Wednesday, 29 December 2021

GOA BATU JONGGOL

Postingan ini merupakan kelanjutan dari petualangan Gowes Wisata sebelumnya di Goa Kalilingseng (ulasan lengkap mengenai Goa Kalilingseng bisa kalian baca tepat di postingan Bulan November).


Baiklah, jadi setelah selesai mengambil beberapa dokumentasi di Goa Kalilingseng kini saatnya lanjut lagi menuju lokasi target berikutnya yaitu Goa Batu Jonggol yang menurut keterangan warga sekitar berada tak jauh dari lokasi Goa Kalilingseng, nah berhubung sepertinya sayang jika dilewatkan jadi yuk lah kita sambangi sekalian 🙂


Goa Batu Jonggol tepatnya berlokasi di Dusun Gunung Pentul, Karangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta. Jaraknya kurang lebih 3km dari Goa Kalilingseng. Ada dua rute untuk menuju kesana, yaitu melalui jalan raya (tapi jadi agak muter-muter kalau dari Goa Kalilingseng), atau melalui jalan perkampungan (saya memilih lewat rute ini karena lebih dekat), kondisi rute di jalan perkampungan ini agak rusak dan berbatu sehingga kalian harus berhati-hati supaya tidak terpeleset saat menanjak (tenang tanjakannya tidak terlalu curam kok) 😁



Tepat usai tanjakan ada semacam pos dan dibawahnya terlihat warung kecil yang sepertinya menjual snack dan minuman, berhubung disini warung masih sangat jarang ditemui sedangkan perjalanan pulang nantinya juga masih jauh jadi saya pun membeli minuman untuk mengisi botol minum yang hampir kosong (harganya juga masih tergolong wajar kok),setelah istirahat sejenak saya pun kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai juga di pintu masuk menuju Goa Batu Jonggol


Suasana ditempat ini masih relatif sepi, saat saya berkunjung pun tidak ada pengunjung lainnya, bahkan di pintu masuk juga tidak ada yang menjaga, sepertinya tempat ini memang belum terlalu populer, padahal jika dilihat dari aksesnya sebenarnya cukup mudah karena berada tepat di pinggir jalan raya utama, selain itu fasilitas yang ada di tempat ini juga lebih rapi dan tertata jika dibandingkan dengan Goa Kalilingseng. Selain pos penjagaan juga ada toilet umum, lahan kosong untuk spot camping atau outbond, tangga, dan panggung yang biasa digunakan untuk pasar tradisional di hari-hari tertentu, sayangnya dibagian mulut Goa ini telah dihias dengan ornament buatan sehingga saat pertama kali melihatnya malah serasa hendak masuk ke wahana permainan di Taman Hiburan.





Goa ini sendiri berbentuk seperti lorong lurus dengan panjang sekitar 80 meter dan lebar 1,5 meter, ketinggian rongga dalam Goa sekitar 2 – 3,5 meter. Pada bagian tengah goa di pinggir sebelah kirinya terdapat cerukan seperti sumur dengan kedalaman sekitar 3 meter yang berfungsi sebagai resapan dan penampungan air saat musim penghujan karena dulunya Goa ini juga difungsikan sebagai jalur rel kereta lori untuk mengangkut hasil tambang mangan.






Berdasarkan sejarahnya Goa ini merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Sekitar Tahun 1940 – 1941 di masa kolonial seorang Bos besar bernama Nyan Pieter Nyanvin memimpin pembuatan Goa tersebut, namun saat Jepang berkuasa di Indonesia penambangan mangan tersebut sempat terhenti, dan barulah di Tahun  1955 – 1958 aktivitas penambangan mulai kembali dilakukan. Sekitar Tahun 1960 – 1965 penambangan ini dikelola oleh seorang pemborong besar dari Cina, namun sejak isu komunisme dan peristiwa G30 SPKI maka aktivitas penambangan ini kembali terhenti dan tidak berlanjut lagi sampai sekarang, entahlah apa alasannya, apakah karena bahan tambang yang digali sudah habis ataukah ada faktor lainnya yang menyebabkan aktivitas penambangan ini tidak dilanjutkan lagi hingga saat ini.



