Kamis, 04 Februari 2016
Setelah pada chapter sebelumnya kami telah menempuh rute yang penuh dengan “drama dan emosi”, kali ini kami mengawali hari ini dengan sedikit lebih tenang di Kota Dompu walaupun Agit masih mengalami badmood dikarenakan kondisi kamar penginapan tempat kami stay sekarang ini keadaannya cukup mengecewakan (jika tidak boleh dibilang berantakan untuk sebuah penginapan yang berada dijalur strategis dan bayar pula), namun rasanya percuma dan sayang jika kami hanya menghabiskan waktu hari ini dengan berkeluh kesah saja, lebih baik mencoba memperbaiki mood dengan berkeliling ke lokasi sekitar penginapan sambil melihat bagaimana suasana dan aktivitas warga Kota Dompu
Mas Rezta sempat datang ke penginapan kami di pagi hari sambil menanyakan apa rencana kami hari ini jika sekiranya ada yang dapat ia bantu, namun karena saat itu kami belum punya rencana apa-apa maka kami pun menjawab jika hari ini kami berencana untuk beristirahat dan mungkin siangnya hanya berjalan kaki berkeliling ke pasar dan minimarket untuk melengkapi perbekalan karena besok rencananya kami akan kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Bima
Sambil berbincang Mas Rezta pun menjelaskan bahwa kebanyakan para wisatawan yang berkunjung ke Kota Dompu ini jika pengunjungnya adalah wisatawan domestic maka kebanyakan dari mereka hanya sekedar transit saja di Kota ini sebelum melanjutkan perjalanan dari ataupun menuju ke Kota Bima, karena luas Kota Dompu sendiri memang tidaklah terlalu besar, namun jika pengunjungnya adalah wisatawan asing maka kebanyakan dari mereka yang datang adalah para surfer, karena di Kota Dompu ini terdapat sebuah pantai yang memiliki ombak yang besar dan karakternya disukai oleh para penikmat olahraga surfing yaitu Pantai Lakey. Pantai Lakey sendiri juga sudah cukup terkenal sebagai salah satu surganya para surfer dan sering dijadikan sebagai lokasi lomba surfing tingkat internasional, namun karena pada bulan ini kondisi cuacanya sedang ekstrem dan mengingat kondisi Agit yang sedang mengalami kelelahan akibat menstruasi maka kami pun memilih untuk melewatkan Pantai Lakey (daripada nanti moodnya “si cinta” malah kumat bt lagi yang ada malah makin runyam hehe)
Akhirnya kami pun menghabiskan waktu hari ini sesuai dengan rencana sebelumnya yaitu berkeliling saja, namun berkat acara “jalan-jalan iseng” tersebut kami malah menemukan lokasi surga belanja yang nyaman hehe…, mungkin bisa menjadi masukan bagi kalian jika suatu saat nanti kalian berencana mengunjungi Kota Dompu dan hendak berbelanja perbekalan baik itu makanan, minuman, serta kebutuhan sandang maka lebih baik kalian membeli semuanya di sebuah toserba yang bernama Bolly, bukannya kami bermaksud mempromosikan tempat tersebut namun disinilah kami bisa berbelanja semua kebutuhan kami dengan harga yang murah layaknya harga di Pamella Jogja, bahkan untuk kebutuhan sandang pun harganya jauh lebih murah dan dengan kualitas yang lebih bagus daripada yang dijual di pasar setempat, begitupun dengan roti-roti yang dijual disini semuanya berukuran besar, enak dan bervariasi namun tetap murah padahal disini tempatnya jauh lebih nyaman, ber-AC, bersih dan modern (coba di Jogja ada yang kaya gini, tuker deh sama Pamella hahaha…)
Selalu ada hal baik yang terjadi dikala mood kami sedang menurun sehingga kami bisa kembali menikmati perjalanan dan petualangan ini, walaupun kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok namun setidaknya untuk hari ini kami masih bisa tersenyum, bayangkan jika seharian tadi kami hanya berdiam diri dikamar sambil berkeluh kesah berharap keadaan akan menjadi lebih baik, pastinya suasana dan keadaan tetap tidak akan berubah dan yang terjadi justru sebaliknya, kami malah bertambah saling emosi, namun untunglah walaupun perasaan negatif tersebut ada di dalam diri namun kami tidak membiarkan perasaan negatif tersebut semakin berkembang menguasai pikiran dan mengubah hari kami menjadi hari yang buruk
