Tuesday, 15 December 2015

1 Year on a Bicycle; Traveling Around Indonesia


“Selamat menempuh hidup baru”, “Selamat ya pernikahannya semoga terus langgeng dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah”, dan berbagai ucapan selamat yang lainnya terus mengalir dari orang-orang yang hadir di pernikahan kami.

Pada bulan November yang lalu, tepatnya tanggal 22 November 2015 kami memang melangsungkan acara pernikahan (itu juga sebabnya mengapa di Bulan November tidak ada post baru di blog ini, dikarenakan kami sedang sibuk mengurusi acara pernikahan ini, halaahhhh alasan saja hehe…)


Bagi beberapa teman dekat maupun orang-orang yang sudah sangat mengenal kami tentu sudah mulai menebak kira-kira setelah kami menikah pasti akan ada rencana gila berikutnya. Bayangkan saja dua orang pendiri goweswisata akhirnya menikah, bersatu dalam sebuah ikatan suci, mereka sama-sama hobby traveling dan bersepeda, lalu kesimpulannya…:)


Bagi kami sendiri ucapan dan kata-kata “selamat menempuh hidup baru” ini merupakan sebuah titik balik untuk benar-benar memulai kehidupan yang baru, kehidupan yang kami inginkan, kehidupan yang berjalan sesuai dengan sistem yang kami terapkan, bukan sebuah kehidupan yang merupakan tuntutan dari orang-orang lain mengenai bagaimana kami seharusnya menjalani hidup menurut versi mereka.



Hingga akhirnya ide untuk bertualang dengan menggunakan sepeda selama satu tahun mengelilingi Indonesia ini pun mulai mencapai tahapan realisasi, Ya, petualangan goweswisata 1 year on a bicycle traveling around Indonesia ini pun akhirnya menjadi pembuka pintu kehidupan kami yang baru sekaligus juga menjadi satu langkah besar bagi blog goweswisata ini untuk semakin berkembang kedepannya.



Saya yakin banyak diantara para pembaca yang bertanya-tanya apa yang membuat kami yakin untuk memilih jalan hidup seperti ini (atau mungkin malah mempertanyakan kewarasan kami berdua hehe…), baiklah untuk mempermudahnya maka saya akan mencoba menjelaskannya melalui model tanya-jawab (Q dan A) berikut ini:

Q : “Sebelumnya Selamat ya untuk pernikahan kalian, oya saya ingin bertanya apakah ide petualangan bersepeda selama setahun ini merupakan ide dadakan atau memang sudah menjadi rencana kalian sejak lama? Kira-kira sejak kapan kalian merencanakan ide ini?”

A : “Terimakasih atas ucapannya, baiklah disini saya akan menjelaskan mengenai ide 1 year on a bicycle traveling around Indonesia ini bukanlah sebuah ide dadakan yang seketika timbul begitu saja, untuk kapan pastinya ide ini tercetus saya kurang ingat tetapi pastinya ide ini awalnya timbul dan semakin mengkristal semenjak kami mulai beralih aliran dari sepeda XC ke sepeda touring, terlebih sejak kami mulai mencoba kegiatan bikecamping. Sejak itulah kegiatan bersepeda kami yang pada awalnya hanya 1 day trip lambat laun mulai menjadi multi day trip, hingga pada akhirnya kami mulai berpikir dan merasa bahwa dengan bersepeda multi day trip ini kami jadi mempunyai kebebasan untuk bereksplorasi di suatu lokasi dengan tidak terburu-buru waktu karena dikejar dengan kewajiban harus pulang sebelum kemalaman layaknya jika kita melakukan agenda gowes 1 hari, rasa kebebasan ini jugalah yang membuat proses membuat tulisan di blog ini menjadi lebih mengalir (bahkan kini kami juga sudah mulai membuat video pendek dari setiap perjalanan) sekaligus juga membuat proses recovery tubuh menjadi lebih maksimal setelah sebelumnya menempuh perjalanan berat menuju lokasi.”


Q : “Bagaimana kalian merencanakan alokasi budget untuk perjalanan ini?”