Yang pasti keberadaan Tambang-tambang mangan ini telah menjadi saksi bisu sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajahan yang datang untuk menindas dan mengeksploitasi kekayaan sumberdaya alam yang kita miliki, oleh karena itu sebagai generasi penerus sudah sepatutnya kita bergerak untuk menjaga dan mengelola semua sumberdaya alam yang dimiliki oleh Negara ini untuk kemakmuran warganya, jangan sampai kita menjadi generasi yang buta akan sejarah bangsanya sendiri dan sebaliknya malah mengagungkan prestasi atau budaya bangsa lain.


Nah kurang lebih seperti itulah hasil petualangan Gowes Wisata kali ini di penghujung Tahun 2021, sebentar lagi kita akan merayakan Tahun Baru 2022, semoga di Tahun yang akan datang keadaan akan menjadi lebih baik lagi dan Pandemi Covid segera usai sehingga kita semua bisa beraktivitas dengan lebih maksimal, dan juga semoga Indonesia semakin hebat, karena kalian semua juga adalah orang-orang hebat diluar sana jadi yuk kita berkreasi dengan keahlian serta potensi apapun yang kalian kuasai.



sampai jumpa di petualangan Gowes Wisata berikutnya.

Tuesday, 30 November 2021

MENYUSURI JEJAK TAMBANG MANGAN ERA KOLONIAL DI GOA KALILINGSENG

Senin, 29 November 2021

Hai sobat goweswisata, apa kabarnya kalian semua? Semoga selalu sehat dan tetap penasaran dengan spot-spot menarik apa lagi yang akan saya ulas disini.


Untuk mengulas sebuah tempat yang sekiranya nanti akan menjadi spot wisata sebenarnya mudah saja, tinggal datang kunjungi-lihat-tulis-bagikan, apa lagi di Jogja ini terdapat banyak sekali obyek wisata yang tersebar merata hampir diseluruh Kabupatennya, baik itu spot wisata alam maupun spot wisata buatan. Namun tantangannya bagi saya disini adalah mencari tahu dimana saja lokasi-lokasi spot wisata yang belum populer atau viral, karena kalau sudah populer pastinya tempat tersebut akan ramai pengunjung sehingga susah untuk mendapatkan komposisi foto yang menarik dan detail, ditambah lagi jika tempat tersebut sudah ramai dan viral biasanya akan ada pungutan retribusi alias tidak gratis lagi masuknya 😅.


Nah di petualangan goweswisata kali ini saya akan mengajak kalian untuk menyusuri salah satu jejak bekas Tambang Mangan era Kolonial yang ada di Propinsi Yogyakarta, bernama Goa Kalilingseng yang berada di Dusun Ngruno, Karangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya jika kalian penasaran dengan tempat ini dan ingin mengunjunginya secara langsung kalian bisa melihat rutenya di googlemaps dengan keyword “Kalilingseng Cave”.



Patokan termudahnya jika kalian start dari nol kilometer Jogja, kalian tinggal menuju kearah Barat melewati Terminal Ngabean dan terus ke Barat hingga menuju traffic light Ringroad kemudian belok ke kiri menuju Pasar Gamping dan ikuti Jalan Raya Jogja-Wates sampai melewati Jembatan Bantar dan Gapura Batas Wilayah masuk ke Kabupaten Kulonprogo, nanti jika sudah sampai traffic light di depan Markas Brimob belok ke kanan, naik melewati jembatan rel kereta api dan tower pemancar, kira-kira 20 meter kemudian ada jalan masuk ke kiri menuju area persawahan, nah masuk dan ikuti jalan (oya sementara rute yang saya jelaskan disini hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua ya), di rute ini nanti kalian bersisian dengan jalur kereta api, tak lama kemudian jalan akan menemui dua cabang yang terpisah oleh saluran air, nah ambil ke kanan, ikuti jalan sampai tiba di Balkondes Sentolo, masih terus sedikit nanti ada jalan masuk kecil ke kanan, masuk dan ikuti jalan sampai tembus ke jalan besar lalu ambil kearah kanan, dari sini kalian tinggal mengikuti jalan utama saja, kontur jalan disini agak rolling naik-turun, jadi jika kalian bersepeda harap siapkan stamina saja hehe…😁




