Saturday, 25 January 2014
Candi Sari
Setelah sebelumnya kami mengunjungi Candi Sambisari, kami pun kemudian berniat melanjutkan agenda gowes kali ini menuju Candi Sari, namun ketika ingin menuju lokasi candi ini, saya sempat bingung dengan rute dan patokan menuju Candi Sari, dari hasil bertanya-tanya dengan warga di sekitar, rata-rata mereka malah menunjukkan arah ke Candi Sambisari, hal ini menyebabkan saya bertanya-tanya apa mungkin Candi Sambisari dan Candi Sari adalah candi yang sama, karena dari peta wisata yang saya bawa, jelas menunjukkan adanya dua buah candi dengan lokasi yang berbeda yaitu Candi Sambisari dan Candi Sari (saya pun menyimpulkan bahwa mungkin Candi Sari masih kurang populer jika dibandingkan dengan Candi Sambisari)
Rute yang paling mudah jika kita ingin mengunjungi candi ini ialah dengan melalui Jalan Jogja-Solo kearah Prambanan (timur), setelah melewati RS Bhayangkara di km.14 (sisi kiri jalan) dan melihat rumah makan ayam goreng sari kalasan di sisi kanan (seberang jalan) maka ada jalan masuk tepat diseberang rumah makan tersebut, dari situ sekitar 200 m kemudian akan terlihat bangunan Candi Sari
Dari hasil bercakap-cakap dengan masyarakat sekitar candi, nama Candi Sari sendiri ternyata kurang dikenal, masyarakat lebih banyak menyebut candi ini dengan nama Candi Bendan, karena lokasi dimana candi ini berdiri berada di Desa Bendan, Kelurahan Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY
Papan informasi yang berisi keterangan mengenai Candi Sari
Candi ini ditemukan kembali pada awal abad ke-20 dalam keadaan rusak berat. Pemugaran pertama dilaksanakan antara tahun 1929 – 1930 oleh Dinas Purbakala. pemugaran tersebut dirasa belum maksimal karena belum berhasil mengembalikan keutuhan bangunan aslinya, hal ini disebabkan oleh banyaknya bagian candi yang masih belum ditemukan, selain itu ketika pertama kali ditemukan terdapat bagian-bagian bangunan yang sudah rusak termakan usia, terutama yang bukan terbuat dari batu
Artefak-artefak Candi yang masih belum selesai disusun
Candi Sari yang memiliki arti candi yang indah, diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 M, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran zaman Kerajaan Mataram Kuno, bersamaan dengan pembangunan Candi Kalasan, hal ini dikarenakan pada kedua candi tersebut memiliki banyak kemiripan, baik dari segi arsitektur maupun reliefnya. Dugaan ini diperkuat dengan keterangan yang terdapat dalam Prasasti Kalasan (700 Saka/778 M). Dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaran, untuk mendirikan bangunan suci yang akan digunakan sebagai tempat pemujaan Dewi Tara, serta pembangunan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Oleh karena itu maka dibangunlah Candi Kalasan sebagai tempat pemujaan Dewi Tara, sedangkan Candi Sari dibangun untuk asrama pendeta Buddha. Fungsi Candi Sari sebagai asrama atau tempat tinggal terlihat dari bentuk keseluruhan bagian bangunan dan ruang yang terdapat didalamnya. Bukti lain bahwa candi ini merupakan candi Buddha terlihat dari bentuk stupa yang terdapat di puncak candi
Bangunan Candi Sari terdiri dari kaki, tubuh, dan atap. Candi yang memiliki tinggi 17 m, panjang 17,3 m, dan lebar 10 m ini pada bagian kakinya hanya tampak sebagian disebabkan banyak batu yang hilang. Bagian tubuh candi bertingkat dan memiliki denah persegi panjang, pintu masuk menuju bilik candi berada ditengah menghadap ke arah timur dan terdapat hiasan Kalamakara tanpa rahang bawah pada bagian atas gerbang, pada bagian bawah dari gerbang bilik candi terdapat pahatan berupa orang yang sedang menunggang gajah. Pada setiap sisi tubuh candi terdapat jendela yang terbagi rata dan mengitari bagian tingkat atas dan bawah
Pahatan yang berbentuk orang sedang menaiki gajah
Tangga naik ke dalam bilik candi telah hancur. Di sisi tangga terdapat sebuah umpak batu, tidak jelas apakah umpak batu tersebut memang aslinya berada disitu, namun tampaknya bagian bawah umpak batu tersebut terbenam dalam tanah
Dahulu ambang pintu di dinding candi terletak dalam bilik penampil yang menjorok keluar, namun saat ini bilik penampil tersebut sudah tidak tersisa, sehingga pintu masuk ke ruang dalam candi dapat langsung terlihat
Hiasan Kalamakara pada Gerbang masuk bilik candi
Diperkirakan, dahulu terdapat pagar batu yang mengelilingi candi, dan pintu masuk candi dijaga oleh sepasang arca Dwarapala yang memegang gada dan ular, seperti yang terdapat di depan Wihara Plaosan, namun saat ini pagar tersebut sudah tidak ada
