Wednesday, 19 September 2018

CHAPTER 47; HUTAN MANGROVE MARGO MULYO

Masih di hari yang sama seperti pada chapter sebelumnya, jika tadi kita sudah puas berkeliling sekaligus belajar mengenai hewan reptil yaitu buaya di Penangkaran Buaya Teritip, maka kali ini kami kembali melanjutkan acara jalan-jalan di Kota Balikpapan dengan mengunjungi spot wisata berikutnya yaitu menuju ke kawasan konservasi Mangrove Margo Mulyo, seperti apa ya tempatnya? Yuk kita c’mon let’s go

Berlokasi di belakang sebuah Sekolahan, tepatnya SMUN 8, di Jalan AMD Gunung 4, RT 42, Kelurahan Margo Mulyo, Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur, kawasan konservasi Mangrove seluas 16,8 ha yang pembuatannya diprakarsai oleh warga sekitar, yaitu Kelompok Tani Tepian Lestari bekerjasama dengan Balai Lingkungan Hidup pada Tahun 2006 ini, kini telah menjadi sebuah lokasi kawasan konservasi tumbuhan bakau yang sekaligus juga berfungsi sebagai kawasan taman kota, wisata alam, wisata pendidikan, tempat penelitian dan pengembangan, serta habitat bagi beberapa flora dan fauna seperti kepiting, burung raja udang, monyet bekantan, dan masih banyak lagi lainnya


Jika kalian ingin mengunjungi lokasi konservasi Mangrove Margo Mulyo yang berjarak sekitar 9 km dari pusat Kota Balikpapan ini, maka cara termudahnya selain menaiki kendaraan pribadi adalah kalian bisa naik ojek dari depan Pasar Inpres Kebun Sayur, dikarenakan sejauh ini belum ada angkutan umum yang rutenya melewati tempat ini

Nanti setibanya di depan SMUN 8 kalian hanya tinggal masuk saja melalui gang yang berada disamping gedung SMU tersebut, akses jalannya berupa jembatan kayu, oya ditempat ini belum ada tarif retribusi resmi yang dikenakan alias masih gratis, kalian hanya tinggal membayar seikhlasnya saja kepada warga yang memegang kunci masuk kawasan Mangrove ini, sedangkan untuk jam operasionalnya sendiri tempat ini buka mulai dari jam 08.00 – 17.30 WITA

Setelah Mas Danang memarkirkan kendaraannya disamping Gedung SMUN 8, kami berempat mulai menapaki jembatan kayu yang merupakan akses untuk masuk menuju ke kawasan konservasi Mangrove ini, namun begitu kami sampai di depan pintu masuknya ternyata pintu sudah dalam keadaan tetutup dan terkunci, padahal waktu masih menunjukkan sekitar pukul 16.00 WITA, memang sih kedatangan kami agak kesorean sehingga mungkin karena sudah sepi dan dikira tidak bakal ada pengunjung lagi akhirnya oleh warga yang bertugas menjaga pintunya pun ditutup, untungnya kali ini bukan hanya kami berempat saja yang datang ke kawasan mangrove ini, selain kami berempat tampak juga beberapa pengunjung lain yang sepertinya merupakan kelompok pengguna jasa tour travel, akhirnya salah seorang dari mereka yang sepertinya merupakan tour guidenya menelepon seseorang dan tak berapa lama kemudian datanglah seorang warga yang membawa kunci dan membuka pintu masuk kawasan ini, bersama-sama kami pun mulai memasuki kawasan mangrove Margo Mulyo ini




Dengan jalur sirkulasi berupa jembatan kayu yang diapit oleh tanaman bakau disepanjang sisinya kami pun mulai berkeliling masuk ke dalam kawasan ini, dibeberapa sudut akar bakau kami melihat beberapa kepiting kecil yang bergerak masuk kedalam liang-liang yang mereka buat, disini kami juga sempat melihat seekor monyet bekantan yang sedang asyik duduk di puncak salah satu pohon, namun karena keterbatasan fitur kamera kami tidak dapat mengambil gambarnya





