Sabtu, 19 Maret 2022
Saatnya mengupdate kisah petualangan goweswisata 😁. Ahhh…. tak terasa waktu cepat berlalu dan frekuensi gowes saya semakin hari semakin berkurang saja, selain terkadang karena memang sedang malas gowes (lebih tepatnya malas keluar rumah), kemudian faktor cuaca di Jogja yang sedang ga jelas (kadang pagi hujan, siangnya cerah sebentar, lalu sorenya hujan lagi sampai malam), juga dikarenakan destinasi atau target tujuan gowes yang berjarak dekat atau sedang sudah pernah saya datangi, jadi sisanya tinggal tempat yang memiliki jarak cukup jauh atau rutenya pasti ada unsur-unsur nanjaknya 😅.
Dan setelah menyisir sosial media grup-grup pesepeda di Jogja dan googlemaps akhirnya ketemu juga sebuah spot yang dulunya pernah hits dikalangan goweser Jogja, kebetulan juga jaraknya terbilang cukup dekat, serta yang terpenting adalah tidak ada adegan nanjaknya (ada sih dikit tapi santailah tidak terlalu menyebalkan derajatnya). Ok berarti sudah fix jika tujuan goweswisata kali ini adalah menuju ke Bendungan Grembyangan.
Paginya (alias hari ini) sekitar pukul 06.00 WIB saya pun sudah bersiap untuk berangkat, suasana pagi ini cukup tenang, mendekati JEC sempat terlihat beberapa pesepeda yang sedang melaju entah kemana tujuan mereka hari ini, tapi kok sepertinya ada yang aneh ya di pagi hari ini, kabut terlihat cukup tebal menyelimuti Kota Jogja pagi ini, jarak pandang mungkin hanya sekitar 100 meter, beberapa mobil dan motor yang melintas juga tampak menyalakan lampu kendaraan mereka, padahal biasanya jam 6 pagi matahari sudah bersinar cerah, namun kok kali ini matahari juga sepertinya tertutup awan dan kabut, sekilas suasananya jadi terlihat seperti latar game horror silent hill.
Sembari mengayuh pedal sepeda menembus kabut saya pun mulai memanfaatkan gowes kali ini untuk kembali melatih stamina dan kestabilan kayuhan, serta tak lupa membiasakan handling pada settingan sepeda yang saya modifikasi dari sebelumnya menggunakan flatbar menjadi flare bar.
Untuk rute menuju ke Bendungan Grembyangan sendiri saya memilih melalui Berbah melewati Lava Bantal sampai ke TK-SD Kanisius kemudian belok ke kiri mengikuti jalan, dan tak berapa lama sampailah ke tujuan (mungkin sekitar 20 menitan jika start dari JEC).
Bendungan Grembyangan sendiri sebenarnya bernama Bendung Tirtorejo, dibangun pada Tahun 1995 dan diresmikan pada Tanggal 5 Juli 1997 untuk mengatur aliran air Kali Opak, lokasinya sendiri berada di Dusun Grembyangan, Mutihan, Desa Madurejo, Kec Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta. Namun masyarakat umum lebih mengenal tempat ini dengan nama Bendungan Grembyangan, patokan termudahnya adalah spot ini berada tepat di seberang TPU Kebondalem Madurejo Prambanan, namun jika kalian ingin berswafoto dengan angle yang estetik maka spot terbaik untuk berfoto adalah yang berada disisi Baratnya (kalian bisa mencarinya di googlemaps dengan keyword “ Pesiraman Kali Opak”).
Sekitar Tahun 2019 lalu tempat ini pernah hits dikalangan goweser, waktu itu banyak pesepeda jogja yang berkunjung ketempat ini untuk sekedar berfoto, bermain air, dan berkumpul dengan komunitasnya. Momen tersebut juga sempat dimanfaatkan dengan baik oleh warga sekitar dengan menata lingkungan disekitar Bendungan supaya nyaman dan dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar, beberapa tempat kuliner berbasis suasana pedesaan mulai dibuat dan sarana hiburan air juga dioptimalkan antara lain dengan berwisata menaiki perahu, tanaman eceng gondok yang tadinya memenuhi sisi Bendungan juga dirapikan, semua tahapannya terlihat berjalan lancar dan menjanjikan sebagai sebuah destinasi wisata baru.
Waktu pun terus berputar, Pandemi Covid19 melanda dunia tak terkecuali Negara tercinta kita ini, banyak pelaku usaha pariwisata yang tumbang, sebagian memang masih ada yang mencoba bertahan sembari berharap pandemi cepat berakhir, namun bagi yang sudah tak mampu bertahan akhirnya sebuah spot yang awalnya terlihat menjanjikan tak ayal tanpa adanya inovasi baru atau strategi promosi yang bagus maka keberadaan tempat tersebut pun perlahan menjadi terlupakan, dan lebih parahnya lagi jika tak hanya sekedar terlupakan saja, namun juga menjadi terbengkalai dan rusak.
Rumput liar dan sampah terlihat berserakan dibeberapa sudut, coretan-coretan vandalisme dari tangan-tangan jahil pun memenuhi beberapa pilar rumah pintu air bendungan, perahu yang dulu membawa keceriaan pengunjung pun kini hanya terparkir disalah satu sudutnya, terkepung oleh tanaman eceng gondok yang kembali memenuhi pinggiran Bendungan.
Setelah hampir 3 tahun Pandemi melanda kita, kini keadaan telah menjadi lebih baik memasuki fase new normal, dimana Pemerintah mencoba mengubah Pandemi ini menjadi Endemi, teknologi kedokteran dan pengobatan juga telah berkembang semakin baik dalam mengatasi mereka yang terkena virus Covid, perekonomian juga telah mulai bangkit, dan beberapa spot wisata baru juga mulai bermunculan.
Seharusnya hal ini juga menjadi titik balik bagi beberapa spot yang dahulu penah hits untuk mulai kembali bangkit dan menata asetnya, semua pihak harus saling bergandeng tangan dan mensupport, manfaatkan semua sumberdaya secara optimal, yakini saja bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil, terlebih Yogyakarta telah dikenal sebagai gudangnya pariwisata, dan salah satu cara untuk mempromosikan atau memublikasikan sebuah tempat adalah dengan memanfaatkan kekuatan sosial media dan komunitas.
Dan sumbangsih saya sebagai warga Jogja adalah dengan mencoba mengangkat sebuah spot wisata melalui tulisan goweswisata ini, jadi yuk bisa yuk kita bangkit sama-sama 🙂.