Candi Sari ini aslinya memang merupakan bangunan bertingkat dua atau bahkan tiga. Lantai atas dulunya digunakan untuk menyimpan barang-barang kepentingan keagamaan dan meditasi bagi para pendeta Buddha (Bhiksu), sedangkan lantai bawah digunakan untuk upacara keagamaan, seperti belajar-mengajar, berdiskusi, dan lainnya
Dari luar terlihat bahwa tubuh candi terbagi menjadi dua tingkat, yaitu dengan adanya dinding yang menonjol melintang seperti “sabuk” mengelilingi bagian tengah tubuh candi. Pembagian tersebut diperjelas dengan adanya tiang-tiang rata di sepanjang dinding tingkat bawah dan relung-relung bertiang di sepanjang dinding tingkat atas
Relung-relung di sepanjang dinding luar candi, baik di tingkat bawah maupun atas saat ini dalam keadaan kosong. Diperkirakan dahulu relung-relung tersebut dihiasi dengan arca-arca Buddha
Bagian dalam dari tubuh candi terbagi menjadi tiga ruangan atau bilik yang masing-masing berukuran 3,48 m x 5,80 m dengan posisi sejajar dan masing-masing dihubungkan dengan lubang pintu dan jendela diantara tembok pemisah. Bilik-bilik ini aslinya dibangun sebagai bilik bertingkat. Tinggi dindingnya dibagi dua dengan lantai kayu yang disangga oleh empat belas balok kayu yang melintang, sehingga dalam candi ini seluruhnya terdapat 6 ruangan. Dinding bagian dalam kamar polos tanpa hiasan, pada dinding belakang masing-masing kamar terdapat semacam rak yang letaknya agak tinggi, kemungkinan dahulu digunakan sebagai tempat upacara agama dan menempatkan arca. Di lantai bawah terdapat beberapa tatakan arca dan relung bekas tempat meletakkan arca, namun saat ini tak ada satupun dari arca-arca tersebut yang masih tersisa, sedangkan pada dinding kamar bagian utara dan selatan terdapat relung untuk menempatkan penerangan
Lantai dan bagian bangunan tingkat dua yang terbuat dari kayu sekarang sudah tidak ada, tetapi pada dindingnya masih terlihat lubang-lubang bekas tempat menancapkan balok penyangga. Di dinding bilik selatan didapati batu-batu yang dipahat menyerong, yang berfungsi sebagai penyangga ujung tangga yang terbuat dari kayu
Pada dinding luar tubuh candi terpahat arca-arca yang diletakkan menjadi dua baris disamping jendela-jendela tingkat atas dan bawah. Ukuran arca-arca tersebut sama dengan ukuran tubuh manusia pada umumnya. Arca ini merupakan gambaran dari Dewa Bodhisatwa dan Dewi Tara yang berjumlah 36 buah, yakni 8 buah di sisi timur, 8 buah di sisi utara, 8 buah di sisi selatan dan 12 buah di sisi barat. Pada umumnya semua arca ini memegang teratai merah atau biru, dan digambarkan dalam sikap lemah gemulai (sikap Tribangga), begitu pula dengan roman mukanya yang digambarkan jauh lebih tenang dan halus, serta tidak terlalu mewah hiasannya. Selain itu disebelah kiri-kanan jendela terdapat pahatan Kinara-Kinari (Makhluk Kahyangan yang berbadan burung dan berkepala manusia), Suluran, dan Kumuda (daun dan bunga yang menjulur keluar dari sebuah jambangan bulat). Pada dinding bagian luar bangunan Candi Sari ini juga dilapisi dengan Vajralepa (Brajalepa) yang dimaksudkan untuk memperhalus dinding, memberikan warna cerah, dan pengawet batu supaya tidak lekas aus atau terkikis oleh cuaca
Atap candi berbentuk persegi datar dengan hiasan 3 buah relung di masing-masing sisinya. Bingkai relung juga dihiasi dengan pahatan berbentuk sulur-sulur, dan diatas ambang relung juga terdapat hiasan Kalamakara. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa di Candi Borobudur dan tersusun dalam 3 deretan sejajar
Dari hasil gowes Tour De’ Candi kali ini menyusuri bagian timur Yogyakarta, saya menduga dengan banyaknya jumlah candi yang tersebar di wilayah ini, dan letaknya yang saling berdekatan sehingga wilayah ini dijuluki kompleks candi-candi, maka seandainya di wilayah ini dilakukan penggalian lebih lanjut maka besar kemungkinan masih banyak lagi peninggalan bersejarah zaman Kerajaan Mataram Kuno yang akan ditemukan, dan dari situ ada kemungkinan kita akan semakin mengetahui bagaimana dan sejauh mana kebudayaan yang ada pada zaman tersebut
Semoga dari coretan catatan gowes sederhana saya selama ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, sehingga kita semakin bisa mengenali Negeri tercinta kita ini dan mengerti alasan untuk mencintai Negeri ini dengan segala keunikannya, baik alam maupun sosial budayanya…:)
Kenali negerimu, cintai negerimu
Tambahan sumber referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sari
No comments:
Post a Comment