Nanti kalian akan melewati SD Negeri Sentolo, SPBU, traffic light, masih terus saja melewati lapangan sampai tiba di sebuah perempatan dimana jika kalian ke kanan maka akan menuju ke Goa Kiskenda, Kedung Pendhut, air terjun sungai Mudal, dan lainnya, nah ambil arah yang lurus saja (jangan ke kanan), dengan rute yang masih rolling namun cukup sepi arahkan kendaraan kalian melewati SDN Tangkilan sampai nantinya tiba di perempatan yang menuju ke obyek wisata Waduk Sermo, Kalibiru, dan Konservasi alam Sermo, dari perempatan tersebut jika lurus maka kalian menuju ke Waduk Sermo, nah kali ini kita ambil yang kearah kiri


Setelah belok kiri coba buka googlemaps kalian dan ketikkan keyword “Goa Watu Jonggol”, nanti tepat di sisi kiri jalan kalian akan melihat lokasi Goa Watu Jonggol (mengenai spot wisata Goa Watu Jonggol saya akan membahasnya di postingan berikutnya supaya lebih enak dan terfokus ulasan dari masing-masing spot), jika kalian sudah sampai ke Goa Watu Jonggol coba lihat kembali googlemaps dan ketikkan keyword “Kalilingseng Cave”, lokasi antar kedua spot tersebut sebenarnya tidak terlalu jauh, bedanya saat saya memulainya saya menemukan Goa Kalilingseng terlebih dahulu berkat “disasarkan” oleh googlemaps sewaktu mencari Goa Watu Jonggol yang mengarahkan saya melewati perkampungan dan belokan-belokan kecil yang hanya bisa dilalui sambil menuntun sepeda karena jalur yang kecil dan berlumut (RIP Googlemaps)




Lokasi Goa Kalilingseng sebenarnya cukup mudah terlihat karena berada tepat di pinggir jalan masuk Dusun Ngruno. Goa yang merupakan bekas Tambang Mangan di era kolonial pada Tahun 1894 ini dulunya merupakan salah satu Tambang Mangan terbaik selain Tambang di daerah Kliripan, bentuk Goa ini cenderung masih asli (tidak dihias aneh-aneh seperti Goa Watu Jonggol), memiliki panjang sekitar 200 meter yang kemungkinan masih bisa diteruskan lagi serta lebar sekitar 1,5 meter, Goa ini tidak dilengkapi penerangan didalamnya, sehingga kalian harus membawa senter sendiri jika ingin masuk ke dalam atau memakai jasa pemandu supaya lebih aman, oya disarankan untuk tidak memasuki Goa secara beramai-ramai karena semakin kedalam maka kadar oksigen juga akan semakin menipis, saat menyusuri bagian dalam Goa perhatikan kepala kalian supaya tidak terbentur  stalaktit yang menggantung di dinding atas Goa, beberapa kelelawar juga tampak beterbangan dengan barbar di dalam Goa.




Sebelum masuk ke dalam Goa, saya pun sempat bertanya soal jasa pemandu sembari minta ijin menitipkan sepeda kepada salah seorang warga yang kebetulan rumahnya berada tepat disamping lokasi Goa Kalilingseng (untuk catatan bahwa saat siang hari suasana di sekitar Dusun ini sepiiiiii banget, saya juga bingung kok ga ada orang yang lewat untuk padahal ingin nanya-nanya seputar Goa Kalilingseng ini) dan oleh si Bapak saya malah disuruh langsung masuk ke Goa saja sendirian (padahal di dalam Goa ada tulisan sebaiknya memakai jasa pemandu), untunglah peralatan di sepeda saya cukup lengkap karena saya selalu membawa survival kit seperti headlamp dan peluit, semua saya masukkan ke dalam waistbag sembari menyiapkan perlengkapan dokumentasi, setelah semua siap kini saatnya masuk kedalam Goa


Untuk masuk ke dalam Goa yang letaknya berada di bawah permukaan jalan ini untunglah sudah dibikin undakan anak tangga sehingga kita tidak perlu memanjat-manjat segala, rongga depan Goa tampak sedikit becek karena tetesan air dari stalaktit dan dinding atas Goa, semakin masuk ke bagian dalam terdapat tulisan yang mengingatkan untuk jangan lupa berdoa sebelum memasuki Goa dan sebaiknya memakai jasa pemandu untuk memasuki Goa, okelah karena saya disuruh masuk sendirian setidaknya saya sudah berdoa supaya situasi aman-aman saja didalam.




