Tuesday, 17 December 2013

Sekaten ; antara perayaan religi, budaya, dan pesta rakyat Yogyakarta

Setelah hampir dua tahun saya menetap di Jogja, awalnya saya tidak tahu apapun mengenai kota ini, apa yang menjadi keistimewaannya, rute jalan-jalannya, lokasi wisatanya, budaya masyarakatnya, kulinernya, dan apapun yang menjadi ciri khas Kota ini yang membuat namanya banyak dibicarakan dan seakan selalu menjadi magnet bagi siapapun yang pernah merasakan tinggal di Kota ini, yang membuat mereka merasa selalu kangen akan suasana dan kehangatan Kota ini. Hingga pada akhirnya kemudian saya berinisitif untuk mulai belajar segala hal tentang Kota ini, untuk kemudian saya bagikan kepada para pembaca blog sederhana saya ini

Menjelang pertengahan bulan November, Desember, hingga pertengahan Januari di Kota ini selalu diadakan sebuah event yang bertajuk Sekaten (awalnya saya mengetahuinya hanya sekilas lewat saja dari media sosial yang membahas info agenda event apa saja yang diselenggarakan di Yogyakarta)

Sekaten, hmmm... apa sih Sekaten itu? awalnya saat saya membaca sebuah info tentang penyelenggaraan Sekaten yang akan berlangsung sebentar lagi, saya tidak mempunyai informasi apa-apa mengenai apa itu Sekaten? bertanya-tanya ke orang sekitar jawabannya saat ini selalu identik bahwa Sekaten adalah Pasar Malam, yang membuat saya berpikir lalu apa bedanya Pasar Malam Sekaten dengan pasar-pasar malam yang juga ada di Kota-kota lain?

Dari hasil bertanya ke Mbah Google dan kawan-kawan hehe...akhirnya saya mulai menemukan gambaran sebenarnya tentang apa itu Sekaten? apa arti kata dan makna yang terkandung didalam penyelengaraan Sekaten tersebut, berikut ini saya jabarkan hasil penelusuran dan kesimpulan saya tentang Sekaten...:)

Asal usul istilah Sekaten berkembang dalam beberapa versi. Ada yang berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata Sekati, yaitu nama dari dua perangkat pusaka Kraton berupa gamelan yang disebut Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena orang-orang menyambut hari Maulud tersebut dengan perasaan syukur dan bahagia dalam perayaan pasar malam di Alun-alun Utara.Ada pula yang mengatakan Sekaten berasal dari kata Sekat (batas), dimana orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan.

Pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun Nabi Muhammad SAW yang diadakan pada setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud Rabiul awal tahun Hijrah di Alun-alun utara Yogyakarta. Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwon0 I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.

Sekaten berhubungan erat dengan proses Islamisasi di Tanah Jawa. Dahulu kala, di Kerajaan Demak ada wali songo yang sedang menyebarkan ajaran agama Islam. Mereka menggunakan berbagai macam cara berdakwah, diantaranya menggunakan media budaya. Pada waktu itu orang Jawa masih menganut paham Hindhu, kepercayaan Animisme dan Dinamisme yang masih kuat. Para ulama sepakat untuk mengislamkan masyarakat Jawa. Sebelum Islam masuk, masyarakat Jawa sudah gemar akan gamelan. Gamelan biasanya dipakai sebagai pengiring dalam pertunjukan wayang, pengiring gendhing Jawa. Maka oleh para wali digunakanlah gamelan sebagai media dalam berdakwah.

Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang adalah tokoh yang menggunakan cara berdakwah tersebut. Pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sunan Kalijaga berencana mengadakan pertunjukan wayang kulit sekaligus untuk menarik perhatian orang-orang agar memeluk agama Islam. Setiap tahun sekali, di Masjid Agung yaitu di bulan Maulud diadakan tabligh akbar atas prakarsa Sunan Kalijaga. Untuk melihat pertunjukan wayang tersebut, tiketnya hanya satu yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Itu artinya memeluk agama Islam. Maka tradisi itu lah muncul kata syahadatain dalam perayaan Maulid Nabi.

Di kalangan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, muncul keyakinan bahwa dengan ikut merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang bersangkutan akan mendapat pahala dari Yang Maha Agung, dan dianugerahi awet muda. Sebagai syarat, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung Yogyakarta, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan Sekaten. Oleh karena itu, selama perayaan, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara atau di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk untuk dibawa pulang.

Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.

Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.

Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang.

Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.

Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk.

Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.

Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas.

Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.

Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.

Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad s.a.w.) mulai jam 8:00 pagi. Dengan dikawal oleh 10 macam (bregodo/kompi) prajurit Kraton: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis. Sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah didoakan, Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari Gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.

berdasarkan gambaran informasi yang sudah cukup saya gali sebelumnya,(dan mengapa saat ini Sekaten dinamakan Pasar malam perayaan Sekaten adalah karena sebelum upacara Sekaten, diadakan kegiatan pasar malam terlebih dahulu selama satu bulan penuh) maka saya memutuskan untuk melihat bagaimana perayaan Sekaten saat ini, sampai sejauh mana pergeseran makna Sekaten dengan kenyataan dan persepsi orang (terutama pengunjung awam seperti saya ini terhadap Sekaten)

Pada hari Minggu kemarin (15/12/13), Saya pun mencoba berwisata (refreshing) mengunjungi Perayaan Sekaten yang diadakan di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta, kali ini saya mencoba berwisata dengan gaya backpacker saja (bukan Bikepacker) dengan pertimbangan tidak perlu repot memikirkan parkir sepeda hehe...

Berangkat dengan menggunakan transportasi umum bus jalur 4 (cukup dengan membayar Rp 3000,- saja), saya pun turun diperempatan dekat taman pintar, kemudian berjalan kaki menuju Alun-alun utara sembari menikmati suasana pemandangan kota.

Hari minggu atau weekend seperti ini suasana dan lalu-lintas Kota Jogja sangat ramai oleh para wisatawan, baik domestik maupun asing. Beberapa bus besar yang mengangkut rombongan pelajar sekolah yang sedang mengadakan karya wisata pun sibuk mencari lokasi parkir. Lazimnya sebuah Kota besar di Indonesia maka kemacetan pun seakan menjadi pemandangan yang lumrah (untunglah saya berjalan kaki).

Tidak berapa lama saya pun sampai didepan gerbang lokasi perayaan Sekaten, suasana masih sepi, beberapa stand dan lapak pedagang masih banyak yang belum buka, sebagian lagi masih sibuk menyiapkan tendanya, maklum saya datang jam 2 siang karena Sekaten sendiri baru mulai ramai saat menjelang sore dan malam hari, suasana yang masih sepi ini saya manfaatkan untuk berkeliling menyusuri lorong-lorong lapak pedagang dan melihat arena hiburan apa saja yang ada.

Tampak depan gerbang menuju lokasi perayaan Sekaten digelar



Para tukang parkir pun mulai bersiap mengatur lokasi parkir kendaraan yang hendak masuk menuju lokasi


Suasana depan yang masih sepi


Menyusuri lorong-lorong lapak para pedagang yang baru mulai bersiap-siap


Beberapa arena hiburan yang tersedia di Pasar Malam Perayaan Sekaten ini cukup banyak dan lengkap, antara lain Bom-Bom Car, Rumah hantu, Perahu Kora-kora, Tong Stand, Kereta api mini, Perahu air, Balon air, Rumah Balon, dan masih banyak lagi. Pantaslah jika setiap penyelenggaraan Sekaten selalu menjadi magnet bagi para wisatawan dan semua orang yang kebetulan berada di Jogja, karena merupakan ajang untuk refreshing bersama keluarga, teman-teman, maupun orang yang dikasihi...:) benar-benar hiburan rakyat yang terjangkau

Beberapa arena hiburan yang ada di Pasar Malam Perayaan Sekaten



Atraksi Sulap juga tidak ketinggalan turut memeriahkan (sudah lama saya tidak melihat ada atraksi sulap di Pasar Malam seperti ini)


Ada yang mau uji nyali...:p


Atau mencoba nonton yang ini (daripada motornya buat ugal-ugalan di jalan lebih baik seperti ini, menghibur dan menghasilkan uang hehe)


Pengunjung sudah mulai ramai berdatangan menjelang sore


Bahkan beberapa wahana hiburan seperti yang ada di Tempat hiburan besar juga tersedia disini dengan harga tiket tiap wahana yang cukup terjangkau, yaitu berkisar antara Rp 7000,- s/d Rp 15.000,- saja




Untuk memudahkan pengunjung berkeliling juga disediakan kereta odong-odong




Mainan jaman dulu, yaitu Kapal otok-otok juga masih banyak dijual disini (saya jadi teringat kenangan saat kecil dulu hehe)