“Life isn’t about waiting for the storm to pass… It’s about learning to dance in the rain”
Pengeluaran hari ini :
- 2 porsi nasi campur = Rp 20.000,-
- belanja swalayan = Rp 79.350,-
- belanja perlengkapan pribadi = Rp 165.950,-
- sandal jepit = Rp 10.000,-
- 2 porsi nasi campur = Rp 20.000,-
Total = Rp 295.300,-
============================================================
Jum’at, 05 Februari 2016
Hari ini kami kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Bima, setelah proses packing dan administrasi penginapan selesai semuanya maka sekarang saatnya back on the saddle meninggalkan Kota Dompu (meninggalkan roti-roti yang lezat di Bolly :p)
Kondisi cuaca yang mendung sedari pagi pada akhirnya berubah menjadi hujan tepat disaat kami sedang menempuh medan tanjakan, sehingga situasinya kini menjadi mirip dengan ketika kemarin kami berada di Nangatumpu, untungnya mood Agit tidak seburuk kemarin, kali ini perjalanan ditempuh dengan lumayan tenang tanpa adegan ngadat dan ngambek lagi hehe (satu-satunya yang tidak berubah adalah saya kembali menggunakan trik mendorong dan mengayuh dua sepeda secara bergantian seperti ketika menghadapi tanjakan Nangatumpu)
Tanjakan Dompu merupakan tanjakan terakhir yang menjadi tantangan kami sebelum bisa sampai di Kota Bima, medan tanjakan ini kurang lebih mirip dengan tanjakan yang menuju Deles di Jogja, bedanya hanyalah disini suasananya sepi sepanjang jalan serta minim warung, sekalinya ada warung pun mereka hanya menjual snack-snack serta minuman gelas, tidak ada warung yang menjual makanan berat mungkin karena diwilayah perkampungan ini semua warganya memasak sendiri dirumahnya masing-masing
Akibat efek belum sarapan dan diguyur hujan akhirnya membuat perut ini menjadi bereaksi antara masuk angin dikompilasi dengan perasaan ingin buang air besar, huaahhh mana disini titik perkampungan juga sangat jarang pula, terpaksa saya pun menggunakan jurus konsentrasi, mencoba memikirkan hal lain selain yang berhubungan dengan toilet supaya setidaknya sejenak bisa melupakan rasa mules ini, dan ajaibnya ternyata hal tersebut berhasil hingga usai melewati semua medan tanjakan, kini saatnya turunan dan beberapa medan datar saja
Sambil menikmati medan yang datar ini mata kami pun celingukan mencari tempat yang menjual makanan berat, untunglah kami kemudian menemukan sebuah warung tenda yang menjual menu nasi soto dan berada persis disamping Kantor PLN (saatnya mengisi perut dulu)
Puas mengisi perut dengan seporsi nasi soto daging yang hangat, tidak berapa lama kemudian perut mulai terasa mules lagi untungnya kali ini kami masih berada di dekat Kantor PLN ini sehingga saya pun kemudian meminta ijin untuk menggunakan toilet (akhirnya semua beban berat tersebut bisa lepas, leganya…:D)
Sebelum kembali melanjutkan perjalanan saya pun mengecek jarak tempuh dan arah rute melalui peta online yang ada dismartphone, beberapa pesan singkat dari Mbak Henni, salah satu sobat pesepeda yang direkomendasikan oleh teman-teman pesepeda lainnya yang kami jumpai disepanjang perjalanan kami di Pulau Sumbawa ini yang mana nantinya ia akan membantu serta menjadi host kami setibanya di Kota Bima menanyakan sudah sampai mana posisi kami saat ini, saya pun membalas jika jarak dari posisi kami saat ini menuju Kota Bima masih sekitar 32km dan saya akan mengabarinya lagi jika posisi kami sudah mendekati Kota Bima
Berkat rute yang kali ini datar-datar saja akhirnya kami pun perlahan semakin mendekati Kota Bima, satu-satunya yang membuat kami menjadi sedikit bingung adalah ketika usai melewati lokasi Bandara, pada sebuah pertigaan terdapat papan penunjuk arah yang menunjukkan belok kanan untuk menuju ke Kota Bima tetapi ketika melihat medan jalannya wadaaaww kok menanjak lagi, beneran nih harus lewat sini?
