Senin, 4 Januari 2016 – Selasa, 5 Januari 2016
Kali ini selama 2 hari, kami memutuskan untuk sejenak off from the bicycle dan beristirahat total. Selain untuk memulihkan stamina yang masih terasa lelah serta kurang tidur semenjak kami berangkat dari Wongsorejo, kebetulan juga karena bertepatan dengan adanya faktor “M” alias datang bulan yang dialami oleh Agit, oleh karena itulah mumpung disini kami menemukan sebuah penginapan yang harga sewa kamarnya masih terjangkau, maka kami pikir tidak ada salahnya untuk sejenak rehat dan menikmati suasana pedesaan yang ada disekitar penginapan ini.
Denpasar masih sekitar 92km lagi, bagi beberapa orang mungkin jarak sejauh itu bisa ditempuh dalam waktu 1 hari, tetapi karena kami bukanlah atlet atau “goweser sejati”, ditambah lagi dalam rentang jarak 92 km tersebut sebagian besar rutenya terdiri dari tanjakan dan medan yang rolling, maka sebagai langkah antisipasi saya pun mulai mempelajari rute dan membuat titik-titik lokasi yang sekiranya bisa dijadikan tempat beristirahat jika kami merasa lelah, karena kami juga tidak ingin perjalanan ini menjadi suatu hal yang menyiksa diri, toh sejak awal pun kami melakukan perjalanan bersepeda ini karena memang kami berdua yang menginginkannya (bukan karena faktor supaya disukai oleh orang lain yang menginginkan kami untuk melakukannya) oleh karena itu kami mempunyai prinsip untuk sebisa mungkin menikmati perjalanan ini atas dasar suka dan senang, bukan untuk merasa kesal atau terpaksa.
Diluar biaya sewa kamar hotel sebenarnya jumlah pengeluaran per hari kami untuk kebutuhan makan, minum, dan membeli air mineral di Pulau Bali ini hampir sama dengan jumlah pengeluaran per hari kami sewaktu masih berada di Pulau Jawa, setidaknya bayangan kami tentang harga-harga di Pulau Bali yang "menyeramkan isi dompet" sejauh ini tidak terjadi (dan semoga jangan sampai terjadi), pengeluaran harian terbesar justru ada di faktor minuman mengingat cuaca di Bali yang sangat panas dan kontur jalan yang penuh dengan tanjakan
Selain beristirahat, kami juga memanfaatkan waktu dua hari ini untuk merapikan file-file hasil dokumentasi yang kami ambil selama perjalanan dan tidak lupa untuk membuat back upnya, sesekali kami juga berjalan kaki berkeliling sambil mengamati suasana pedesaan yang ada di pinggiran rute Selatan Bali ini. Sejauh ini sepertinya kami juga merupakan tamu hotel terlama yang menyewa kamar disini, karena sejak kami datang hingga sekarang, kebanyakan para tamu lain yang datang ke penginapan ini hanya menyewa kamar dan menginap untuk semalam dan besoknya mereka sudah kembali melanjutkan perjalanan lagi, selain itu kebanyakan tamu yang datang juga merupakan pengemudi mobil box, maka tidak mengherankan jika dalam 1 kamar terdapat dua buah ranjang, sepertinya tipe penginapan ini adalah hotel transit yang diperuntukkan bagi para pengemudi kendaraan box dan co-drivernya, tetapi menurut saya untuk ukuran sebuah penginapan transit yang segmentasi pengunjungnya adalah pengemudi kendaraan niaga, penginapan ini terhitung sangatlah memadai, dengan suasana yang nyaman dan rapi, serta fasilitas kamar mandi dalam dan mendapat sarapan nasi goreng dan teh manis, maka biaya sewa kamar sebesar 75ribu rupiah per malam (bisa untuk dua orang pula), membuat penginapan Hotel Jati yang berada di daerah Nagara ini cukup recommended bagi kalian yang suatu saat sedang traveling ke Pulau Bali :)
Pengeluaran selama dua hari ini :
- 2 porsi nasi soto ayam = Rp 10.000,-
- 2 gelas es teh = Rp 6.000,-
- 1 botol Aqua 1,5L = Rp 6.000,-
- 2 es gula (syrup+susu+cincau) = Rp 6.000,-
- makan malam = Rp 25.000,-
- perpanjangan kamar hotel = Rp 75.000,-
- 2 botol aqua 1,5L = Rp 12.000,-
- 3 gelas es gula = Rp 9.000,-
- 1 roti = Rp 1.000,-
- makan malam = Rp 16.000,-
Total = Rp 166.000,-
=============================================
Rabu, 6 Januari 2016
Setelah beristirahat selama 2 hari memulihkan stamina kini saatnya kami melanjutkan petualangan goweswisata.blogspot.co.id menyusuri rute Selatan Pulau Bali.
