Saturday, 24 March 2018

CHAPTER 31; LAUT YANG TERBELAH DI PANTAI LARITI

Senin, 8 Februari 2016,
Belajar dari pengalaman sebelumnya dimana ketika kami baru pertama kali tiba dan selama berada serta melintasi beberapa wilayah di Pulau Sumbawa ini, ternyata ya kami memang benar-benar "hanya sekedar" melintasinya saja alias melewatkan beberapa keindahan dan keunikan yang dimiliki pulau ini, contohnya antara lain ketika kami melewatkan Pulau Kenawa padahal lokasinya ternyata sangat dekat dengan Pelabuhan Pototano, kemudian melewatkan air terjun di wilayah Utan, lalu Pulau Bungin yang merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat di dunia, Pulau Moyo dengan air terjun mata jitunya dikarenakan kendala cuaca serta tidak adanya penyeberangan akibat ombak yang masih tinggi, serta melewatkan Gili-gili yang ada disekitar perairan Teluk Saleh yang lagi-lagi karena faktor cuaca. Semua itu terlewatkan begitu saja karena minimnya informasi seputar lokasi wisata dan aktivitas sosial masyarakatnya yang belum banyak diulas di media sosial (mungkin juga karena selama ini Pulau Sumbawa hanya dianggap sebagai titik transit atau persinggahan sementara saja, karena secara geografis letak pulau ini berada atau diapit oleh 2 pulau lain yang sudah lebih dulu populer sebagai destinasi wisata dunia, yaitu Pulau Lombok di sebelah barat, dan Pulau Komodo di sebelah timurnya)

Oleh karena itulah begitu kami tiba di Kota Bima, kami pun mulai mencari informasi baik secara online maupun dengan bertanya langsung kepada Mbak Henni dan teman-teman travelernya seputar tempat, budaya, dan ragam aktivitas sosial masyarakatnya. Dan dari mereka-mereka pulalah saya jadi tahu istilah "kalemboade" yang sering digunakan oleh masyarakat di wilayah Dompu dan Bima yang artinya kurang lebih seperti berbesar hati atau seperti ungkapan "torang semua basaudara", intinya adalah seperti bhinneka tunggal ika, jadi disini budaya tolong-menolong secara ikhlas tanpa pamrih ternyata masih ada, dan biasanya mereka (pihak yang membantu) hanya tersenyum sembari mengatakan "tidak usah sungkan, kalemboade", ketika kita mengucapkan terimakasih karena tidak enak telah merepotkan mereka (mungkin kalau di Jawa hampir sama situasi penggunaan kata-katanya dengan “woles aja bro” atau “santai saja masbro”)

Dari hasil bertanya-tanya dan mengumpulkan berbagai informasi itulah akhirnya kami menemukan dan memutuskan untuk memilih Pantai Lariti sebagai salah satu destinasi "wajib" yang harus kami kunjungi selagi kami berada disini, mengapa harus Pantai Lariti? Memangnya apa yang istimewa dengan pantai yang satu ini, nah itulah yang ingin kami cari tahu secara langsung :)

Peta menuju lokasi Pantai Lariti



Pernahkah kalian berjalan ditengah laut? Atau pernahkah kalian mendengar kisah tentang terbelahnya Laut Merah di saat Nabi Musa dan pengikutnya dikejar oleh pasukan Firaun? Saat itu dengan kuasa Tuhan Yang Maha Esa laut merah pun mendadak terbelah, menciptakan sebuah jalan diantara tingginya dinding yang terbuat dari gelombang air laut sehingga Nabi Musa dan pengikutnya dapat menyeberang, namun ketika pasukan Firaun mencoba mengikuti mereka melalui jalan tersebut tiba-tiba dinding yang tinggi dan terbuat dari gelombang air laut tersebut pun kembali menutup seluruh jalannya sehingga menenggelamkan seluruh pasukannya termasuk sang Firaun itu sendiri

Nah keistimewaan yang dimiliki oleh Pantai Lariti pun kurang lebih seperti itu. Pantai yang berada di Desa Soro, Kecamatan Lambu, wilayah Sape, Kabupaten Bima ini pada saat-saat tertentu (tergantung pasang-surut air lautnya) mempunyai keunikan dimana ketika air sedang pasang maka pemandangan disekitar pantai ini terlihat normal dan biasa saja layaknya sebuah pantai pada umumnya dengan beberapa pulau-pulau kecil yang terpisah oleh air laut dari pulau utamanya, namun ketika kondisi air sedang surut (biasanya pada pagi hari atau sore hari) maka antara pulau utama dengan pulau kecilnya akan tercipta sebuah jalan dari pasir sehingga kita dapat berjalan kaki menyeberang melalui jalan tersebut untuk menuju ke pulau kecilnya (fenomena ini sering disebut juga dengan istilah "moses miracle")

Di dunia hanya ada 2 pantai yang mempunyai fenomena unik seperti ini, selain Indonesia dengan Pantai Laritinya, negara lainnya adalah Korea, bedanya jika di Korea fenomena laut terbelah ini hanya terjadi sebanyak 2 kali dalam setahun dengan waktu yang relatif singkat, maka di Indonesia fenomena seperti ini terjadi setiap harinya, sehingga kita bisa kapan saja menikmati pesonanya (eh tidak kapan saja juga sih tergantung dari kondisi pasang-surut air lautnya, tetapi yang pasti fenomena tersebut tetap terjadi setiap hari, maka dari itu kalian patut bersyukur karena lahir dan besar di negara tercinta Indonesia Raya ini, Negara yang merupakan surganya traveling)