Sayangnya dibeberapa titik kawasan ini masih banyak terlihat sampah yang tersangkut diakar-akar tanaman bakau, selain tidak sedap dipandang mata, keberadaan sampah-sampah yang semakin banyak ini dikuatirkan dapat mengganggu habitat flora dan fauna yang ada dikawasan ini, oleh karena itu jika kalian berwisata ke tempat ini tetap ingat untuk membantu menjaga kebersihannya ya, salah satunya dengan cara tidak membuang sampah secara sembarangan








Semakin masuk kedalam kawasan ini kami juga melihat ada beberapa pos dan menara pengawas yang sepertinya digunakan untuk kegiatan penelitian hewan-hewan dan ekosistem dikawasan ini, dan bagi kalian yang sedang asyik menyusuri kawasan ini sembari mendokumentasikan atau berselfie-ria tetap berhati-hati dan perhatikan jalan ya, supaya kepala kalian tidak terantuk dahan dan ranting pepohonan yang terkadang membentang rendah







Setelah puas berkeliling menyusuri dan mendokumentasikan pemandangan yang ada di kawasan mangrove Margo Mulyo, kini saatnya kami untuk kembali ke kost tempat kami menetap sementara di Kota Balikpapan, di perjalanan pulang kami sempat diajak berkeliling sejenak oleh Mas Danang melewati beberapa ruas jalan utama Kota Balikpapan, karakter dari sebuah kota modern industri hasil tambang tampak terasa, dengan ruas jalan yang lebar, rapi, dan bersih serta tidak begitu padat layaknya Jakarta, namun aktivitas dan semangat yang dimiliki warga kota ini dalam menjaga dan membangun wilayahnya terasa kuat, walaupun masih ada beberapa kekurangan seperti seringnya terjadi mati listrik dan sulitnya pasokan air namun seiring kerja keras yang dilakukan segenap elemen masyarakat dan pemerintah daerahnya niscaya kedepannya semua masalah-masalah tersebut pasti dapat teratasi, tak heran jika Kota Balikpapan pada akhirnya telah beberapa kali terpilih menjadi Kota Terbersih dan menyabet beberapa penghargaan bertaraf internasional

Ada cerita apa lagi di chapter berikutnya? terus ikuti kisah petualangan kami dan support terus petualangan goweswisata, bukan tidak mungkin kedepannya kalianlah yang akan terus melengkapi detail cerita ini seiring kalian memulai cerita perjalanan masing-masing, karena maybe Indonesia it’s not perfect but Indonesia is awesome for sure, jelajahi dan kenalilah negerimu serta cintailah negerimu, yuk kita bangun Indonesia menjadi lebih baik dan menjadi generasi yang memberi solusi, bukan menjadi generasi yang hanya bisa mencaci dan menyinyir :)

Tuesday, 11 September 2018

GUNUNG WANGI BANGKEL

Sabtu, 8 September 2018
Petualangan goweswisata kali ini berawal dari sebuah pertanyaan “dimana lagi ya spot wisata alam di Jogja yang bagus, gratis, rutenya mudah tapi masih belum terlalu populer, dan yang terpenting lokasinya berada tidak jauh dari pusat kota?”, berdasarkan kriteria tersebut mulailah saya mencari informasi melalui jejaring sosial media hingga akhirnya muncullah sebuah nama lokasi yang sepertinya memenuhi semua prasyarat tersebut, yaitu spot wisata alam Gunung Bangkel

