Monday, 17 March 2014

Pengalaman baru di bulan ini

Hmmm...di Bulan Maret ini banyak sekali pengalaman baru yang saya dapatkan, dan juga hal-hal baru serta menarik yang saya alami. Semua kisah ini terangkum dalam petualangan traveling bulan ini bersama teman-teman backpacker dari Jerman dan Jakarta yang kebetulan singgah di Homebase Gowes Wisata selama mereka berada di Yogyakarta


Alfred K (Jakarta), Kaspar, Imge Tak, dan Carolin Broemmel (Jerman) adalah teman-teman baru yang turut memberi warna serta cerita dalam catatan perjalanan dan petualangan Gowes Wisata di blog ini.

Ya, dari merekalah saya mendapatkan hal-hal baru, pengalaman seru, lucu, dan berbagi kisah, cara pandang mereka terhadap dunia traveling, kebiasaan dan budaya di tempat asal mereka. Intinya sangat banyak kisah yang terjadi walaupun mereka hanya sempat singgah di Yogyakarta selama 1 minggu saja

Dari pengalaman saya selama menemani mereka jalan-jalan di Yogyakarta, saya mendapati bahwa umumnya masyarakat lokal kita masih merasa kagum dengan para wisatawan asing, entahlah apakah rasa kekaguman itu disebabkan karena kita memang terkenal dengan budaya ramah-tamahnya, ataukah karena ada sedikit rasa minder dan kurang percaya diri jika berhadapan dengan wisatawan asing, khususnya dari Eropa

Masyarakat kita (terutama pedagang, jasa guide, pengusaha kuliner) cenderung lebih ramah kepada wisatawan asing daripada wisatawan domestik, hal ini mungkin disebabkan karena mereka beranggapan bahwa turis dari eropa identik dengan orang kaya, sehingga para turis tersebut terkadang tidak segan memberikan uang tip atau tidak menawar terlalu banyak ketika bertransaksi, hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan karakter wisatawan lokal yang banyak menawar (dengan sadis) ketika bertransaksi, sehingga membuat para pedagang menjadi kesal

Kaspar got a haircut at a local barbershop (you can't get situation like this if you get travel with the travel agent)


Hal lain yang menurut saya lucu adalah banyaknya masyarakat lokal yang ingin berfoto bersama turis asing (khususnya Eropa), hal tersebut saya alami ketika kami berkunjung ke Keraton Yogyakarta, saat itu kebetulan juga sedang ada study tour yang dilakukan oleh sebuah sekolah, entah mengapa, tetapi sewajarnya jika kita berkunjung ke sebuah lokasi wisata tentunya kita akan mengabadikan obyek-obyek wisata menarik yang ada di lokasi tersebut, dengan keindahan arsitektur, alam, atau budayanya. Namun beberapa siswa sekolah tersebut justru ingin berfoto bersama teman-teman dari Jerman tersebut, sontak saja Carolin, Gaspar, dan Imge tak kuasa menolak dan dengan ramahnya melayani permintaan mereka, seperti seorang selebritis yang sibuk meladeni permintaan foto bersama dengan para penggemarnya...:)

"awalnya hanya satu orang saja, lalu teman-teman mereka mendekat dan kemudian bergantian ingin berfoto bersama, lalu tiba-tiba secara cepat menjadi kerumunan orang-orang yang ingin berfoto bersama. Awalnya mungkin terasa aneh, tetapi kami memaklumi bahwa mungkin karena orang melihat kami berbeda, walau hal tersebut membuat kami menjadi tidak bebas menikmati atau mengambil foto dari obyek wisata tersebut, tetapi yah itulah hal yang menarik jika kamu mengunjungi suatu Negara dengan beragam karakter dan budaya dari masyarakatnya", kata Kaspar dan Imge

Menurut mereka, mungkin hal tersebut karena masyarakat melihat mereka berbeda dengan orang-orang lokal pada umumnya. Ya, dengan postur tubuh yang cenderung lebih tinggi, rambut pirang, bahasa, dan kulit putih memang menjadikan mereka berbeda dengan ciri fisik masyarakat kita pada umumnya, walaupun semua itu juga disebabkan karena perbedaan ras dan faktor genetik yang dimiliki masing-masing individu

Masyarakat kita pun walau sebenarnya mereka ingin mencoba berinteraksi dengan para teman-teman dari Negara lain, tetapi kebanyakan dari mereka masih merasa malu dan takut salah jika berbicara menggunakan Bahasa Inggris (walaupun Kaspar, Imge, dan Carolin memakluminya), karena mereka tahu bahwa masyarakat kita tidak menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Inggris memang hanya diajarkan di sekolah dan tempat-tempat kursus, walaupun sebagian dari mereka sudah tahu teori dan Grammar yang digunakan, tetapi jika berhadapan atau bercakap-cakap langsung dengan para turis asing, seketika rasa gugup dan canggung langsung membuat buyar semua teori tersebut, dan akhirnya memang Bahasa Tarzan menjadi bahasa yang lebih ampuh ketika kita berbincang-bincang dengan para turis asing tersebut