Jujur saja sampai detik ini kami masih merasa bingung dengan zona waktu Bali yang mengikuti waktu Indonesia bagian tengah, karena walaupun disini mataharinya terbit lebih awal daripada di Jogja tetapi durasi sinar mataharinya (waktu siangnya) sepertinya bersinar lebih lama, sehingga walaupun jam sudah menunjukkan pukul 6 sore tetapi mataharinya masih bersinar layaknya jam 4 sore, sehingga selama kami bersepeda di Bali ini waktu sepertinya terasa sangat cepat berlalu, tahu-tahu sudah jam 5 sore saja padahal kami merasa baru jam 3 sore (karena saat mengayuh sepeda kami terbiasa berpatokan kepada sinar matahari untuk memprediksi waktu).
Baiklah lanjut lagi, supaya tidak mubazir kali ini kami sengaja berangkat lebih siang, sekitar jam 8 pagi waktu Indonesia bagian tengah, karena di pagi harinya ada layanan menu sarapan gratis berupa nasi goreng dan teh manis hangat dari pihak Hotel Jati yang sayang untuk dilewatkan, lumayanlah untuk menghemat budget sarapan hari ini hehe...
Setelah kenyang sarapan (sebenarnya sih belum kenyang karena porsi nasi gorengnya irit) kami bersiap untuk start gowes lagi. Satu hal yang perlu menjadi catatan tersendiri bagi kami tentang kondisi ruas jalan di Pulau Bali adalah ternyata tidak semua kondisi ruas jalannya bagus (awalnya dalam benak kami, kami mengira karena Bali dikenal sebagai destinasi wisata bertaraf internasional maka kondisi ruas jalannya pasti bagus dan mulus, eh ternyata tidak juga), di sisi kiri jalan kondisinya masih cukup banyak yang bergelombang dan penuh tambalan, sungguh tidak nyaman sama sekali, mirip dengan kondisi ruas jalan di Gempol, selain itu sisi kiri yang diperuntukkan sebagai pembatas dengan tepian jalan juga sangat sempit sehingga susah sekali ketika harus gowes menanjak sambil berdempetan dan diklakson oleh bus, truk, kendaraan pribadi dan motor (entahlah tapi mayoritas kendaraan bermotor yang kami jumpai disini sepertinya merasa dirinya pembalap profesional karena gaya mengemudinya yang ngebut dan sangat suka mengklakson).
Hal lainnya yang menjadi ciri khas Bali dan tidak kami temui di sepanjang perjalanan kami di Pulau Jawa adalah di Bali kalian akan sering melihat anjing-anjing liar, sapi, ukiran serta patung dimana-mana. Bagi kalian yang takut dengan anjing tidak perlu kuatir karena walaupun banyak anjing liar yang berkeliaran di jalan tetapi sepertinya mereka juga takut dengan manusia (atau tadi mereka kabur karena melihat muka-muka kusut kami yang sudah tidak jelas akibat kelelahan menempuh tanjakan hehe...), dan untuk sapi sepertinya karena disini banyak warganya yang memelihara sapi (sama halnya dengan masyarakat di Jawa yang suka memelihara kambing dan ayam, sehingga bisa kita lihat dimana-mana), sedangkan untuk patung dan ukiran, disini bisa kita jumpai dimana saja, mulai dari rumah warga, kantor, tempat ibadah, bahkan hingga di jembatan juga terdapat patung yang diletakkan di bagian ujung-ujungnya dan biasanya setiap pagi selalu diberi sesajen oleh warga disekitarnya
Tanjakan dimana-mana
Kata siapa rute Selatan Pulau Bali itu datar-datar saja? Huff pasti yang mengatakan seperti itu belum pernah menyusuri rute selatan ini dengan bersepeda, karena dari mulai pertama kali kami menginjakkan kaki dan gowes di Bali, hampir selalu kami temui tanjakan, terkadang tanjakannya seperti roller coaster, dan terkadang tanjakan yang menikung, intinya di rute selatan ini tanjakannya cukup banyak (walau mungkin tidak separah tanjakan-tanjakan yang ada di rute Utara Bali) jadi siapkan stamina dan jangan lupa bawa air minum yang banyak mengingat cuaca dan temperatur di Bali sangat panas, jauh lebih panas daripada apa yang kami rasakan sepanjang perjalanan kami di Pulau Jawa
Minimarket seakan menjadi oase bagi kami