Usut punya usut ternyata rute tersebut memang bisa menuju ke Kota Bima dan baru saja dibuka, jaraknya memang lebih singkat jika melalui rute tersebut namun sepertinya rute itu lebih cocok untuk dilalui oleh kendaraan bermotor saja dikarenakan derajat tanjakannya yang aduhai. Oleh salah seorang pengendara mobil kami pun diberitahu bahwa lebih baik kami menggunakan rute yang lama saja yang mengelilingi pantai, walaupun jaraknya lebih jauh namun setidaknya rutenya hanya datar, selain itu kami juga bisa menikmati pemandangan bibir pantai disepanjang rute, baiklah kami pun kemudian memilih untuk menggunakan rute yang lama saja
Pada rute yang lama ini suasana jalannya lebih lengang dibandingkan rute baru yang menanjak tadi, disini hanya sesekali kami berpapasan dengan bus. Dengan rute yang meliuk-liuk mengikuti garis pantai ini setidaknya kali ini kami tidak harus bertemu dengan tanjakan lagi (untuk sementara rasanya kami memilih rehat sejenak dari adegan nanjak-nanjak)
Tinnn… Tinnn… tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang mendekati kami berdua, “hallo ini Masnya yang tadi sms-an sama Kak Henni ya?”, Tanya seorang wanita yang duduk disebelah pengemudi mobil, “Ha… oh iya ini Mbak Henni ya?”, Tanya saya kemudian, “Oh bukan saya adiknya Kak Henni, tadi Kak Henni pesan ke saya untuk menjemput Mas dan Mbaknya soalnya dia masih di Kantor”, “Oh ya sudah kalau begitu mobilnya jalan duluan saja nanti kami mengikuti dari belakang biar ga bikin macet kendaraan lainnya”, jawab saya.
Sambil mengikuti mobil tersebut, saya pun mengamati suasana yang ada disepanjang rute ini sampai akhirnya kami pun berhenti sejenak untuk mengambil foto tepat di depan gerbang batas wilayah Kota Bima, Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan ratusan kilometer akhirnya kami bisa sampai juga ke Kota Bima dengan menggunakan kendaraan sepeda kayuh (terbukti human power is strong)
Sesampainya di kediaman Mbak Henni (yang ternyata juga merupakan pemilik kost-kost-an) kami pun diberi sebuah kunci kamar kost yang sedang kosong yang dapat kami gunakan untuk beristirahat selama berada di Kota Bima ini. Setelah meng-unpacking semua barang bawaan dan memasukkan sepeda-sepeda kami ke dalam kamar, saya pun berbincang-bincang dengan Mbak Henni dan keluarganya.
Kali ini tampaknya kami mendapat host seseorang yang merupakan penghobby traveling dan sepeda, perbincangan menjadi cair dan asyik karena Mbak Henni juga mengundang salah seorang temannya yang berprofesi sebagai seorang travel fotografer sehingga kami saling bertukar informasi seputar destinasi wisata menarik yang ada di sekitar Kota Bima ini, rasanya menyenangkan karena disini kami tidak terlalu membahas merk sepeda melainkan yang menjadi topik utama adalah seputar dunia perjalanan dan lokasi-lokasi unik yang sebaiknya tidak kami lewatkan selama berada disini, karena jujur saja kami berdua pun sebenarnya juga tidak terlalu peduli dengan merk sepeda kami masing-masing hehe (apalagi bagi Agit yang benar-benar tidak mudeng dengan sepeda, baginya selama sepedanya bisa nggelinding ga rusak, tidak kempes maka artinya bagus)… bagi kami berdua selama geometrinya sudah pas, aman, kuat, dan nyaman maka itu sudah cukup bagi kami, karena toh yang kami nikmati adalah perjalanannya, bukan sekedar merk sepedanya (brand hanya merupakan penjamin kualitas dari produk tersebut, namun faktor kenyamanan seringkali bersifat subjectif dan berbeda pada setiap orang, terlepas dari kualitas yang ditawarkan ataupun brand yang digunakan), lagipula seringkali kami juga hanya berkeliling dengan berjalan kaki atau mencoba menggunakan transportasi umum setempat supaya bisa merasakan dan menyatu dengan keadaan sekitar dimana kami berada. Mungkin cara setiap orang berbeda-beda dan tidak ada yang salah, namun bagi kami berdua beginilah cara kami menikmati setiap moment perjalanan ini :)
Pengeluaran hari ini :
- 2 porsi nasi soto daging = Rp 20.000,-
- 3 roti + 3 minuman gelas = Rp 6.000,-
Total = Rp 26.000,-
Total jarak tempuh hari ini : 65,54km
No comments:
Post a Comment