Dinding dalam Goa tampak berkilauan saat sinar dari headlamp saya menyoroti keadaan dalam Goa, rongga dalam Goa ini memiliki ketinggian sekitar 180cm sehingga didalam sini saya masih bisa berdiri tegak tanpa perlu membungkukkan badan, hanya di rongga dekat pintu keluar saja kalian harus membungkukkan badan supaya tidak terbentur dinding atas Goa, sesekali saya mencoba mematikan headlamp dan ternyata tanpa alat penerangan suasana sekitar dalam Goa benar-benar full black alias gelap total karena sinar dari pintu masuk Goa juga tidak sampai ke bagian dalamnya, ditambah lagi jalur Goa ini sedikit melengkung, beberapa titik dalam sisi Goa berbentuk seperti kursi yang bisa diduduki.



Semakin kedalam kalian harus berhati-hati tertabrak kelelawar yang beterbangan dengan barbarnya karena mungkin merasa terusik dengan nyala sinar lampu headlamp saya, pada ujung goa terdapat semacam cerukan seperti sumur berisi air yang memiliki kedalaman sekitar 20-30 meter sehingga harap untuk selalu berhati-hati saat melakukan cave tubing seperti ini ya (bagi yang menderita klaustrophobia dan takut akan gelap lebih baik tidak usah masuk sampai ke dalam).




Bahan baku mangan sendiri merupakan salah satu bahan yang berperan dalam proses indutri pembuatan baja, baterai, keramik, gelas kimia, porselen, dan korek api. Selain itu Mangan (Mn) yang berupa logam putih keperakan dengan nomor atom 25 pada tabel periodik juga dikenal sebagai logam paling melimpah ke-5 dalam kerak bumi, bahkan unsur mangan sendiri juga sangat bermanfaat dan diperlukan dalam tubuh kita


Setelah era kolonial usai keberadaan tambang ini sempat menghilang karena terkubur atau tertimbun tanah dari bukit yang berada diatasnya, namun sekitar Tahun 2016-2017 akhirnya ditemukan kembali oleh warga sekitar ketika melakukan kerja bakti dimana lapisan tanah yang menutupi mulut Goa tiba-tiba ambles dan saat diperiksa ternyata terdapat rongga seperti terowongan didalamnya, oleh karena itu setelah menghubungi instansi terkait dan diadakan pemeriksaan serta penggalian lebih lanjut akhirnya Goa ini pun mulai ditata menjadi tempat wisata sejarah dan obyek penelitian geologi oleh beberapa pihak akademisi


Sayangnya potensi wisata dari Goa Kalilingseng ini belum dioptimalkan oleh pihak terkait dan warga sekitar selain membuat semacam taman dan tulisan Goa Kalilingseng di bagian atas bukit, ke depannya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan jika ingin memaksimalkan keberadaan spot wisata ini seperti pembuatan papan penunjuk arah menuju lokasi, papan keterangan informasi seputar Goa termasuk sejarahnya dan penjelasan mengenai bahan baku dari unsur Mangan itu sendiri, serta pemasangan penerangan dibagian dalam Goa, penyuluhan kegiatan sadar wisata terhadap warga sekitar, penyediaan area parkir, tempat sampah fasilitas-fasilitas penunjang lainnya serta evaluasi berkala terhadap ketahanan dan keamanan didalam Goa. Jika semua tahapan tersebut sudah dilakukan maka langkah berikutnya adalah mempromosikan lokasi tersebut menggunakan sosial media dan website, atau instansi terkait juga bisa membuat program dengan mengundang beberapa penggiat sosial media (travel influencer) untuk berkunjung dan membuat hasil karya dari hasil kunjungan tersebut baik berupa tulisan maupun visual gerak dan memberikan apresiasi terhadap hasil-hasil karya tersebut