Dari mulai Gilimanuk sampai ke Nagara tidak ada satu pun minimarket modern yang kami temui, satu-satunya tempat jika kalian ingin membeli makanan cemilan atau minuman hanyalah di warung-warung kecil milik masyarakat sekitar, di satu sisi kami dapat memaklumi jika tidak ada minimarket modern seperti indomart atau alfamart, karena dikuatirkan dapat mengancam keberadaan warung-warung tradisional serta menurunkan perekonomian masyarakat sekitar, tetapi di sisi lainnya terkadang bagi kami keberadaan minimarket-minimarket modern tersebut juga sangat membantu, terutama dalam hal kepastian harga, maklumlah di beberapa daerah tertentu terkadang ada saja warung-warung tradisional yang memberi harga secara asal hanya karena mereka tahu bahwa kami bukan orang asli daerah tersebut, masih banyak masyarakat yang punya persepsi bahwa semua turis itu pasti kaya karena mereka bisa jalan-jalan ke daerah atau pulau lain
Selain itu jujur saja untuk harga-harga produk keemasan, maka harga-harga di minimarket modern jauh lebih murah serta terjaga kebersihannya, dan jelas masa kadaluarsanya, walau terdengar sepele namun hal tersebut sangat membantu kami dalam mengalokasikan budget selama perjalanan ini.
Di beberapa warung tradisional sering kami jumpai produk-produk makanan dan minuman keemasan ditumpuk-tumpuk hingga berdebu, tak jarang juga terlihat ada beberapa hewan seperti kecoak yang berkeliaran di gudang penyimpanannya, jika kita hanya bertanya, memilih atau membeli dalam jumlah sedikit maka biasanya si penjual langsung mendelik dan memasang muka kesal, namun jika kemudian didekat tempat usahanya tiba-tiba dibangun sebuah minimarket modern yang lebih bersih, lebih nyaman, lebih ramah dan lebih murah maka mereka pun langsung marah dan berdalih bahwa hal tersebut tidak adil karena mengancam perekonomian mereka, padahal sebagai konsumen, kami pun sebenarnya punya hak untuk memilih berbelanja dimanapun bukan? Kenapa mereka (pedagang-pedagang kecil tersebut) tidak memperbaiki kualitas manajemen barang dan pelayanannya saja sehingga konsumen setia mereka tidak akan berpaling, daripada hanya berteriak marah dan menyudutkan minimarket modern dengan alasan tidak pro rakyat kecil (lho saya pun sebagai konsumen juga rakyat kecil toh? Tentu saja saya akan membeli produk yang sama di tempat yang memiliki harga lebih murah, itu kan hak dan pilihan saya)
Oleh karena itulah begitu kami melihat ada papan penanda ada minimarket modern seperti Indomart kami langsung sumringah, akhirnya kami bisa membeli minum dengan harga yang "standar" seperti di Pulau Jawa. Dan sejauh ini sampai kami tiba di daerah Soka ternyata tidak ada minimarket modern lagi yang bisa kami temui
Sebenarnya hari ini kami bisa sampai di daerah Soka pun sudah merupakan prestasi dan keajaiban sendiri, karena di 4km terakhir sebelum memasuki wilayah Pantai Soka ini Agit sudah sangat kelelahan sampai tidak bisa mengayuh dan mendorong sepedanya lagi. Tadinya prediksi saya hari ini adalah sampai wilayah Pekutatan saja namun ternyata ketika kami tiba di wilayah Pekutatan waktu masih menunjukkan sekitar jam 1 siang sehingga kami memutuskan untuk terus lanjut saja, namun ketika jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan kami masih belum dapat menemukan tempat untuk beristirahat sedangkan rasa lelah akibat tanjakan yang semakin menjadi membuat agit sudah kehabisan tenaga pada akhirnya membuat saya berinisiatif untuk berjalan kaki dan mencari tempat yang sekiranya bisa untuk menginap, sepeda saya letakkan di pinggir jalan sembari agit beristirahat dulu. Setelah mencari dan bertanya kesana-kemari hampir semua orang yang saya tanya menyarankan untuk terus lanjut saja sedikit lagi sampai wilayah Pantai Soka karena disitu ada penginapan dan jaraknya kira-kira masih 4km lagi dari tempat kami berhenti.