Nama Gunung Bangkel sendiri sebenarnya pernah saya dengar ketika saya sedang meliput lokasi wisata Pasar Kebon Empring, waktu itu ada salah seorang warga yang memberitahu ke saya :”sambil menunggu jajanan disini siap semua, kalau masnya mau muter dulu juga tidak apa-apa kok, itu deket sini juga ada spot wisata Gunung Wangi yang sudah lebih tertata karena pembangunannya sudah lebih dulu daripada disini”, “Gunung Wangi?, dimana tuh?”, tanya saya, “itu kalau Masnya dari Pasar Kebon Empring tinggal keluar kearah Jalan Besar trus nyebrang masuk kearah Desa Bangkel, udah kelihatan kok puncaknya”, oalah Gunung Wangi itu sama dengan Gunung Bangkel toh ternyata, saya sendiri belum pernah kesana namun pernah mendengar dan membaca sekilas tentang lokasi ini

Dan begitulah ceritanya hingga akhirnya hari ini spot wisata Gunung Bangkel alias Gunung Wangi terpilih menjadi tujuan goweswisata, seperti apa dan bagaimana suasana disana? Yuk kita let’s go

Lokasi spot wisata alam Gunung Bangkel atau Gunung Wangi (kedepannya saya menyebutnya Gunung Wangi Bangkel saja) tepatnya berada di Dusun Bangkel, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Propinsi DI Yogyakarta



Berjarak hanya sekitar 10-11 km dari Basecamp goweswisata menjadikan perjalanan kali ini relatif mudah (awalnya), untuk menuju ke lokasi ini rute termudah adalah melalui ruas Jalan Jogja-Piyungan yang mengarah ke Kids Fun, nanti setelah melewati traffic light Kids Fun kalian tinggal menuju kearah Timur saja sampai melewati Jembatan Sungai Opak, sebenarnya dari sini pun jika kalian melihat kearah Utara maka Puncak dari Gunung Wangi Bangkel itu sendiri sudah terlihat, namun patokan termudahnya adalah ketika kalian melihat Papan Penunjuk lokasi Pasar Kebon Empring yang berada di sisi Selatan Jalan (Kanan, jika kalian start dari Jogja) maka tinggal kearah Timur sedikit nanti begitu ada belokan ke kiri masuk saja, kalau masih bingung yang mana belokan kekirinya maka setelah penunjuk lokasi Pasar Kebon Empring tadi lurus sedikit nanti ada papan penunjuk lokasi Situs Payak di sisi kanan, nah diseberangnya (sisi kiri) kalian ada belokan masuk kekiri, masuk saja ikuti jalan sampai mentok pertigaan kemudian ambil arah kekanan, pertigaan berikutnya ambil ke kiri (ada penunjuknya), setelah itu kira-kira 20meter kemudian belok kiri lagi yang rutenya menanjak, nah selamat menanjak




Medan tanjakannya sendiri menurut saya masih rideable-lah untuk bersepeda, tanjakannya masih lebih sopan daripada tanjakan Tebing Breksi atau wilayah Menoreh, hanya saja kondisi rutenya sebagian masih rusak, berkerikil, dan hanya muat untuk 1 kendaraan roda 4 saja (mirip dengan tanjakan Puncak Sosok), kalau kalian merasa ragu atau mentok staminanya, saya sarankan lebih baik sambil dorong saja, daripada memaksakan diri yang ujung-ujungnya malah membahayakan diri (dan ngerepotin orang lain), make it fun don’t make it hard, tidak perlu malu untuk mendorong toh saya juga beberapa kali dorong sepeda kok jika ke lokasi wisata yang ada rute tanjakannya yang penting endingnya bisa sampai ke lokasi hehe…:D



Sambil mendorong sepeda saya melihat ada fenomena yang menarik disekitar medan tanjakan ini yaitu adanya beberapa hunian villa yang cukup mewah dan sebagian lagi masih dalam tahap pembangunan, sepertinya sudah ada beberapa pihak yang mulai berinvestasi properti di sekitar lokasi ini, jika melihat kecenderungan pembangunan di wilayah Jogja yang semakin hari semakin berkembang, dan selalu ada saja spot wisata baru yang bermunculan maka keputusan untuk berinvestasi properti di wilayah ini sepertinya akan menguntungkan dalam jangka panjang

