Wednesday, 12 April 2017
CHAPTER 3; MUSEUM TRINIL
Jika kalian pernah tahu atau menonton sebuah film komedi box office berjudul “Night at Museum” yang dibintangi oleh Ben Stiller, dimana dalam film tersebut bercerita tentang seorang petugas jaga malam di sebuah Museum yang mengalami kejadian luar biasa dalam hidupnya saat ia mengetahui bahwa semua artifak sejarah yang ada didalam Museum yang dijaganya tersebut berubah menjadi hidup saat malam tiba, maka di malam kedua petualangan bersepeda kami, tiba-tiba ingatan tentang adegan dalam film tersebut kembali terlintas dalam pikiran.
Dengan suasana sekitar yang kurang lebih mirip dengan setting yang terjadi dalam film tersebut, yaitu saat ini kami bermalam di sebuah Museum yang menyimpan artefak dan fosil-fosil tulang belulang manusia serta hewan dari jaman prasejarah, tentunya akan sangat konyol sekali jika semua fosil tersebut kembali hidup seperti kejadian dalam film tersebut.
Setelah selesai bersih-bersih dan menggelar matras serta sleeping pad di pojok ruangan, sembari beristirahat saya pun menulis catatan singkat tentang apa saja yang terjadi diperjalanan hari ini, sedangkan diruang tengah tampak beberapa pekerja bangunan sedang asyik menonton tayangan televisi.
Jarum jam di dinding ruangan kantor menunjukkan pukul 8 malam, selagi asyik menulis seketika saya teringat jika malam ini perut kami belum terisi asupan makanan sedangkan sisa cemilan yang ada di pannier kami juga sudah habis, nah lho mana disekitar Museum juga tidak ada warung makan yang buka pula karena sudah malam. Untunglah disaat perut kami berdua sedang bersiap menggelar “orchestra kruyukan” tiba-tiba salah seorang pekerja bangunan menghampiri kami berdua sembari menawarkan makanan, Alhamdulillah benar-benar moment yang sangat tepat, ternyata Tuhan memang sangat penuh kasih terhadap hambanya yang tengah kelaparan ini.
Setelah perut terisi kini saatnya bagi kami untuk beristirahat, rencananya besok kami masih akan tetap berada di Museum Trinil ini, selain untuk memulihkan tenaga, kami juga ingin belajar tentang apa saja yang ada di Museum ini dan lokasi sekitarnya, baiklah selamat malam semua :)
Pagi menjelang diiringi sinar mentari yang perlahan mulai masuk kedalam ruangan kantor tempat kami menginap melalui sela-sela kisi jendela, huaaahhh… badan rasanya terasa segar setelah semalam tidur kami cukup nyenyak, baiklah saatnya beraktivitas mengisi hari ini, oya karena kamar mandi di bangunan kantor yang baru ini belum selesai proses finishingnya maka kami pun menumpang mandi dan mencuci baju di rumah salah seorang warga yang kebetulan juga bertugas menjadi pengurus museum.
Setelah proses bersih-bersih selesai kini saatnya menjelajahi area kompleks Museum Trinil ini dengan lebih leluasa dan jelas, area outbond yang kemarin rencananya menjadi tempat bermalam kami kini juga tampak lebih jelas (pantas saja kemarin kami diperbolehkan menginap di salah satu ruangan kantor karena fasilitas outbond dan camping ground yang ada belumlah selesai dibangun semuanya)
Secara garis besarnya area kompleks Museum Trinil ini terbagi menjadi beberapa zona, antara lain zona parkir kendaraan, zona aktivitas outbond dan bumi perkemahan yang sedang dibangun, bangunan kantor utama (termasuk ruang rapat tempat kami menginap, ruang tunggu, kamar mandi, janitor, dan 2 buah kamar sewa yang bisa digunakan bagi pengunjung yang ingin menginap), bangunan display Museum, Bangunan mushalla, pendopo, serta ruang laboratoriom dan audio visual yang saat kami berkunjung sedang dalam proses pembangunan supaya nantinya pengunjung dapat lebih tertarik untuk belajar tentang kegiatan arkeologi penemuan fosil dan sejarahnya.