Sebenarnya 4km merupakan jarak yang tidak terlalu jauh bagi saya, namun bagi agit yang sudah sangat kelelahan maka jarak segitu tentunya akan terasa berat sekali. Tidak jauh dari tempat kami berhenti, beberapa pekerja bangunan yang melihat kami berdua kemudian menawarkan untuk beristirahat sejenak di saung milik mereka. Pak Bayu salah seorang pekerja bangunan disitu mempersilahkan kami duduk-duduk beristirahat dan berteduh dari panasnya terik matahari. Agit yang sudah terlalu lelah tidak dapat banyak berbicara lagi sementara saya berbincang-bincang dengan Pak Bayu dan beberapa pekerja lainnya yang bertanya darimana asal kami dan hendak kemana. Untunglah tepat di samping lokasi kami terdapat tempat cuci mobil (yang otomatis pasti mempunyai toilet), Agit pun saya suruh untuk minta ijin menumpang mandi saja dulu disitu, setidaknya setelah mandi ia akan merasa segar dan semoga menambah energi untuk melanjutkan sisa perjalanan yang 4km tersebut menuju wilayah Pantai Soka.
Dan akhirnya setelah menempuh perjalanan 4km yang berliku penuh tanjakan tersebut sampailah kami di wilayah Pantai Soka dan menemukan penginapan Hotel Kita yang untungnya masih tersedia kamar kosong dengan budget "sedikit lebih mahal dari Hotel Jati tempat kami menginap sebelumnya", namun untuk ukuran sebuah penginapan di Bali setidaknya tempat ini masih terjangkau dengan budget kami. Setelah membayar biaya sewa dan unpacking semua barang kemudian mandi kini waktunya bagi kami untuk beristirahat menyiapkan stamina untuk besok lanjut lagi menuju Denpasar. Selamat beristirahat :)
Pengeluaran hari ini :
- 2 botol aqua 1,5L = Rp 12.000,-
- 3 buah naga = Rp 13.000,-
- 2 gelas es campur = Rp 5.000,-
- cemilan = Rp 1.500,-
- 2 botol teh javana = Rp 6.000,-
- 1 botol aqua 1,5L = Rp 4.800,-
- 2 porsi nasi telor = Rp 20.000,-
- 4 gelas es teh = Rp 12.000,-
- 4 roti = Rp 4.000,-
- penginapan 1 hari Hotel Kita = Rp 100.000,-
Total = Rp 178.300,-
Total jarak tempuh hari ini : 54,65km
Wednesday, 20 September 2017
Tuesday, 12 September 2017
KEBUN TEH NGLINGGO
Minggu, 10 September 2017
Jika pada bulan kemarin saya telah membahas tentang obyek wisata Gunung Tigo dan Gunung Krinjingan, maka pada post kali ini petualangan goweswisata.blogspot.co.id masih akan mencoba mengeksplor keindahan panorama lainnya yang ada di wilayah Kulon Progo yang memiliki julukan “The Jewel of Java” ini.
