Kamis, 28 Januari 2016
Hari ini kami kembali off bersepeda dan berencana untuk menikmati sejenak suasana Kota Sumbawa Besar menggunakan kendaraan umum dan berjalan kaki, lagipula masa sudah jauh-jauh bersepeda dari Jogja hingga ke Sumbawa hanya numpang melintas saja kan rasanya sayang hehe…:), lebih baik mencoba menjelajah dan menikmati detail kota yang belum pernah kami singgahi sebelumnya ini sehingga kami bisa menangkap perbedaan pola aktivitas masyarakat dan budayanya dibandingkan dengan tempat asal kami.
Rencana hari ini adalah mencoba menanyakan penyeberangan menuju ke Pulau Moyo yang terkenal dengan obyek wisata air terjun Mata Jitu nya, menurut info dari Mas Samawaholic biasanya jika cuaca cerah dan ombak di laut sedang tenang maka penyeberangan menuju Pulau Moyo bisa dilakukan di Labuan Sumbawa yang berada tidak jauh dari Pantai Jempol, namun terkadang penyeberangan juga sering dilakukan di Pantai Goa yang jaraknya lumayan jauh dari tempat kami stay sekarang, baiklah mari kita mencoba ke Labuan Sumbawa saja dulu karena jaraknya yang relatif dekat dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Sambil berjalan kaki menuju Labuan Sumbawa cuaca di langit tampak mulai mendung, dan benar saja tidak berapa lama kemudian gerimis pun turun. Sesampainya di Labuan Sumbawa kami pun mulai bertanya kepada para pemilik kapal seputar ada tidaknya penyeberangan hari ini yang menuju ke Pulau Moyo, sayangnya dikarenakan cuaca sedang buruk dan ketinggian ombak yang mulai pasang serta berbahaya maka menurut beberapa pemilik kapal mereka menghentikan sementara kegiatan operasional pelayaran selama beberapa hari dengan alasan keamanan, namun mereka juga menyarankan kepada kami untuk coba pergi ke Pantai Goa dan bertanya lebih lanjut mengenai penyeberangan disana saja karena biasanya aktivitas penyeberangan lebih ramai dilakukan di Pantai Goa
Akhirnya kami pun pergi menuju ke Pantai Goa menggunakan becak motor (tentunya setelah melalui proses perundingan harga terlebih dahulu), disepanjang perjalanan saya mengamati sepertinya sangat sedikit armada bus antar kota antar propinsi yang trayeknya melintasi Pulau Sumbawa ini, satu-satunya armada yang familiar yang saya lihat hanyalah armada bus milik Safari Dharma Raya itupun sepertinya jumlahnya hanya sedikit, sedangkan armada milik perusahaan lainnya justru tidak terlihat sama sekali, selebihnya hanya bus-bus yang melayani trayek lokal dalam Pulau Sumbawa saja
Becak motor yang kami tumpangi pun perlahan mulai memasuki area wisata Pantai Goa, didalam area ini justru terlihat ada terminal angkutan umum padahal disepanjang perjalanan menuju ke tempat ini kami bahkan tidak melihat atau berpapasan dengan angkutan umum (sejenis koasi atau mikrolet) yang ada diterminal ini.
Suasana di Pantai Goa terlihat sangat sepi, entahlah apakah memang setiap hari kondisinya memang sepi seperti ini ataukah dikarenakan cuaca yang sedang buruk yang pada akhirnya membuat orang-orang menjadi enggan bepergian atau berwisata ke tempat ini, beberapa warung yang ada disekitar terminal pun terlihat ada beberapa yang buka namun sebagiannya lagi terlihat tutup
Kami pun kemudian menuju kearah Dermaga, tampak beberapa orang terlihat sedang memancing, tapi kami tidak melihat ada satu kapal pun yang bersender, tidak terlihat adanya aktivitas pelayaran yang seharusnya ramai seperti ketika kami berada di Pelabuhan Bangsal Pulau Lombok sewaktu kami hendak menuju ke Gili Trawangan. Menurut beberapa pemancing yang kami tanya biasanya penyeberangan menuju Pulau Moyo tidak selalu dilakukan setiap harinya terlebih ketika cuaca sedang buruk seperti pada bulan ini namun kata mereka lebih baik kami coba untuk menunggu saja hingga siang, jika sampai siang nanti tetap tidak ada penyeberangan maka itu berarti memang tidak ada penyeberangan sama sekali untuk hari ini, karena setelah lewat siang biasanya kabut akan mulai turun menuju perairan dan membuat kapal-kapal yang sedang berlayar menjadi sulit untuk melihat arah dan suasana sekitar, oleh karena itulah biasanya penyeberangan hanya dilakukan hingga siang hari saja.