Selain itu saya pun kemudian memaklumi mengapa banyak wisatawan, terutama dari Eropa yang senang ketika berkunjung ke Indonesia. Pertama, tentunya karena perbedaan kurs mata uang antara mata uang Euro dengan Rupiah, faktor lainnya adalah karena menurut mereka di Indonesia matahari selalu bersinar sepanjang hari. Di Jerman sendiri, musim panas terkadang hanya dapat mereka nikmati selama dua bulan saja, disaat musim panas itulah mereka baru dapat menikmati pantai-pantai, tetapi karena semua orang ingin pergi dan menikmati pantai saat musim panas maka suasana di pantai pun menjadi penuh sesak. Dan disaat musim dingin, dengan suhu yang dapat mencapai -16 derajat celcius, otomatis mereka hanya dapat berjalan-jalan di bibir pantai saja karena sebagian dari pantai menjadi beku

Coba kita bandingkan dengan kondisi di Indonesia, dengan matahari yang selalu bersinar cerah membuat tidak akan terjadi pembekuan pada air laut sehingga kita bebas bermain ke pantai kapan saja kita mau, dan dengan banyaknya jumpah pantai (tidak mengherankan, karena itulah kita disebut negara kepulauan) maka jika satu pantai dirasa menjadi terlalu penuh, maka kita dapat pindah ke bagian pantai yang lain

Selain itu kondisi tanah di Bumi nusantara ini terkenal sangat subur, hal ini terjadi karena banyaknya Gunung Api yang ada di seluruh wilayah Indonesia, dimana ketika terjadi erupsi pada Gunung Berapi tersebut maka akan memuntahkan mineral-mineral dari perut bumi yang bermanfaat bagi tanah, yang kelak dapat membuat tanah di sekitar wilayah tersebut menjadi subur (begitulah di setiap bencana yang terjadi tentunya ada hikmah yang dapat dipetik, di setiap kesulitan pasti ada kemudahan)

Carolin dan Alfred melihat lahan persawahan dan aktivitas para petani




"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman", ya, sepenggal bait lirik dari musisi Koes Plus tersebut seakan menjadi penegas bahwa Bumi Nusantara tercinta kita ini dianugrahi dengan kondisi geografis dan kekayaan alam yang banyak terhampar luas. Bahkan teman-teman backpacker asal Jerman tersebut juga mengakuinya, mereka bahkan mengabadikan foto dari Jantung Pisang, Pohon Pepaya, Rambutan, Durian, dan beragam tanaman buah lainnya, karena di Negeri asal mereka, semua tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dikarenakan kondisi tanah serta iklim yang tidak sesuai, oleh karena itu mereka terpaksa harus meng-impor buah-buahan tersebut dari beberapa negara di Amerika Latin serta Asia. Sangat kontras dengan di Indonesia dimana mayoritas dari masyarakat justru menanam tanaman dan pohon-pohon buah tersebut di pekarangan mereka masing-masing sehingga jika sudah tiba musim buah, maka kita hanya tinggal memetik saja langsung dari pohonnya yang tentunya gratis dan bebas dari bahan-bahan pengawet sehingga kualitas vitamin dan gizi yang terkandung didalamnya tentunya akan terasa lebih segar dan higienis

Menikmati suasana santai dengan Kaspar dan Imge


Disaat kita memuja peradaban bangsa dan negara lain, dan cenderung bergaya kebarat-baratan yang bahkan melebihi dari orang barat itu sendiri, kita lupa bahwa sebenarnya sejak dari dulu kita sudah mempunyai identitas jati diri bangsa sendiri yang terkenal sebagai negara agraris, negara bahari, serta negara kepulauan. Sungguh sebuah ironi jika di negara agraris ini kita sampai harus meng-impor beras, gula, bawang, cabai, dan lainnya dari negara lain padahal lahan pertanian terhampar luas di negeri ini. Sebagai negara bahari pun kita sampai harus men-impor garam, padahal hamparan pantai dan lautan dengan segala kekayaan dan keindahannya menyediakan apa yang kita butuhkan

Justru terkadang orang-orang dari Negara lainlah yang menyayangkan jika Indonesia sampai harus mengalami keterpurukan seperti ini, yang sebagian besar justru disebabkan karena perilaku masyarakatnya sendiri. Carolin sendiri merasa heran mengapa sangat sedikit Orang Indonesia yang suka berjalan kaki, walaupun tujuan mereka sebenarnya relatif dekat, tetapi masyarakat lebih suka menggunakan kendaraan bermotor dengan asap polusinya yang mengotori lingkungan dan membuat iklim menjadi semakin panas