Dan supaya lebih memudahkan bagi kalian untuk memahami pemetaan obyek wisata apa saja yang ada di wilayah Kulon Progo ini saya akan membaginya menjadi 3 bagian yang masing-masing akan saya bahas pada post-post tersendiri, pembagian ini dimulai dengan titik awalnya adalah perempatan Kenteng (terminal Kenteng-Nanggulan). Jika kalian start dari Kota Jogja melalui Jalan Godean dan terus saja kearah Barat sampai tiba di perempatan Kenteng-Nanggulan, maka jika kalian memilih untuk terus lurus kearah Barat, kalian bisa membaca pada post sebelumnya (Gunung Tigo dan Gunung Krinjingan) pada post tersebut saya telah mencatat obyek wisata apa sajakah yang ada di sepanjang rute ini yang pastinya sangat banyak sehingga kalian bebas memilih hendak menuju ke obyek wisata yang mana. Namun jika dari titik perempatan Kenteng-Nanggulan ini kalian memilih untuk belok kearah kanan (Utara) menuju arah Dekso maka setibanya kalian di perempatan Pasar Dekso kalian bisa melihat banyak papan penunjuk arah yang menunjukkan lokasi-lokasi obyek wisata yang ada, untuk lebih jelasnya biarkan foto yang berbicara :)
Papan penunjuk arah menuju lokasi obyek wisata yang ada (ini masih belum lengkap, karena jumlah spot wisata yang ada ternyata masih banyak lagi)
Di perempatan Dekso ini jika kalian memilih untuk lurus maka kalian akan menuju ke Magelang, sedangkan jika belok kanan akan kembali menuju Kota Jogja, disini saya memilih untuk belok kiri menuju Samigaluh, ada apa sajakah disana? mari kita cari tahu bersama
Tidak butuh waktu lama untuk menemukan dan menikmati keindahan panorama wilayah ini karena kira-kira 1 km setelah perempatan Dekso tadi kalian akan disuguhi keindahan panorama persawahan yang dikelilingi oleh deretan perbukitan Menoreh
Dan inilah obyek wisata pertama yang dapat kalian kunjungi, jaraknya kira-kira hanya sekitar 2km selepas perempatan Dekso tadi, namun karena target petualangan goweswisata.blogspot.co.id kali ini adalah mencoba menyusuri dan mencatat spot-spot wisata apa saja yang ada di sepanjang jalur perlintasan ini maka saya tidak mampir ke spot wisata Puncak Kleco ini (maybe next time)
Tidak jauh setelah obyek wisata Puncak Kleco tersebut maka inilah spot wisata kedua yang bisa kalian kunjungi, Goa Sriti (melihat tanjakannya yang aduhai mungkin lain waktu akan saya kunjungi dikarenakan untuk hari ini perjalanan saya masih cukup jauh)
Bagi kalian penikmat kegiatan luar ruang dan petualangan maka spot-spot wisata yang ada di sekitar wilayah ini bisa kalian jadikan pertimbangan jika sewaktu-waktu kalian ingin mengadakan kegiatan outbond, makrab, perkemahan, dan lainnya. Tidak perlu kuatir akan tidak mendapat tempat karena disetiap spot wisata yang ada banyak terdapat camping ground, seperti yang ada pada spot wisata ketiga ini Desa Wisata Tinalah
Sedikit catatan bagi kalian yang ingin bertualang ke wilayah perbukitan Menoreh ini adalah siapkan fisik kalian dan kendaraan kalian sebaik mungkin, karena dengan kontur jalan yang naik turun (lebih banyak naiknya) maka jika sewaktu-waktu terjadi masalah teknis kendaraan harap diingat bahwa disini jarang ada bengkel, dan karena saya bertualang menggunakan sepeda maka saya lebih banyak mengandalkan kemampuan kaki saya untuk mengayuh atau melangkah serta semangat dan rasa ingin tahu “apa ya yang ada selanjutnya” selama perjalanan ini, dan mungkin salah satu keuntungan dari bertualang menggunakan sepeda adalah saya bisa menemukan detail perjalanan seperti spot yang satu ini, letaknya berada disebuah lapangan olahraga milik kantor dinas pemda, disini juga sedang dibuat sebuah pos pantau dari bambu-bambu namun masih dalam proses pengerjaan