A : “Faktor budget memang menjadi pertanyaan lumrah yang ditanyakan setiap orang yang mengetahui tujuan perjalanan ini, banyak orang berpikir bahwa untuk mulai touring atau traveling maka harus dipastikan dulu bahwa sebelumnya kita harus mempunyai fix budget sendiri, anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah tetapi bagi kami jika beranggapan seperti itu maka kegiatan touring atau traveling hanya dapat dilakukan oleh mereka-mereka yang sudah berkecukupan secara materi saja, lalu bagaimana dengan orang-orang yang ingin traveling tetapi dananya pas-pasan? Ada beberapa orang yang kemudian mencoba berhitung detail anggarannya dan mengatakan “wow budget yang kalian butuhkan pasti besar sekali mengingat kalian melakukan perjalanan ini berdua, budgetnya pun otomatis menjadi dua kali lipat”, baiklah jika memang ingin berhitung coba bandingkan semua perkiraan pengeluaran traveling tersebut dengan pengeluaran orang-orang yang tidak melakukannya, dengan pengeluaran mereka yang hanya diam dirumah saja, pasti tidak berbeda jauh, untuk pengeluaran makan maka kita (traveler dan non traveler) sama-sama perlu makan bukan? Untuk beberapa lokasi dengan biaya hidup yang cukup tinggi maka kami pun sudah mempersiapkannya dengan membawa kompor dan cooking set sendiri sehingga nantinya kami hanya berbelanja bahan dasar di pasar traditional saja untuk kemudian dimasak sendiri (sama kan dengan yang non traveler), untuk kebutuhan hunian maka kami pun membawa tenda, dan dari pengalaman kami sebelumnya terkadang ada saja pertolongan dari Tuhan melalui “perpanjangan tangannya” yaitu pemilik rumah yang dengan ramahnya mempersilakan kami menetap atau beristirahat sementara, selain itu masih banyak tempat-tempat lainnya dimana kalian juga bisa beristirahat secara gratis seperti SPBU dan PMI. Untuk biaya penyeberangan atau transport pun karena kami menggunakan sepeda maka secara otomatis kami tidak menggunakan alokasi anggaran bahan bakar layaknya jika menggunakan kendaraan bermotor, anggaran BBM yang tidak kami perlukan tersebut bisa kami alihkan untuk biaya penyeberangan, pengalihan besaran anggaran pun bisa kami dapat dari anggaran bulanan rumah seperti iuran listrik, PDAM, dan telepon (karena saat melakukan kegiatan traveling kita tidak menggunakan semua anggaran tersebut bukan? Terlebih karena kami sebelumnya hanya mengontrak rumah). Jadi sebenarnya besaran anggaran kami pun sama saja dengan besaran anggaran aktivitas dan rutinitas non traveler, bedanya hanyalah setiap hari kami melihat pemandangan baru, itu saja hehe…

Petualangan-petualangan seru yang menanti untuk dijalani




Q : Iya juga ya, jadi dengan kata lain sebenarnya kegiatan seperti ini juga bisa dilakukan oleh semua orangkah?

A : Yup, benar sekali, itulah yang sebenarnya mau kita coba beritahukan ke publik bahwa jika hanya berpikiran untuk menunggu sampai budget cukup lalu mau sampai kapan kalian melakukannya? Karena setelah batasan “cukup” tersebut terpenuhi selalu ada batasan “cukup” yang kedua, ketiga, dan seterusnya, ingat bahwa seiring waktu budget kalian mungkin semakin bertambah lebih dari cukup tetapi stamina dan kemampuan fisik kalian pun juga semakin berkurang dan melemah, jadi kalau ditanya kapan waktu yang paling tepat untuk melakukannya ya saat ini juga, saat kalian masih punya banyak energi dan semangat.
Banyak orang yang beralasan tidak bisa bepergian karena faktor dana dan waktu (karena kesibukan pekerjaannya), tetapi bahkan hingga setelah semua faktor tersebut terpenuhi pun (dana cukup dan waktu senggang) tetap saja mereka tidak melakukannya dan sibuk mencari alasan-alasan lainnya, saya pikir itu hanyalah karena rasa takut mereka untuk keluar dari zona kenyamanan, takut keluar dari lingkungan yang sudah dikenalnya ke lingkungan baru yang masih asing, wajar saja tetapi jika sudah berlebihan maka hal tersebut justru akan membuat kita tidak berkembang.



Q : ngomong-ngomong soal rasa takut, ada tidak ketakutan dari kalian sebelum memulai perjalanan ini?