Akhirnya kami pun menunggu di sebuah pelataran yang biasanya menjadi tempat para nelayan mengumpulkan ikan hasil melaut, rintik gerimis yang sedari pagi menemani perjalanan kami kini mulai berubah menjadi lebih deras, sepertinya jika cuaca terus seperti ini maka bisa dipastikan bahwa hari ini tidak akan ada aktivitas penyeberangan sama sekali, ya sudahlah toh kami hanya bisa berencana dan selebihnya Yang Maha Kuasa yang menentukan, itupun mungkin memang yang terbaik bagi kami berdua dibandingkan kami harus memaksakan diri dengan mengabaikan faktor keselamatan, semua selalu ada hikmahnya jadi ambil sisi positifnya saja
Hingga siang hari tetap tidak nampak adanya aktivitas penyeberangan dan pelayaran, suasana justru semakin sepi karena beberapa orang yang tadi sedang memancing kini sudah beranjak pulang, kami pun memutuskan untuk berkeliling sebentar sebelum kembali pulang menuju kediaman Mas Samawaholic
Tempat ini dinamakan Pantai Goa dikarenakan pada salah satu sisi tebingnya terdapat sebuah cerukan menyerupai Goa, panjang terowongan didalam Goa kurang lebih sekitar 20 meter dengan tinggi sekitar 160 cm, Goa ini sepertinya merupakan buatan manusia, entah apa alasan pembuatannya, apakah sebagai shelter atau tempat berlindung? Namun berlindung dari apa? Jika tempat ini merupakan tempat berlindung dari serangan musuh seharusnya ada penanda lokasi cagar budaya layaknya tempat-tempat bersejarah lainnya seperti Goa Jepang. Pantai ini juga digunakan sebagai dermaga dan aktivitas perniagaan para nelayan setempat, kondisi dan bibir pantai disini kurang cocok bagi kalian yang ingin berenang dilaut karena selain pasir yang ada dibibir pantai ini cenderung kasar, bagian tepi pantainya juga agak dalam
Untuk kembali pulang kali ini kami memilih untuk mencoba naik angkutan umum yang ada diterminal Pantai Goa, untungnya karena suasana ditempat ini sepi sehingga angkot yang kami tumpangi tidak pakai acara nge-tem, pokoknya begitu ada penumpang ya langsung berangkat, para penumpang lainnya yang diangkut kebanyakan justru yang berada di sepanjang rute trayek mereka, jarang sekali yang diangkut melalui terminal, kira-kira 30 menit kemudian kami pun akhirnya sampai di Masjid yang berada tidak jauh dari Pantai Jempol
Mumpung cuaca sedang tidak hujan hanya sedikit berawan saja, kami pun memutuskan untuk bersepeda keliling kota lagi sembari mencari makan siang dan melengkapi perbekalan, setidaknya ini adalah hari terakhir bagi kami untuk menikmati suasana Kota Sumbawa Besar ini karena keesokan harinya kami akan kembali melanjutkan perjalanan lagi menuju wilayah Plampang.