Obyek wisata berikutnya yang dapat kalian kunjungi di sepanjang perlintasan ini setelah obyek wisata Curug Sidoharjo dan Curug Siluwok adalah spot wisata Watu Tekek (sayangnya karena papan penunjuk arahnya yang terlalu kecil mungkin bagi pengguna kendaraan bermotor tidak akan menyadarinya)
Dan disinilah kegalauan melanda hehe… bingung menentukan pilihan enaknya menuju kemana ya? Karena jaraknya sama-sama 7km
Akhirnya pilihan pun jatuh kearah lurus menuju arah Nglinggo-Tritis dengan pertimbangan jika menuju Puncak Suroloyo maka setibanya dilokasi nanti saya masih harus berjalan kaki menaiki anak tangga untuk menuju puncaknya, selain itu sepertinya Puncak Suroloyo sudah lebih popular daripada Kebun Teh Nglinggo ( di benak saya lebih popular = pasti lebih ramai, apalagi ini hari minggu)
Dan pesan moral yang harus selalu diingat sewaktu bertualang adalah jangan pernah percaya dengan informasi jarak yang ada di papan penunjuk arah, arahnya mungkin benar, tetapi entah mengapa pada bagian informasi jaraknya pasti selalu ngaco, jika sewaktu berada di perempatan Dekso tadi papan penunjuk arah menuju Kebun Teh Nglinggo mengatakan bahwa jaraknya 10km maka pada kenyataannya jarak sebenarnya hampir 14km (itupun baru sampai di pertigaan Pasar Plono saja), setibanya di pertigaan Pasar Plono kalian masih harus belok kanan ikuti jalan yang menanjak (lebar jalannya hanya muat 1 mobil, dan derajat tanjakannya cukup curam, beberapa kali saya melihat mobil dan motor yang sampai bau kopling sewaktu menanjak), berdasarkan pengukuran cyclocomp yang ada di sepeda saya jarak dari pertigaan Pasar Plono sampai tiba di pelataran parkir area Kebun Teh Nglinggo adalah 3,4km (jadi selamat menanjak atau menuntun sepeda bagi saya sejauh 3,4km)
Disini kegalauan kembali melanda, Puncak Suroloyo atau Kebun Teh ya? Namun melihat kondisi jalannya sepertinya Kebun Teh Nglinggo masih lebih manusiawi
Ini kalau ambil arah kiri
Ini kalau ambil arah kanan
Jika kalian mengambil arah kiri menuju ke arah Kebun Teh Nglinggo sebenarnya ada 1 obyek wisata lagi yang akan kalian temui yaitu air terjun Watu Jonggol, namun saat saya melewatinya kebetulan lokasinya sedang ditutup karena sedang disewa untuk acara pernikahan (wah tamu-tamu yang datang harus berjuang banget ya untuk bisa sampai di lokasi ini hehe…), dan setelah 3,4km perjuangan antara mendorong dan mengayuh sepeda akhirnya tadaaa sampai juga saya di spot wisata Kebun Teh Nglinggo, total jarak tempuh dari Kota Jogja sampai lokasi ini yaitu 47,3km
Setelah beristirahat sebentar di area parkir kendaraan dan berbincang-bincang dengan beberapa juru parkir yang bertugas, saya pun menitipkan sepeda didekat pos parkir, selanjutnya tinggal trekking saja, lebih enteng dan fleksibel toh saya juga bukan tipe goweser yang maniak harus menampilkan foto sepeda di setiap lokasi wisata, bagi saya foto orang ataupun sepeda hanyalah sebagai pembanding besaran dimensi ruang antara obyek dengan latarnya, karena perjalanan ini bukanlah semata-mata tentang sepeda melainkan tentang perjalanan menuju tempat-tempat yang baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, sehingga kebanyakan hasil foto saya adalah keindahan panorama sekitar dan suasana atau ambience yang ada di tempat tersebut, bagi saya menjadi anonym lebih menyenangkan karena dengan begitu orang-orang akan berbicara terbuka apa adanya mengenai sejarah suatu tempat, kejadian atau isu yang terjadi saat ini, dan disitulah saya bisa belajar banyak hal dari mereka untuk kemudian saya tuangkan kedalam tulisan ini yang semoga bisa membantu dan memotivasi kalian semua untuk “menghidupkan” cerita perjalanan hidup kalian masing-masing, setidaknya bagi saya pribadi semua catatan perjalanan ini telah menjadi kenangan yang indah dari perjalanan hidup saya