A : tentu, jujur saja kami pun sampai sekarang merasa takut, karena kami tidak mengetahui bagaimana kondisi rute, situasi dan medan yang akan kami jumpai kedepannya, tetapi kami tidak membiarkan rasa takut tersebut menghalangi kami untuk mencoba melakukannya akan tetapi rasa takut tersebut justru kami ubah menjadi semacam peringatan waspada untuk lebih mempersiapkan dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk, rasa takut tersebut justru dibutuhkan untuk membuat perencanaan kami menjadi semakin detail




Q : Faktor apa yang membuat keinginan kalian semakin kuat untuk memulai perjalanan ini?

A : Yang paling utama adalah faktor dari dalam diri kami sendiri yaitu kebebasan, jika kita membaca sejarah peradaban manusia dari dulu hingga saat ini, maka sejak jaman dahulu pun banyak orang yang rela membayar mahal untuk kebebasannya, bahkan rela mengorbankan dirinya dan seluruh hartanya hanya supaya jiwanya mendapat kebebasannya, saat ini pun sebenarnya sama saja, banyak orang yang dilahirkan, bersekolah, bekerja, membayar semua tagihan, dan meninggal, walaupun secara materi mereka berkecukupan lantas apakah hal tersebut membuat jiwa mereka bebas? Sepertinya tidak juga, karena saat ia merasa bebas maka ia tidak akan bekerja dalam tekanan stress, tidak akan mengambil hak orang lain (menandakan bahwa pikirannya terpenjara dengan tuntutan orang lain tentang bagaimana seharusnya ia tampil di kehidupannya), justru saat ia mendapat kebebasannya maka ia akan bekerja dengan penuh semangat, senyum akan selalu menghiasi raut wajahnya, bicaranya akan penuh dengan keyakinan, sorot matanya pun akan berbinar karena ada passion didalamnya, karena ia tahu bahwa tolak ukur kebahagiaannya adalah kebebasan dirinya untuk memilih. Mendengarkan kata-kata orang lain berupa nasehat, himbauan, peringatan, informasi, dan lainnya memang penting tetapi kita juga harus bisa menyaring yang positifnya dan tidak membiarkan yang negatifnya memenjarakan pikiran kita, setidaknya kita juga harus jujur dalam menyuarakan apa yang kita pilih dan ingin kita jalani




Q : lalu mengapa kalian memilih melakukan perjalanan ini dengan bersepeda? Mengapa tidak menggunakan moda transportasi lainnya seperti mobil atau motor?

A : kami memilih menggunakan sepeda karena setelah sekian lama kami menekuni aktivitas ini, bersepeda telah mengajar banyak hal kepada kami tentang kehidupan. Dengan bersepeda kami dapat melihat lebih detail apa saja yang ada di sepanjang perjalanan kami nantinya, dengan bersepeda kami juga dapat berinteraksi dengan orang-orang dan masyarakat yang kami jumpai, merasakan hembusan angin yang sama dengan mereka, mencium aroma pepohonan dan tanah, serta panasnya terik mentari sama dengan yang mereka rasakan, yang mana semua itu tidak kami dapatkan jika kami menggunakan mobil atau bus karena dibatasi oleh kaca jendela, dan detail perjalanan yang luput dikarenakan kecepatan kendaraan bermotor. Dengan bersepeda kami jadi lebih mengingat mana kontur jalan yang tanjakannya membuat kami kelelahan atau mana yang derajat turunan curamnya membuat kami takut, bersepeda juga mengembalikan kepercayaan diri kami terhadap kemampuan kodrati manusia, bagaimana kami mempercayai kemampuan kaki kami untuk terus mengayuh dan melangkah, kemampuan tangan kami untuk menggenggam, kemampuan pola pikir kami untuk berpikir cepat dan menentukan pilihan arah yang harus kami ambil, kemampuan untuk beradaptasi terhadap faktor kondisi jalan, cuaca, hingga manusia dan budayanya. Hal-hal seperti itulah yang membuat kami memilih menggunakan sepeda untuk perjalanan ini (tentunya juga karena lebih mudah membawa semua perlengkapan kami dengan sepeda jika dibandingkan dengan berjalan kaki)

Q : Apakah kalian menggunakan sepeda yang didesain secara khusus untuk perjalanan ini?