Setidaknya melalui tulisan goweswisata kali ini kita semua termasuk saya sebagai penulis bisa semakin banyak belajar terhadap kekayaan sumberdaya alam, keunikan setiap daerah dengan semua potensinya, serta semakin bangga dan menghargai Negara ini dengan latar belakang sejarahnya, jangan sampai kita menjadi generasi atau bangsa yang buta terhadap sejarahnya sendiri. Nah untuk postingan berikutnya saya akan mengulas tentang Goa watu Jonggol yang letaknya berada tidak jauh dari Goa Kalilingseng ini, makanya tetap ikuti petualangan Gowes Wisata ya, baik itu di facebook, instagram, youtube, dan tentunya di website ini


Sampai jumpa di petualangan berikutnya, salam goweswisata 🙂

Sunday, 31 October 2021

ADA APA SAJA SIH DI SOROGEDUG? (dan sekitarnya)

Minggu, 31 Oktober 2021

Hai hai Sobat Goweswisata 🙂, well postingan kali ini jika dirunut sebenarnya merupakan spin-off petualangan gowes wisata terdahulu sewaktu mencari lokasi Goa Songkurang (yang tidak ketemu karena entahlah yang drop pin di googlemapsnya ternyata tidak akurat).


Jadi begini garis besar cerita petualangan hari ini, ayo cucu-cucu, anak-anak duduk yang rapih, sudah pada mandi kan? Bagus sudah wangy-wangy, simbah akan menceritakan sebuah kisah hehe… Ok, pernah ga sih kalian yang hobby bersepeda ini mengalami sebuah momen disuatu hari dimana kalian ingin bersepeda (terutama saat weekend) tapi bingung mau kemana? Mau ke lokasi yang mana? Pokoknya kalian merasa cuma ingin gowes saja, mengayuh pedal sepeda kalian menjelajah ke lokasi yang entahlah kalian sendiri juga belum tahu atau menentukan maunya kemana kali ini? pasti pernah dong ya (maksa 😅), nah begitupun yang saya rasakan hari ini, di Hari Minggu pagi dengan kisah yang tidak sedih (kata om Koes Plus), tidak terlalu cerah, berawan tapi tidak mendung gelap, ingin gowes tapi bingung mau kemana?.


Karena biasanya saat weekend seperti ini semua spot wisata pasti ruameeenya tumpah-ruah, baik itu pengunjungnya, abang penjaga parkirnya yang cengengesan karena berpikir wah cuan nih rame ajib, bapack-bapack dan ibu-ibu pedagang yang saling berlomba dengan semangat 45 menawarkan dagangannya, serta bocah-bocah yang dengan muka pasrahnya ikut saja (terserah deh orangtua mau ngajak kemana, begitu pikirnya) serta para remaja mas-mas dan mbak-mbak yang selain melihat dan menikmati obyek wisatanya juga dengan cermat saling memperhatikan pengunjung lainnya yang bening-bening (barangkali bisa dapat jodoh sembari berwisata).


Nah masalahnya kriteria spot wisata yang paling saya suka justru kebalikannya, dimana saya lebih suka mencari atau mengunjungi spot yang belum terlalu populer, tidak banyak orang, tempatnya asyik, aman, gratis, sukur-sukur ada warung jajanan, dan kalau bisa ga pake adegan nanjak hehe…😁 dan berdasarkan kriteria tersebut akhirnya saya pun mencoba bersepeda ke arah Timur tepatnya menuju wilayah Sorogedug? Kenapa? Karena sewaktu mencari Goa Songkurang saya sempat melihat ada bangunan-bangunan era kolonial yang terbengkalai dan setelah saya mencari tahu (bukan tempe atau bakwan) ternyata bangunan-bangunan tersebut adalah bagian dari kompleks rumah dinas pegawai Pabrik Tembakau Sorogedug. Bangunan Pabriknya sendiri masih ada dan sepertinya masih beroperasi sampai sekarang, hanya saja bangunan-bangunan rumah dinas pegawainya kini dalam kondisi memprihatinkan, terbengkalai dan rusak, serta ditumbuhi semak belukar dan ilalang yang cukup lebat disekitarnya.



Berdasarkan pengalaman saya biasanya spot-spot seperti itu pasti luput dari tujuan goweser pada umumnya, jadi bisa dipastikan bahwa lokasinya pasti sepi, cerita sejarahnya juga pasti ada seperti yang tadi saya jelaskan diatas, dan kebetulan juga saya belum pernah bersepeda keseputaran wilayah Sorogedug, jadi kira-kira ada apa saja sih di Sorogedug dan sekitarnya? Atau ada apa saja sih disepanjang petualangan kali ini?.


