat tepat di belakang area Pasar, dari situ kayuhan terus saya arahkan ke Barat sampai melewati sebuah pertigaan yang jalan normalnya yaitu berbelok ke kanan, sedangkan jalan yang satunya lagi kearah lurus dan sedikit menurun, saya pun memilih jalan yang lurus karena viewnya kok terlihat lebih menarik, dikejauhan terlihat ada sebuah banner usang dan mulai robek yang menunjukkan nama tempat ini dulunya adalah sebuah pemancingan, memang sih terlihat dari adanya beberapa kolam yang kini kondisinya sudah mengering, tempat ini dulunya pasti pernah menjadi sebuah pemancingan yang cukup ramai, entahlah mengapa kini kondisinya dibiarkan terbengkalai begitu saja.
Sambil menyusuri area pemancingan tersebut saya melihat ada sebuah jalan kecil berkonblock yang berada disepanjang sisi aliran sungai, beberapa orang juga saya lihat sedang memancing di sungai tersebut, sepertinya sejak area pemancingan tersebut sepi kini warga pun akhirnya memancing ikan dari sungai yang berada tepat disekitar area pemancingan ini.
Kondisi rute jalan ber-konblock ini sepertinya asyik juga untuk dijadikan rute blusukan sepeda dikarenakan suasananya masih sepi dan teduh sekali, saya pun menyusuri rute tersebut sampai dihadapkan kesebuah persimpangan, sebuah pertigaan dengan pilihan mau terus mengikuti jalan berkonblock yang cukup lebar atau mencoba memasuki jalur tanah yang cukup sempit.
Berhubung rasa penasaran saya lebih condong menyuruh untuk mengikuti ruas jalan tanah yang kecil tersebut akhirnya saya pun memilih untuk mencobanya,, kalaupun nanti jalannya ternyata buntu atau kondisinya makin tidak jelas toh tinggal putar balik angkat sepeda saja hehehe…
Ternyata jalan tanah tersebut tembus ke area jalan kecil plesteran yang mengikuti sepanjang aliran sungai tadi, setidaknya aman lah ya kan masih ada jalan, jadi coba ikuti terus saja jalan ini. Ujung dari jalan plesteran ini ternyata mentok di sekitar lokasi pintu air akhir, namun tepat di pintu air tersebut juga ada jembatan atau jalan penghubung untuk menyeberang ke sisi sebelahnya, jadi otomatis saya pun menyeberang lalu kembali ambil arah kiri mengikuti sepanjang aliran sungai sampai akhirnya ternyata jalan kecil ini tembus ke ruas jalan raya aspal utama yang berada di daerah Jejeran, tak jauh dari sekolah dan lapangan yang berada dekat dengan perempatan lampu merah Jejeran Jalan Imogiri Timur, dari sini saya pun sudah langsung hafal dan mengenali arahnya, baiklah kali ini saatnya kembali kearah pulang melalui Jalan Imogiri Timur.
Diperjalanan pulang sempat terbersit ide apa nanti sekalian coba dilewatin kearah Kotagede ya? Paling tidak rutenya kan searah dan sesuai seperti rencana awal hari ini, setidaknya coba untuk memasuki salah satu gang di wilayah Kotagede, dan gang yang paling terkenal adalah lokasi dimana Rumah Pesik berada, baiklan kita coba saja, begitu memasuki area Kotagede saya pun mulai masuk menuju arah Rumah Pesik dan mencoba masuk ke salah satu gang yang menuju ke Omah UGM, dari sana saya mencoba masuk dan mengikuti jalan yang ada saja, dan berputar-putar entah sampai mana, yang pasti karena lebar jalannya cukup sempit sehingga saat berpapasan dengan motor saya terpaksa harus berhenti dan meminggirkan sepeda sampai menempel ke tembok, seru sih tapi cukup ribed, untungnya gowes kali ini saya hanya seorang diri saja, entahlah jika gowes kali ini membawa rombongan, pastinya akan super ribed dan bikin macet hehe… setiap sudut di lorong labirin Kotagede itu menarik untuk dijadikan latar berfoto karena nuansa klasik tempo dulunya masih sangat terasa, deretan pintu dan jendela berarsitektur jaman dulu, tembok-tembok yang retak dan menampilkan batu batanya, semua terlihat sangat estetik sebagai latar berfoto.
Dan begitulah cerita Gowes Wisata hari ini, tanpa tujuan pasti, semua serba spontan (uhuuyy), tanpa campur tangan googlemaps dan aplikasi lainnya, seru dan mengasyikkan, just trust your instinct and let the curiosity be your guide
Sampai jumpa di cerita Gowes Wisata berikutnya
No comments:
Post a Comment