Kombinasi dari adegan mengayuh dan mendorong sepeda ini akhirnya berhasil membawa kami tiba juga di spot wisata alam Gunung Wangi Bangkel, di lokasi ini belum ada retribusi resmi yang dikenakan, hanya ada beberapa kotak amal sukarela yang diletakkan di samping Gerbang masuk dan di tempat parkir kendaraan, suasana disekitar lokasi ini terlihat masih cukup sepi, selain kami hanya ada 3 orang pesepeda lain saja yang sepertinya merupakan warga sekitar






Fasilitas pendukung yang ada di sekitar lokasi ini tampak masih dalam proses pembangunan, 2 buah toilet umum, tempat-tempat sampah, ayunan, permainan jungkat-jungkit, gazebo, spot untuk berfoto, Kebun Bunga Matahari, kedai-kedai jajanan, serta beberapa buah bangku dari bamboo yang diikat ke pohon menjadikan penanda keseriusan warga sekitar dalam menata dan mengembangkan lokasi ini





Pada bagian teratas dari Gunung Wangi Bangkel ini terdapat sebuah kompleks Makam Keluarga Ki Suyatmo Suryokusumo dan sebuah cerukan Belik Tirtoaji yang berada didepannya




Sebagai sebuah lokasi wisata keluarga sebenarnya spot wisata alam Gunung Wangi Bangkel ini sangat menarik, hanya saja disini yang perlu mendapat perhatian ekstra adalah pada faktor keamanannya, karena di beberapa titik masih terlihat kurangnya pagar pembatas pada bagian tepi jurang, oleh karena itu jika kalian berencana berwisata ke lokasi ini dengan membawa anak kecil maka jangan lepaskan pengawasan kalian ya, dan juga jangan biarkan anak kalian (atau mungkin kalian sendiri) untuk berbuat vandalism seperti corat-coret atau membuang sampah secara sembarangan dengan melemparkannya dari tepian jurang, karena selain hal tersebut tidak baik dan membuat kotor lingkungan sekitar, bukankah dilokasi ini sudah disediakan tempat-tempat sampah, yuk kita biasakan diri kita dan orang-orang disekitar kita menjadi kelompok wisatawan yang bijak dan sadar lingkungan







Kemana lagi petualangan goweswisata berikutnya? Jika kalian menyukai artikel yang kami sajikan maka kalian juga bisa mensupport petualangan kami dengan cara memfollow, like, comment, atau subscribe akun sosial media kami, karena setiap support dari kalian sangat memotivasi kami untuk terus berusaha menyajikan informasi terbaik dari setiap lokasi wisata yang kami datangi, selamat berwisata and start your own adventure :)

Tuesday, 4 September 2018

CHAPTER 46; PENANGKARAN BUAYA TERITIP

Memulai petualangan goweswisata hari pertama di Kota Balikpapan ini enaknya ngapain ya? Oya di Kota ini kami juga mendapat seorang sahabat baru sesama rekan pesepeda, dimana perkenalan antara kami dengan Beliau yang bernama Mas Danang ini berawal dari sosial media yang akhirnya setibanya kami di Kota Balikpapan ini perkenalan dari dunia maya itu pun berlanjut menjadi kopdar, nah pada petualangan kali ini Beliaulah yang menjadi guide kami menjelajahi seluk-beluk Kota Balikpapan

“Di Balikpapan mah tidak ada obyek wisata Mas, makanya jarang dan aneh kalau mendengar orang pergi ke Kota Balikpapan ini dengan tujuan berwisata”, Hah masa sih? Begitu pikir saya ketika Mas Danang menjelaskan seputar Kota Balikpapan, ia sendiri sebenarnya bukanlah warga asli Kalimantan, melainkan orang Jawa yang kebetulan tinggal di Kota Balikpapan karena berhubungan dengan pekerjaannya, masa iya ada suatu daerah di Indonesia ini yang sama sekali tidak memiliki obyek wisata? Benar-benar tidak ada lokasi atau semacam spot yang menarik apa gitu?