Walaupun pada petualangan kali ini kami tidak memiliki kesempatan untuk pergi ke Pulau Moyo, namun kami yakin jika memang sudah tiba waktu yang tepat kami pasti dapat kembali mengunjungi tempat ini lagi, bertemu sahabat-sahabat dan melihat bagaimana perkembangan suasana di Pulau ini, petualangan masih akan terus berlanjut dan tidak akan pernah berhenti karena selalu ada tempat yang belum pernah kami jelajahi, selalu ada cerita yang siap ditulis kedalam lembaran buku kehidupan kami
“The perfect journey is never finished, the goal is always just across the next river, round the shoulder of the next mountain. There is always one more track to follow, one more mirage to explore”
Pengeluaran hari ini :
- tarif becak motor Labuan Sumbawa-Pantai Goa = Rp 20.000,-
- tarif angkot Pantai Goa-Pantai Jempol= Rp 14.000,-
- 2 porsi gado-gado = Rp 20.000,-
- jajan cemilan = Rp 10.000,-
- roti = Rp 8.500,-
Total = Rp 72.500,-
========================================================================================
Jum’at, 29 Januari 2016
Fajar mulai menyingsing, hari ini sesuai rencana kami akan kembali melanjutkan perjalanan menuju wilayah Plampang, disana nanti kami akan menumpang beristirahat di kediaman Dokter gigi Adi, salah seorang teman baru yang direkomendasikan oleh teman-teman pesepeda di Sumbawa, kami diberikan nomer kontak Mas Adi untuk mempermudah jika ingin bertanya patokan lokasinya, Mas Adi pun telah diberitahukan perihal kedatangan kami berdua, ia tidak keberatan dan memberikan patokan-patokan sesuai rute yang kami lalui supaya mempermudah kami dalam menemukan lokasinya
Setelah mempacking semua perlengkapan kedalam pannier dan memasangnya keatas rak sepeda, kami pun bersiap untuk mulai start, sayangnya kami tidak sempat berpamitan dengan Mas Samawaholic beserta keluarganya karena ia telah berangkat bekerja dan mengantarkan anak-anaknya ke sekolah sejak pagi, ia hanya berpesan untuk berhati-hati dan semoga selamat sampai ke tujuan, sebenarnya kami sudah mencoba berpamitan kepada istri beliau yang kebetulan ada dirumah namun ketika kami panggil-panggil ia tidak mendengar (mungkin sedang tidur), oleh karena itu setelah membersihkan dan merapikan kamar tempat kami beristirahat dan menutup semua pintu, saya pun mengirimkan pesan singkat kepada Mas Samawaholic untuk mengabarkan jika kami sudah akan berangkat dan mengucapkan banyak terimakasih untuk segala bantuan dan keramahannya
Rute yang kami lalui cukup mudah karena hanya ada satu jalur perlintasan utama dari Kota Sumbawa Besar yang menuju Plampang, sedangkan tantangan untuk hari ini adalah beberapa titik tanjakan yang akan kami hadapi disepanjang rute nanti, tanjakan pertama berada tepat setelah melewati Pasar (saya lupa nama pasarnya), medan tanjakannya kurang lebih mirip dengan tanjakan Pathuk yang ada di Jogja, bedanya hanya tanjakan disini tidak berkelok-kelok melainkan lurus dan aspalnya terasa lengket sekali, dititik ini juga Mas Samawaholic menyempatkan diri untuk menemui kami yang sedang beristirahat disalah satu spot tanjakan setelah sebelumnya ia minta ijin keluar sebentar dari kantornya
Setelah cukup beristirahat kami pun kembali melanjutkan menghadapi medan tanjakan ini hingga akhirnya sampai juga di bagian puncaknya, kini saatnya menikmati turunan yang cukup panjang setelah itu selebihnya rute didominasi oleh medan yang datar, sesekali kami hanya menghadapi tanjakan-tanjakan yang tidak separah seperti sebelumnya.