Patung Gajah Purba yang menyambut pengunjung di pintu masuk area Museum
Bangunan Pendopo yang biasa digunakan sebagai tempat beristirahat
Bangunan Kantor Utama dimana kami menginap
Di ruang rapat inilah kami beristirahat
Bangunan Museum tempat display koleksi fosil
Seperti inilah isi bagian dalam ruang display Museum Trinil
Beberapa koleksi fosil yang dipamerkan
Kami juga dijelaskan mengenai awal proses penemuan fosil-fosil yang kini berada di dalam ruang display ini, kebanyakan penemuan fosil-fosil tersebut ditemukan oleh warga sekitar berada di aliran lembah Sungai Bengawan Solo Purba, sebagian masih tertimbun dalam tanah atau endapan lumpur namun ada juga yang berada di permukaan dalam bentuk fosil yang telah membatu. Oleh salah seorang warga bernama Wirodihardjo (lebih dikenal dengan sebutan Wirobalung) sejak tahun 1967 ia mengkoleksi dan menyimpan semua fosil temuannya tersebut dirumahnya, bahkan hampir sepertiga rumahnya terisi oleh fosil-fosil koleksinya, sehingga pada tahun 1980/1981 oleh Pemda setempat akhirnya didirikanlah sebuah Museum mini untuk menampung fosil-fosil koleksi Alm. Wirodihardjo tersebut, hingga akhirnya pada Tahun 1991 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur diresmikanlah Museum Trinil bertepatan dengan peringatan 100 tahun ditemukannya Pithecanthropus Erectus (Manusia Kera berdiri tegak) oleh Eugene Dubois, seorang arkeolog asal Belanda yang hasil temuannya berupa fosil tulang paha, kepala dan berbagai fosil Binatang Prasejarah lainnya di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo Purba tersebut telah mendapatkan perhatian dari kalangan arkeolog internasional dan membuat nama Desa Trinil mendunia. Pembangunan Museum ini pun diharapkan dapat memberi manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, tempat rekreasi dan mengangkat kehidupan perekonomian masyarakat sekitar
Setelah puas menjelajahi area kompleks Museum kini saatnya berjalan-jalan ke perkampungan yang ada di sekitar lokasi sembari mencari makan siang, di wilayah ini pula kami masih menemukan ada yang menjual nasi pecel seharga 3 ribu perak dan segelas teh manis hangat seharga 500 perak, yup kalian tidak salah membaca (dan saya juga tidak salah menulis hehe…) di tempat ini harganya bikin tercengang bayangkan ditahun 2015 ini masih ada tempat makan yang menjual segelas teh manis hangat seharga 500 perak, oohhh indahnya dunia hehe...:)
Suasana di dusun sekitar
Petuah bijak yang terpasang di dinding Masjid :)
Setelah makan “dengan bahagia”, kami lanjut lagi berjalan kaki santai menyusuri wilayah dusun sekitar, kehidupan disini masih sangat tenang (kelewat tenang malahan menurut saya alias sepiiii bingittt), ada sih beberapa warung tapi pembelinya ya tidak jauh dari anak-anak setempat, bagi beberapa pengunjung dari luar kota yang kebetulan ingin datang berkunjung ke Museum Trinil ini kalian mesti siap-siap membawa makanan dan minuman sendiri ya karena jarak antar warung disini lumayan jauh dan tidak ada angkot
Setidaknya perjalanan kali ini benar-benar membawa pengalaman baru dalam hidup kami berdua, mulai dari bertemu orang-orang baru, mempelajari hal-hal baru secara langsung, dan mulai percaya bahwa rencana Tuhan itu pasti indah hanya saja kita belum mengetahui akan seperti apa kejutan-kejutan berikutnya, namun yakinlah karena Dia lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita
Besok saatnya memulai perjalanan dan petualangan baru berikutnya, apa yang akan terjadi kedepannya entahlah yang penting perjalanan ini belum akan berakhir, we still have a lot of stories to share, so keep following us
Pengeluaran hari ini :
- 2 porsi nasi sayur pecel + 2 gelas the manis + gorengan 6 buah = Rp 10.000,-
- 2 porsi soto ayam + 2 gelas es jeruk = Rp 16.000,-
- Air mineral 1,5L = Rp 5.000,-
Total = Rp 31.000,-
Detail sekali..Ini mudah ditemukan dari jalan nasional kah?
ReplyDelete@kayuhanpedal : kalau melalui hutan jati yang menuju Ngawi nanti di pertengahan jalan ada semacam gapura penanda menuju Museum Trinil kok (tapi kalau naik mobil pasti kelewatan soalnya papannya kurang besar hehe)
ReplyDelete