Sebenarnya kata-kata bahwa Kota Balikpapan tidak memiliki obyek wisata sudah kami dengar sebelumnya dari Pak Topo, pemilik kost tempat kami menumpang selama berada di kota ini, tetapi kami berpikir bahwa mungkin Pak Topo-nya saja kali yang kurang piknik jadi tidak tahu obyek wisata apa saja yang ada di Balikpapan, eladalah sekarang kata-kata tersebut kami dengar lagi dari seseorang yang hobbynya bersepeda menjelajah, tapi masa iya sih di Indonesia ada tempat yang nihil lokasi wisatanya? Rasanya tidak mungkin ah, apalagi orang Indonesia kan hobbynya narsis, jadi pasti adalah tempat atau semacam spot keren buat ber-narsis ria

Kota Balikpapan sendiri lebih dikenal oleh khalayak sebagai Kota pertambangan dengan biaya hidup yang relatif tinggi di Indonesia, sebenarnya wajar saja jika biaya hidup didaerah ini cukup tinggi karena walaupun terkenal kaya dengan hasil tambangnya, yang mana hal ini otomatis akan relevan dengan besaran pendapatan masyarakatnya, namun untuk memenuhi ketersediaan barang-barang kebutuhannya sebagian besar masih bergantung dan mendatangkannya dari wilayah lain di luar Pulau Kalimantan, semisal untuk bahan makanan pokok seperti beras dan lainnya kebanyakan masih dikirim dari Sulawesi, lalu untuk kebutuhan produk sandangnya kebanyakan masih mengandalkan kepada Pulau Jawa, nah hal-hal seperti inilah yang menyebabkan harga-harga kebutuhan masyarakat di wilayah ini menjadi cukup tinggi

Biaya hidup yang cukup tinggi ini pulalah yang pada akhirnya membuat kami berdua juga menjadi sedikit mumet, karena hal ini otomatis berimbas kepada budget anggaran harian perjalanan kami, apalagi jika melihat dari faktor pendapatan daerah dimana kami berdua berasal, yaitu dari suatu daerah di Indonesia dengan Tingkat UMR terendah dan biaya hidup termurah, yaitu Yogyakarta, dan kini berkunjung ke suatu daerah yang memiliki tingkat pendapatan terbesar dan biaya hidup tinggi, yaitu Kota Balikpapan, nah njomplang kan jadinya, oleh karena itulah kami berusaha mencari strategi untuk mensiasati pengeluaran harian kami, terutama budget untuk memenuhi kebutuhan pangan

Terlepas dari itu semua, hari ini rencananya Mas Danang akan mengajak kami mengunjungi suatu tempat yang beberapa waktu lalu sempat diliput oleh salah satu stasiun tv swasta untuk program acara travelingnya, katanya sih semenjak tempat tersebut diliput kini lokasinya rada nge-hits gitu, okelah kita mah manut wae

Berempat (kami berdua serta Mas Danang dan Istrinya) akhirnya meluncur menuju ke lokasi tersebut menggunakan kendaraan pribadi milik Mas Danang, selain karena cuaca hari ini di Kota Balikpapan yang mendung dan gerimis, juga dikarenakan lokasinya sendiri yang cukup jauh, sekitar 25km dari pusat kota

Setelah sempat sedikit tersasar akhirnya kendaraan yang membawa kami berempat pun mulai memasuki lokasi “yang katanya semacam spot wisata” ini, yaitu sebuah Penangkaran Buaya terbesar yang ada di Kota Balikpapan, tempat ini sendiri lebih populer atau dikenal dengan nama Penangkaran Buaya Teritip dikarenakan lokasinya yang berada di Jalan Mulawarman no.60, Desa Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur. Letaknya sendiri tak jauh dari Pantai Manggar dan Pantai Lamaru