Kondisi jalan yang hanya lurus dan sepi membuat kami bisa menghemat tenaga dan memaksimalkan kecepatan waktu tempuh, terlebih ketika kami melihat dikejauhan langit tampak sudah mulai gelap karena mendung, aroma angin hujan pun juga sudah mulai terasa, perlahan tapi pasti akhirnya rintik hujan mulai turun dan tidak berapa lama kemudian gerimis kecil pun mulai berubah menjadi hujan yang sangat deras, kami pun mulai berpacu dengan awan hujan yang mengikuti kami dengan iringan kilatnya yang saling menyambar, terlebih disepanjang rute ini tidak ada hunian perkampungan lagi, SPBU terdekat yang berjarak sekitar 30km selepas Pasar Sumbawa pun juga sudah kami lewati tadi, kondisi rute kami saat ini kebanyakan masih berupa padang rumput terbuka disepanjang sisi jalan, karena perkampungan sebelumnya sudah kami lewati ketika hujan belum mulai turun sederas sekarang
Akhirnya setelah bersepeda dibawah guyuran hujan yang sangat deras kami pun tiba di rumah sekaligus tempat praktek Dokter gigi Adi, setelah saling berkenalan ia pun menunjukkan ruangan dimana kami bisa beristirahat nantinya, ia juga menyarankan supaya kami beristirahat selama beberapa hari dulu ditempatnya sembari menunggu cuaca buruk usai, ia mengatakan “wah kalau hujannya deras seperti ini lebih baik jangan bersepeda atau keluar rumah dulu mas, soalnya baru saja kemarin ada yang meninggal tersambar petir”, nah lho padahal tadi kami berdua baru saja bersepeda berpacu dengan awan hujan dan sambaran kilat, apalagi sepeda yang kami gunakan juga masih sepeda dengan material besi yang notabene merupakan konduktor listrik yang baik, untunglah hari ini semua berjalan dengan aman.
Kediaman Mas Adi masih dalam tahap pembangunan, oleh karena itulah dirumah ini juga terdapat 2 orang pekerja yang berasal dari Lombok Timur, mereka mengikuti program transmigrasi dari pemerintah dan kini menetap di wilayah Plampang, tepatnya daerah Labangka, kondisi ruangan yang kami gunakan juga baru saja selesai tahap plesteran sehingga belum dicat, bahkan untuk jendela pun juga belum terpasang, sementara waktu lubang bukaan jendela hanya ditutupi dengan beberapa lembar triplek saja, begitupun dengan kamar mandinya, pintu belum terpasang sehingga kami harus menggeser daun pintu untuk menutup kamar mandi ketika sedang digunakan
Mas Adi bercerita sebenarnya ia juga berasal dari Yogyakarta namun kini ia bekerja dan menetap di Pulau Sumbawa, tepatnya didaerah Plampang ini, disini ia berinvestasi dengan membeli sebidang tanah yang cukup luas dan mulai membangun rumah sekaligus membuka tempat prakteknya, istrinya saat ini masih berada di Jogja karena sedang menunggu masa kelahirannya, ia pun rencananya besok juga akan berangkat kembali ke Jogja untuk menemani istrinya selama proses kelahiran, oleh karena itu sembari berpamitan sejenak ia pun menyarankan kepada kami untuk beristirahat saja dulu daripada memaksakan diri kembali melanjutkan perjalanan di tengah cuaca buruk seperti ini, “pokoknya santai-santai saja dulu disini mas, tidak merepotkan kok karena memang tidak ada siapa-siapa disini, nanti kalau butuh apa-apa bisa tanya atau minta tolong ke tukang”, kata Mas Adi
Mas Adi juga menanyakan rencana dan rute tujuan kami berikutnya serta alasan mengapa kami melakukan perjalanan dan petualangan ini, setelah berbincang-bincang dengan santai kami juga bertanya kira-kira apa yang menarik dan unik di wilayah Plampang ini, apakah sekiranya ada lokasi yang bisa atau perlu kami lihat karena keunikannya, menurut para pekerja mereka mengatakan bahwa kami bisa mencoba main ke wilayah mereka di Labangka karena disana terdapat banyak pantai-pantai yang belum populer dan sekaligus juga merupakan salah satu lokasi para transmigran,hmm… sepertinya usul yang menarik untuk menjelajah sebuah lokasi yang berada diluar jalur perlintasan utama, baiklah semoga saja besok cuaca sedang bersahabat sehingga kami bisa menjelajah wilayah Labangka
Sepertinya petualangan tidak akan pernah selesai karena selalu saja ada lokasi baru untuk dijelajahi, ingin tahu seperti apa keunikan yang dimiliki oleh wilayah Labangka dengan pantai-pantainya? Tetap ikuti cerita petualangan goweswisata.blogspot.co.id berikutnya ya :)
Pengeluaran hari ini :
- belanja alfamart = Rp 22.000,-
- 2 porsi nasi campur = Rp 12.000,-
Total = Rp 34.000,-
Total jarak tempuh hari ini : 66,19km
No comments:
Post a Comment