Dari basecamp goweswisata seperti biasa saya melalui rute favorit Blok O dengan pertimbangan tidak terlalu banyak kendaraan dibandingkan jika saya melalui rute jalan Jogja-Solo atau Jalan Jalan Jogja-Piyungan, nah dari sini saja sebenarnya ada beberapa spot wisata yang bisa kalian kunjungi, seperti Pasar Bantengan (disini kalian bisa supply logistik urusan perut supaya tidak kelaparan) kemudian ada situs Goa Seluman (dekat Pasar Bantengan yaitu sebuah pemandian era Kerajaan Mataram sama seperti situs Warungboto), kemudian di Utaranya ada Makam Patih Danuredjan, lanjut ke Timur arah Berbah ada Candi Klodangan yang letaknya tersembunyi dipersawahan, kemudian di pertigaan sebelum Pabrik Rokok kalian bisa kearah Selatan menuju Watu Kapal dan Watu Exotic, namun jika terus menuju ke Timur melewati Pabrik Rokok kalian bisa menuju Wisata Bumi Wangi Karangwetan, atau terus menuju Lava Bantal dan Embung Kalitirto, tak jauh dari sana juga ada wisata sejarah Goa Sentono-Candi Abang- dan Goa Jepang yang lokasinya saling berdekatan.


Setelah melewati Lava bantal dan tugu Bhinneka Tunggal Ika, ditambah sedikit rute belok-belok saya melihat sepertinya ada satu lagi lokasi Desa Wisata yang baru yaitu Desa Wisata Pengklik, namun karena tujuan kali ini (yang baru saja terpikir) adalah Sorogedug maka saya pun meneruskan perjalanan sampai bertemu perempatan bangunan TK-SD Kanisius kemudian ambil arah ke kanan menuju Sorogedug, hingga tibalah saya di depan bangunan Pabrik Tembakau Sorogedug yang  berlokasi di Sorogedug, Nogosari, Madurejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta.



Tampak Pak penjaga Pabrik sedang menikmati sarapan pagi di pos jaganya, saya pun melewati bangunan Pabrik dan menuju deretan bangunan eks rumah dinasnya, setelah mencari spot yang aman untuk sepeda, saya pun mencoba mendokumentasikan suasana salah satu bangunan rumah dinas yang posisinya paling mudah diakses dan tidak terlalu tertutup oleh semak. Memiliki gaya arsitektur kolonial yang diadaptasi sesuai iklim dan budaya disini, bangunan ini sebenarnya cukup asyik jika masih terawat, memiliki teras depan, kemudian ruang tamu, ruang tengah dengan dua ruang kamar disalah satu sisinya, kemudian ruang belakang yang sepertinya diperuntukkan untuk ruang makan dan dapur, lalu ada ruangan lagi (mungkin kamar tidur), kamar mandi yang terletak di bagian luar belakang bersama satu ruang lagi diluarnya (mungkin untuk gudang), dan beberapa kamar mandi kecil yang terletak didekat gudang.







Sayangnya entah mengapa bangunan-bangunan ini kini tidak digunakan lagi, juga tidak direstorasi dan difungsikan atau disewakan, semua deretan bangunan-bangunan rumah dinas ini kondisinya nyaris sama terbengkalai, beberapa bagian atapnya juga miring dan bocor sehingga air hujan bisa masuk dan menggenangi bagian dalam rumah, yang mana semakin mempercepat rusaknya bangunan ini. Tampak juga beberapa warga menggunakan bagian depan teras untuk menyimpan hasil sawah dan beberapa kayu.


Setelah puas berkeliling mengamati kondisi bangunan rumah dinas ini saya pun melanjutkan perjalanan sampai mentok di pertigaan kemudian ambil arah ke kiri (karena kalau kekanan saya sudah pernah sewaktu mencari lokasi Goa Songkurang), setelah belok kiri kemudian ke kanan melewati perkampungan penduduk sampai akhirnya ternyata jalan ini tembusnya ke lokasi yang sama sewaktu saya nyasar mencari Goa Songkurang, ya sudah palimg tidak saya jadi tahu jalan ini tembusnya kemana, dari situ lanjut lagi mencoba menyusuri rute jalan yang belum pernah saya lalui sambil melihat suasana sekitar, melewati makam Sawo dan di pertigaan saya melihat ada papan penunjuk arah menuju Bukit Teletubbies.