Saya pun merasa bahwa kita mengagumi Eropa karena melihat kondisi lingkungannya yang tertata rapi, dan tidak adanya kemacetan, serta iklim atau kualitas udara yang lebih baik. Tetapi mereka bisa seperti itu karena pemerintahnya pun membatasi penggunaan kendaraan bermotor dengan aturan yang ketat, serta memfasilitasi para pejalan kaki dan pesepeda sehingga orang menjadi nyaman ketika menggunakan sepeda atau berjalan kaki sebagai kebiasaan sehari-harinya, yang dalam jangka panjang tentunya akan mengurangi kemacetan dan membuat kondisi lingkungan menjadi tertata dengan kualitas udara menjadi lebih baik

Kita pun bisa seperti itu, mengadopsi hal-hal yang baik tanpa harus meninggalkan identitas jati diri bangsa dengan dalih modernisasi menjadi negara industri (yang tidak didukung sistem pengolahan limbahnya). Para turis umumnya datang kesini karena mereka ingin melihat keindahan alamnya, kekayaan ragam budaya yang dimilikinya, aktivitas masyarakat lokal, sejarah serta keramahan masyarakatnya. Bukan ingin melihat jumlah mall yang terus meningkat, bukan untuk diracuni dengan asap dari knalpot dan dengan bisingnya raungan motor-motor yang digunakan oleh para bocah yang masih mencari identitas dirinya, menikmati keindahan dari pepohonan yang ada dan bukannya merusak pohon-pohon tersebut dengan menempelkan iklan atau spanduk-spanduk berbau kampanye politik dan hal-hal matrealistis lainnya

Mahalnya tiket masuk Candi Prambanan (baik bagi turis asing maupun lokal) membuat kami tidak kehabisan akal supaya bisa tetap menikmati petualangan ini




Saat kebutuhan dasar kita mulai tergantung kepada pasar, bukannya kepada alam, maka sejak itulah tanpa kita sadari kita mulai menjadi kurang menghargai alam, merusaknya perlahan-lahan supaya bisa mendapatkan apa yang disediakan oleh pasar, bahkan kita mungkin menjadi tidak menyadari bahwa disekitar kita terdapat "harta berharga" yang nilainya melebihi angka materi yang bisa kita bayangkan, karena "harta" tersebut menyediakan kesehatan, ketenangan pikiran, dan nilai-nilai filosofis yang dapat dijadikan pegangan untuk kita kedepannya tentang bagaimana mengelola Bumi Nusantara ini, yang sejak dulu telah menjadi semacam kearifan lokal bangsa ini ketika kita mampu menjadi bangsa yang besar dan bermartabat di hadapan negara-negara lain

Tidak ada kata terlambat jika kita mau berbenah memberesi semua permasalahan yang mendera bangsa ini, jangan hanya menggantungkan semua harapan kepada sosok pemimpin atau pemerintah, tetapi kita pun bisa memulainya dan membuat perubahan yang lebih baik untuk kelak diwarisi kepada anak-cucu kita. Perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, ketika satu orang secara perlahan namun pasti dapat mempengaruhi yang lainnya untuk menjadi lebih baik dan bijak dalam mengelola lingkungan dan kekayaan baik alam maupun budaya yang dimiliki negara tercinta ini, Indonesia

Some testimonial from our friends :

Kaspar and Imge Tak (Germany)


Gaspar : "We arived at Yogya without having a clue and found a really nice home ! Thanks for all the help and the room and showing us some secret locations. We really enjoyed our day, Jogja is a nice place to visit if you come from Jakarta and it has so much to discover. Thanks again"

Imge Tak : "Thank you for opening your home for us and making our rather spontaneous trip to Yogya so unforgetable ! We saw the secret places and made the pay-free photos thanks to you. Take care !"

Carolin Broemmel an Alfred Kosasih


Carolin : "Terimakasih for sharing all the beautiful moments with us and welcome us so warmly ! It was really awesome days spent together with you and Agitya at Sultan's Palace and water castle and yesterday on the secret beaches and temple. Now I understand why you move from Jakarta to Yogya. All the best for you and hopefully see you one day again, maybe in Germany, than we can exchange and I will welcome you and Agitya"

Alfred : "Thanks for accept me and others in your house and companion and take us to see a beautiful place, see you an GBU always"

2 comments:

  1. Thanks for company us to explore Yogyakarta bro....and accept us to stay in your place....
    Hope someday we can explore it again....

    ReplyDelete
  2. welc0me t0 ind0nesiaaa... :)
    we l0ve y0u

    ReplyDelete