Karena dari Kota Bima menuju ke pantai ini medannya melalui bukit-bukit serta penuh tanjakan, maka tidak memungkinkan bagi kami untuk gowes kesana pergi-pulang dalam waktu 1 hari, oleh karena itulah atas saran dan bantuan dari Mbak Henni dan adiknya, hari ini mereka berdua meluangkan waktunya untuk mengantar kami menuju ke Pantai Lariti dengan mengendarai sepeda motor (berhubung saya dan Agit tidak bisa mengendarai sepeda motor maka saya pun dibonceng oleh adiknya Mbak Henni, sedangkan Agit dibonceng oleh Mbak Henni, maaf ya Mbak jadi ngerepotin hehe... :)

Dari Kota Bima kami tinggal mengikuti petunjuk arah yang menuju ke wilayah Sape, medan perbukitannya sendiri lebih panjang dan derajat kemiringannya juga lebih curam dan menanjak daripada di Nangatumpu, disepanjang wilayah perbukitan ini juga masih terdapat banyak monyet, biawak, dan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan kerbau, jadi hati-hati ketika mengemudi ya






Sambil melewati jalan yang berkelok-kelok menuju ke atas bukit kalian juga dapat menikmati view yang menakjubkan yaitu hamparan bukit-bukit diantara kabut, dibeberapa titik juga terdapat spot yang dapat digunakan untuk beristirahat sejenak, spot ini dilengkapi dengan kursi-kursi dari bambu


Jika kalian melewati rute ini saat musim penghujan maka kalian juga perlu berhati-hati terhadap bahaya longsor dari dinding bukit yang belum dibuat turap penahan, sehingga kalau ingin beristirahat lebih baik jangan terlalu dekat dengan dinding bukit.


Setelah melalui kontur perbukitan akhirnya sampai juga kami di wilayah Sape, jika ingin menuju ke Pantai Lariti patokan termudahnya adalah ketika kalian tiba disebuah perempatan (yang kalau lurus itu menuju ke Pelabuhan Sape) maka kalian tinggal belok ke kanan, nanti setelah pasar dan setibanya di Desa Soro ada bangunan PNPM Mandiri di sisi kanan, nah di seberangnya ada jalan masuk, tinggal masuk dan ikuti jalan saja (oya kondisi jalan masuknya saat saya kesana masih berupa jalan tanah berbatu, sehingga kalau cuaca sedang kering sih kondisinya aman, tapi kalau hujan maka siap-siap saja tersiksa), dari awal jalan masuk menuju ke lokasi pantainya sendiri jaraknya masih sekitar 4-5km jadi pastikan kondisi kendaraan anda prima terutama ban dan remnya)


Ketika mulai mendekati Pantai Lariti kalian akan melihat banyak tambak-tambak udang, berdasarkan info yang saya peroleh, lahan-lahan disekitar pantai pun telah dibeli oleh sebuah perusahaan tambak udang, oleh karena itulah jalan masuk menuju ke pantai sendiri sebenarnya juga menggunakan jalur akses milik perusahaan tambak, entahlah mengapa dari pihak pemerintah melalui suku dinas pariwisatanya tidak membuat fasilitas dan jalur akses yang nyaman, padahal Pantai Lariti sendiri mempunyai potensi yang kuat untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata yang tidak kalah dengan destinasi wisata lainnya yang sudah lebih dulu populer


Akhirnya sampailah kami di Pantai Lariti ini, tepat disaat air sedang surut sehingga nampaklah jalan yang terbuat dari pasir pantai, membentang menuju ke pulau kecil yang berada tepat didepannya :)




Setidaknya kali ini kami bisa benar-benar menikmati keindahan Pulau Sumbawa, tidak sekedar melintas dan melewatkannya seperti yang sudah-sudah, apalagi fenomena unik seperti ini hanya ada di sini, di Pulau Sumbawa, sehingga sangat sayang untuk dilewatkan dalam perjalanan kami



Untuk naik ke bagian puncak dari pulau kecil yang ada di depannya kita harus membayar dua ribu rupiah per orang, cukup terjangkau dan aman di kantong bagi wisatawan lokal seperti kami, dari atas bukit yang ada di pulau kecil ini kita bisa melihat jalur jalan pasirnya secara jelas (sebenarnya tidak jauh dari pulau ini juga ada pulau lain tepat di sebelahnya yang juga memiliki fenomena "moses miracle" ini hanya saja durasi menutupnya air laut terjadi lebih cepat)


Kapal yang disediakan jika air laut menutup lebih cepat



Bersama Mbak Henni dan adiknya yang menjadi host sekaligus guide kami selama berada di Kota Bima


Pemandangan dari atas sini sangat awesome :)





Pulau kecil lainnya yang juga memiliki fenomena moses miracle





Bergegas menyeberang menuju Pulau utama sebelum jalannya tertutup oleh air pasang





Jadi masih ragu dan mikir-mikir untuk berwisata ke Pulau Sumbawa? Tidak perlu takut untuk berwisata kesini, segera atur jadwal liburan kalian dan mulai jadikan Pulau Sumbawa ini sebagai alternatif destinasi wisata kalian yang baru, jelajahi wilayahnya, nikmati pesona alamnya, rasakan keramahan masyarakatnya serta keunikan budayanya, dan yang paling penting "Kalemboade" :)

Pengeluaran hari ini :

- transport = Rp 50.000,-
- 2 porsi nasi campur = Rp 30.000,-
- belanja swalayan = Rp 36.500,-

Total = Rp 116.500,-

No comments:

Post a Comment