Saya sih belum pernah ke Bukit Teletubbies, karena dari namanya saja sudah ketahuan kondisi medan rutenya yaitu bukit = tanjakan, tapi ya sudahlah coba ikuti saja papan penunjuk arahnya barangkali ada spot asik lainnya yang mendadak bisa saya temui disepanjang perjalanan.


Papan penunjuk arah Bukit Teletubbies mengarahkan saya melewati deretan warga yang sedang menggiling padi, tidak hanya satu titik saja, namun hampir disepanjang jalan tersebut dipenuhi warga yang sedang menggiling, menggelar, dan mengikat hasil panennya, setelah melewati mereka saya pun mencari mana papan penunjuk arah Bukit Teletubbies berikutnya, kok penunjuk arah yang ada sekarang berganti menjadi papan penunjuk arah menuju Obelix Hills, sepertinya itu merupakan dua tempat yang berbeda, dari kejauhan pun sebenarnya saya sudah bisa melihat lokasi Obelix Hills, karena tepat di atas bukit yang ada didepan saya ada semacam spot yang colourfull alias ramai, jadi pasti itu yang namanya Obelix Hills, akses menuju ke Obelix Hills sendiri sebenarnya sudah agak tertata, dibagian bawah bukit terdapat area parkir Bus besar untuk kemudian wisatawan bisa berganti menggunakan kendaraan shuttle seperti minibus elf untuk bisa sampai ke lokasi Obelix Hills, karena melihat derajat tanjakan dan lebar jalannya bisa dipastikan bahwa bus besar tidak akan bisa menanjak menuju lokasi.




Sebenarnya melihat tanjakannya sendiri saya sudah rada malas, karena seperti yang saya jelaskan sebelumnya kriteria spot yang saya suka “kalau bisa” tidak pakai adegan nanjak hehe… Tepat sebelum tanjakan sebenarnya ada papan penunjuk arah menuju beberapa lokasi lainnya seperti Air Terjun Watu Penyu (saya malah baru dengar ada Air Terjun Watu Penyu, sepertinya yang dimaksud adalah Curug Kembar Jurang Gandul) karena saat saya mengecek googlemaps memang disekitar sini ada air terjun musiman namun namanya adalah Curug Kembar Jurang Gandul, kemudian ada situs Langgen, dan terakhir ada Mbelik Pereng.



Melihat nama-nama spot yang ada saya bisa mengira-ngira seperti apa tempatnya, Belik dan Air Terjun pasti merupakan satu kesatuan atau minimal lokasinya satu area, kemudian situs sejarah Langgen pasti suasananya kurang lebih mirip dengan lokasi penemuan situs sejarah lainnya, kalau disuruh memilih sih pastinya saya lebih memilih yang bernuansa alam (dan menghindari tanjakan) jadi saya coba saja deh melihat seperti apa sih Air Terjun Watu Penyu, dan ternyata benar sekali tebakan saya bahwa Air Terjun Watu Penyu sebenarnya adalah Curug Kembar Jurang Gandul, namun menurut warga sekitar kondisi Curug sedang asat karena aliran airnya bersumber dari debit curah hujan, sedangkan musim penghujan juga belum memasuki masa puncaknya, namun kata mereka kalau mau melihat Curugnya dari atas juga bisa, karena kalau dari bawah aksesnya masih sulit karena tidak bisa dilalui dengan sepeda, melainkan harus trekking.


Mendengar kata-kata “kalau mau lihat Curugnya dari atas juga bisa kok mas”, perasaan saya sudah tidak enak karena ini pasti haqul yakin rutenya adalah saya harus melalui tanjakan yang sedari awal sebisa mungkin saya hindari, dan ternyata benar saja rutenya adalah “nanti Mas nya lewat tanjakan yang itu kemudian ikuti jalan yang berbelok ke kanan dan kemudian ke kiri, nanti disisi kanan ada semacam Taman dan angkringan, nah dari situ sudah keliatan kok Curugnya”, huff ya sudahlah ini berarti mau tidak mau saya harus menanjak.