Diantara kemeriahan wahana hiburan yang ada serta tenda-tenda pedagang, Pihak panitia dari Pemda DIY juga membuat panggung yang menampilkan beragam acara, seperti kesenian tradisional, taushiyah, musik, dan lainnya, selain itu juga ada tenda-tenda UKM yang menampilkan beragam hasil kerajinan dari wilayah-wilayah yang ada diseputaran Kota Yogyakarta





Para siswa TK tidak lupa menampilkan atraksi kesenian tradisional dari sekolah mereka masing-masing, hal ini sangat bagus untuk dicontoh sebagai upaya pelestarian budaya tradional kepada generasi penerus sejak mereka berusia dini sehingga mereka tidak melupakan akar budayanya



Wisatawan asing pun turut menikmati kemeriahan pesta rakyat ini dan mencicipi aneka jajanan tradional yang ada


Salah satu lapak yang menjadi primadona (terutama kaum hawa, baik ABG maupun Ibu-ibu) setiap perayaan Sekaten, yaitu lapak baju awul-awul, kenapa bisa menjadi primadona?silahkan cermati foto-foto berikut hehe...:)



Masih kurang jelas juga kenapa bisa menjadi primadona, mari saya perjelas lagi...:)


lebih jelasnya lagi...:D



nah itulah alasan kenapa orang rela mengubek-ubek (aduuhh ini bahasa Indonesia bakunya apa yah hehe) seperti ini

ubek-ubek terus, tarik, lempar...D


tapi hasilnya sepadan saat mendapatkan "harta karun" (coba cermati merknya :P)


Semakin malam suasana Sekaten menjadi semakin ramai pengunjung (selamat berusaha mencari parkiran bagi yang membawa kendaraan hehe...)

Wahana hiburan pun juga semakin laris antrian pengunjung



Bahkan saya sempat bertemu aktor Internasional berkelas dunia disini (ya iyalah namanya juga internasional pastinya berkelas dunia) ternyata doski bela-belain datang jauh-jauh dari asalnya hanya untuk berpartisipasi memeriahkan Perayaan Pasar Malam Sekaten ini, siapakah dia? penasaran? taraaaaaaaa.... inilah dia sang aktor...kita sambut...

Spongebob Squarepants...:P


Walaupun Yogyakarta akhir-akhir ini selalu diseliputi mendung dan hujan namun ternyata tidak mengurangi antusiasme warga dan wisatawan untuk datang ke Perayaan Sekaten, sebuah hiburan rakyat yang sejatinya memang untuk rakyat...hal ini membuktikan bahwa apa yang tertulis dikibaran spanduk-spanduk ini memang benar adanya

Semoga tetap "istimewa" dalam segala hal yang positif :)


Tetapi sejatinya kita juga harus mengerti tentang makna Sekaten sebenarnya, karena hal tersebutlah yang menjadi dasar dan nyawa dari keistimewaan Kota Yogyakarta. Jangan sampai makna Sekaten yang begitu edukatif tentang perayaan tradisional bernuansa Islam pada akhirnya terlupakan dan justru yang teringat atau tertanam dalam pikiran orang-orang malah sebaliknya, hanya menjadi wisata belanja yang berstigma kapitalisme, karena akhirnya orang hanya akan berbondong-bondong pergi ke Sekaten sekedar untuk mencari hiburan di stan-stan permainan dan tontonan atau untuk berbelanja bermacam-macam barang yang ditawarkan dengan harga murah.

Bagaimanapun juga Sekaten akan terus berkembang dari tahun ketahun. Bila ditanyakan kepada orang Yogya “Tahukah Anda perayaan Sekaten?”, bisa dipastikan hampir semua menjawab , “Ya”. Tetapi, apakah itu berarti bahwa semua orang Yogya memahami makna Sekaten yang sebenarnya? Jawabnya, “ Belum tentu!”.

Untuk itulah mari kita belajar kembali tentang budaya, kearifan lokal, dan sejarah Negeri ini. Indonesia itu indah lho guys...:)

Tambahan sumber referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sekaten
- http://ruryarvianto.wordpress.com/2013/01/01/upacara-sekaten/
- http://gudeg.net/id/directory/72/345/Sekaten-Kraton-Ngayogyakarta-Hadiningrat.html#.Uq_ESjfwzkU
- http://bulletin.alambahasa.com/budaya-indonesia/95/sekaten/

No comments:

Post a Comment