Ditempat yang memiliki luas area sekitar 5ha dan dikelola oleh CV. Surya Raya ini terdapat lebih dari 1500 ekor buaya yang ditangkarkan, terdiri dari buaya muara, buaya air tawar, dan buaya supit, dimana untuk kandang-kandang buaya itu sendiri dikelompokkan menjadi 4 kategori, antara lain kandang anakan, kandang penggemukan, kandang remaja, dan kandang induk




Tempat ini biasanya buka mulai pukul 08.00-17.00, setelah membayar tiket masuk lokasi sebesar 15ribu rupiah per orang untuk dewasa, atau 10ribu rupiah per orang untuk anak-anak, kami pun mulai diajak untuk berkeliling oleh petugas penangkaran, ditempat ini kalian bisa melihat buaya-buaya berukuran besar, terutama yang berada di kandang indukan dari jarak dekat, sesekali petugas yang memandu juga mengingatkan pengunjung untuk tidak terlalu dekat dengan dinding tembok pembatas, karena walaupun kandang-kandang tersebut dibatasi oleh dinding tembok setinggi 1,5 meter sampai 2 meter namun terkadang buaya-buaya tersebut juga dapat berdiri vertikal menggunakan kekuatan ekornya



Tidak hanya sekedar melihat saja, disini pengunjung juga dapat menyaksikan proses pemberian makan untuk buaya-buaya yang dilakukan oleh para petugas penangkaran, biasanya pemberian makan tersebut dilakukan 2 kali dalam sehari, namun jika kalian ingin mencoba memberi makan langsung kepada buaya-buaya tersebut kalian juga bisa membeli seekor ayam seharga 10ribu rupiah yang disediakan disini untuk kemudian melemparkannya sendiri kedalam kandang buaya tersebut


Buaya-buaya yang ditangkarkan ditempat ini nantinya akan dijadikan bahan dasar berbagai produk olahan, seperti industri pengolahan kerajinan kulit buaya maupun berbagai industri lainnya, misalnya di bidang kuliner yaitu olahan daging buaya dan sate buaya, minyak dan tangkur buaya, serta lainnya


Penangkaran yang berawal dari hobby dan kecintaan sang pemilik terhadap satwa reptil ini mulanya hanyalah bersifat pribadi, dan beberapa waktu silam sempat akan ditutup, namun oleh warga sekitar mereka mengusulkan agar lokasi ini tetap dibuka sekaligus dijadikan objek wisata untuk umum, hingga akhirnya setelah melalui beberapa tahapan maka tempat yang dikelola oleh CV. Surya Raya ini pun semakin berkembang dan dapat memberi manfaat terhadap perekonomian warga disekitarnya


Setidaknya perjalanan kami berdua ke Kota Balikpapan ini tidaklah sia-sia karena akhirnya ada beberapa spot yang memiliki kisah menariknya sendiri, mungkin hal ini terlihat biasa dan lumrah saja bagi warga yang berdomisili disekitarnya, namun di mata seorang pendatang atau traveler, hal yang terlihat dan terdengar “biasa-biasa” saja itu dapat dikemas menjadi sebuah cerita yang menarik dan berkesan, oleh karena itu jika kalian sedang berwisata atau traveling jangan lupa untuk terus mengasah kejelian kalian dalam menangkap detail perjalanan yang kalian alami, karena kelak momen-momen tersebut akan menjadi bagian dari cerita perjalanan yang pasti akan kalian rindukan

Kemana lagi petualangan goweswisata setelah ini? tetap ikuti keseruan cerita goweswisata di Kota Balikpapan pada chapter berikutnya. Oya jangan lupa untuk terus mensupport perjalanan kami dengan cara memfollow, like, comment, atau share akun sosial media kami yang ada di FB, IG, dan Youtube ya, karena setiap dukungan dari kalian menjadi motivasi bagi kami untuk terus berusaha menyajikan beragam informasi yang menarik dari setiap destinasi perjalanan ini