Dengan kombinasi antara gowes ngicik dan dorong akhirnya saya pun sampai juga di Taman yang dimaksud, setelah berbincang dengan Bapak penjaga angkringan saya pun bertanya “tanjakan ini kalau diteruskan sampai kemana Pak?”, “wah ini tembusnya sampai Jalan baru nglanggeran Mas, kalau mau diteruskan sampai poll juga bisa sampai Klaten”, jawab si Bapak, weew ternyata jauh  dan panjang juga ya ni tanjakan.




Setelah beristirahat, akhirnya saya pun memutuskan untuk saatnya kembali pulang karena selain malas meneruskan tanjakan dengan air minum yang sudah tiris, hari ini tujuan saya sebenarnya adalah karena ingin sekedar gowes saja, bukan diniatkan untuk mengeksplor suatu tempat seperti biasa, jadi hari ini sementara cukup sampai disini dulu, apalagi saat ini kalau siang biasanya cuaca di Jogja pasti hujan, jadi sampai bertemu lagi di petualangan berikutnya.



Friday, 8 October 2021

TIRTO SUMILIR

Kamis, 30 September 2021

Di penghujung Bulan September ini sepertinya memang paling asyik gowes mencari spot wisata yang berhubungan dengan air, selain karena cuaca di Jogja sedang panas-panasnya juga karena saya lebih senang mencari lokasi yang masih terbilang baru dan belum populer.





Dan ketika sedang iseng browsing sosmed dan jalan-jalan virtual via googlemaps tanpa sengaja saya melihat sebuah lokasi yang “kayanya boleh juga nih” namanya Tirto Sumilir (Tirto / Tirta), kebetulan jaraknya juga cukup dekat dari basecamp Goweswisata, tepatnya berada di Desa Sanan Sidomulyo Rt 07 Rw 17, Brintikan, Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta.


Tempat ini memiliki konsep wisata kuliner bernuansa pedesaan atau alam, dengan kata lain tempat ini mengusung konsep yang mirip seperti Pasar Kebon Empring yang dahulu pernah saya ulas, yaitu sebuah spot wisata untuk kumpul-kumpul hangout yang berlokasi di pinggiran kali Opak dengan menawarkan aneka jajanan atau wisata kuliner dan beberapa fasilitas untuk berswafoto.








Nama Tirto Sumilir sendiri memiliki arti “Tirto/Tirta = Banyu/Air, dan Sumilir = Semilir/ Angin Sepoi-sepoi”, sehingga bila digabungkan mungkin spot ini memiliki maksud sebagai sebuah tempat yang dekat dengan aliran air (pinggir kali) dengan suasana yang sejuk diiringi hembusan angin sepoi-sepoi, dan memang lokasinya sangat cocok dengan pemilihan namanya.







Bagi kalian ingin berkunjung ke tempat ini bisa mencarinya via googlemaps dengan keyword “Tirta Sumilir”, patokannya berada tidak jauh dari Stasiun Kalasan. Sampai saat ini pembangunan dan pembenahan beberapa fasilitas penunjang juga masih terus dilakukan. Bangunan Pendopo, Gazebo-gazebo, Ayunan. Kursi-kursi pengunjung, serta warung makanan sudah bisa digunakan sehingga kalian bisa bersantai bercengkrama sembari menikmati menu-menu yang tersaji, dan bagi yang suka bermain air kalian juga bisa bermain di sepanjang aliran Kali, namun tetap ingat untuk tetap berhati-hati ya terutama jika memasuki musim penghujan.




Kedepannya mungkin ada baiknya jika pihak warga dan pengelola bisa membersihkan sampah-sampah yang tersangkut di beberapa titik pinggiran kali, karena selain mengganggu estetika, spot untuk berswafoto yang paling menarik bagi saya justru adalah disepanjang aliran kali tersebut.





Tips jika ingin main kesini :

- Tidak ada (belum ada) retribusi alias gratis

- Parkir kendaraan roda dua dan sepeda sudah tersedia

- Akses jalan sampai lokasi sementara hanya kendaraan roda dua

- Untuk parkir kendaraan roda 4 sepertinya bisa dilokasi lahan bagian atas

- Tetap jaga kebersihan sekitar lokasi (jangan buang sampah sembarangan)