Yak lanjut lagi mengeksplor area Kebun Teh Nglinggo yang berada di Pedukuhan Nglinggo, Kelurahan Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DI Yogyakarta ini. Disini semua hasil daun teh yang telah dipetik, setelah disangrai kemudian akan diolah di Pabrik yang berada tidak jauh dari Pasar Plono, Pabrik itu sendiri berada dibawah naungan pihak UGM dan hasil jadinya kemudian akan diekspor untuk pasar luar negeri, sewaktu saya bertanya apakah produk teh yang sudah jadi ini juga dijual untuk pasar dalam negeri ternyata jawabannya belum, pantas saja saya belum pernah melihat keemasan teh menoreh ini beredar di pasaran lokal seperti di pasar atau minimarket-minimarket lokal, sehingga jika kalian ingin mencicipi atau membeli keemasan teh menoreh maka jalan satu-satunya adalah dengan datang berkunjung ke lokasi kebun teh ini
Pantas saja tanjakannya bikin ngap-ngapan ternyata ketinggiannya 900-1000 mdpl toh
Didalam area Kebun Teh ini juga terdapat spot-spot lainnya yang bisa kalian nikmati dan gunakan sebagai tempat berfoto, antara lain wisata offroad, puncak Gunung Kukusan dan Kendeng, area camping, serta tempat yang pastinya akan menjadi favorit kalian-kalian yang hobbynya narsis di social media yaitu Bukit Ng-isis (alias bukit ngadem atau bersantai dalam Bahasa Indonesia), untuk masuk ke tempat ini kalian cukup merogoh kocek sebesar tiga ribu rupiah saja per orang, dengan biaya yang terjangkau dan spot yang instagram-able ini dijamin kalian tidak akan menyesal
Disini kalian tidak perlu berebutan tempat untuk berfoto karena spotnya cukup banyak
Namun yang menjadi spot terfavorit sepertinya adalah yang ini
Puncak Gunung Kukusan dan Kendeng juga bisa kalian kunjungi (namun jarak trekkingnya cukup lumayan hehe…)
Puas mengambil beberapa dokumentasi di Bukit Ng-isis, saatnya menjelajah bagian yang lainnya, sebenarnya tidak jauh dari Bukit Ng-isis tadi ada beberapa (banyak) anak tangga yang sepertinya menuju ke spot lainnya, tapi berhubung saya masih harus menghemat stamina untuk perjalanan pulang nantinya dan ditambah lagi melihat tingginya jumlah anak tangga yang harus didaki maka kali ini saya hanya mengambil view anak tangganya saja, mungkin bagi para pembaca yang masih punya banyak waktu dan stamina sewaktu berkunjung kelokasi ini bisa mencoba untuk mengeksplornya sendiri
Saatnya menuju ke area Kebun Teh
Mumpung berkunjung ke lokasi ini jangan lupa untuk mencicipi rasa teh asli Menoreh ini ya, bagi saya sih rasanya enak, beda dengan teh-teh yang dijual di angkringan, harga untuk segelas teh hangat hanya dua ribu rupiah saja, namun ada baiknya bertanya dulu kepada penjualnya berapa harga segelas tehnya sebelum kalian memesan, disini kalian juga bisa membeli kemasan teh menoreh yang sudah dalam bentuk pack, harga ecer per pack sebesar tiga ribu rupiah, sedangkan jika kalian kalian membeli langsung 1 bundel isi 5 pack maka harganya hanya 13 ribu rupiah saja
Rute trekking menuju Puncak Kukusan dan Kendeng
Bagi kalian yang malas berjalan kaki namun ingin berkeliling area kebun teh ini kalian bisa menggunakan jasa sewa jeep offroad
Akhirnya usai sudah petualangan goweswisata.blogspot.co.id hari ini, sebelum pulang jangan lupa membeli oleh-oleh khas wilayah ini ya, apalagi produknya juga tidak dijual bebas di pasaran lokal, dengan membeli produk lokal setidaknya kalian juga telah membantu mengangkat perekonomian warga sekitar, dan satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah tetap ingat untuk tidak membuang sampah sembarangan atau melakukan hal vandalism seperti corat-coret atau merusak ya, kalian datang untuk menikmati keindahan alamnya kan jadi alangkah lebih baik jika kita semua sama-sama menjaganya, traveling memang dolan tetapi setidaknya kita bisa jadikan kegiatan traveling kita untuk menambah wawasan dan menjadikan hidup kita lebih postif lagi, selamat bertualang, salam gowes wisata :)