A : entahlah, kami pun tidak tahu secara pasti apakah sepeda-sepeda kami adalah sepeda yang diperuntukkan untuk touring, karena selama kami merasa nyaman menggunakannya maka hal tersebut sudah cukup. Kami hanya melakukan beberapa penyesuaian yang sekiranya cocok untuk melakukan perjalanan ini seperti menambah rak depan-belakang, selebihnya hanya penyesuaian biasa dan perawatan saja. Sepeda milik saya hanya seharga sekitar 130 ribu rupiah yang saya beli melalui sebuah situs jual beli sepeda bekas, sedangkan sepeda istri saya juga saya dapatkan melalui iklan disitus tersebut seharga 350 ribu rupiah, biaya tambahan hanya kami keluarkan untuk mengganti beberapa parts yang sudah rusak dan melakukan repaint cat



Q : Apakah perjalanan ini juga disponsori oleh pihak-pihak lain?

A : Alhamdulillah sejak kami mempublish rencana perjalanan ini ada beberapa pihak yang tertarik mensupport perjalanan dan petualangan ini, sebagian dari mereka memang sudah mensupport sejak awal blog ini dibuat, dan sebagian lagi karena mereka sudah membaca konsep awal blog goweswisata, karakter dan visinya, dan setelah melalui proses wawancara maka mereka pun setuju untuk mensupport perjalanan ini dengan menyediakan beberapa perlengkapan yang kami butuhkan dan berbagai sistem kerjasama lainnya, di kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada mereka ( #sulepbiciclepanniers #GidasApparel #PindonOutdoor ) atas support dan kerjasamanya

Q : Bagaimana konsep cerita perjalanan ini nantinya?

A : Perjalanan ini nantinya tidak hanya bercerita soal bersepeda saja, karena bagi kami berdua, sepeda hanyalah salah satu bentuk transportasi yang kami pilih. Ada beberapa cerita mengenai sepeda namun itu tidak menjadi fokus satu-satunya, jika keadaan lokasi memang tidak memungkinkan untuk membawa sepeda kesana maka sepeda akan kami parkir dan titipkan untuk kemudian kami akan lanjut berjalan kaki mengeksplor lokasi tersebut (karena ditakutkan juga akan merusak keindahan alam tersebut jika memaksakan membawa sepeda hingga ke lokasi), yang akan menjadi fokus paling utama dari perjalanan ini adalah konsep bersyukur, motivasi yang mungkin kami dapatkan dari orang-orang biasa tetapi ternyata mempunyai kisah hidup inspiratif yang luar biasa, keunikan tempat-tempat yang dianggap biasa oleh masyarakat sekitar tetapi terasa luar biasa dimata pendatang, keragaman budaya, pengalaman yang semoga semakin mengasah sisi spiritual kami terhadap Sang Pencipta, menyebarkan kebaikan dan motivasi untuk berani menggapai impian besar bagi siapapun yang kelak kami temui terlepas dari kondisi ekonomi dan sosialnya, intinya ini adalah cerita tentang kehidupan semacam“The book of life”, yang semoga juga bisa menginspirasi kalian semua untuk berani memilih dan menjalani kehidupan, mewujudkan impian tersebut menjadi nyata, karena di dunia ini tidak ada yang tak mungkin. Mereka di luar sana yang mengatakan hal tersebut tidak mungkin dilakukan hanyalah menunjukkan keterbatasan dan ketakutan mereka sendiri, bukan keterbatasan kalian, maka dari itu yakinlah dan beranilah keluar untuk menghidupkan impian kalian



Q : Baiklah saya kini telah paham tentang konsep perjalanan 1 year on a bicycle traveling around Indonesia ini, terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk menjawab rasa penasaran kami ya, sukses terus goweswisata semoga tetap konsisten menyebarkan kebaikan dan motivasi ke seluruh penjuru Negeri Tercinta Indonesia Raya ini ya

A : Sama-sama, terimakasih juga telah membantu menjabarkan konsep perjalanan ini melalui tanya jawab yang rinci, semoga jawaban-jawaban dari kami cukup jelas dan bermanfaat


Sampai jumpa di petualangan berikutnya, jangan sungkan menyapa kami ya jika kalian melihat kami berdua di perjalanan :)

Sunday, 25 October 2015

Embung Tambakboyo


(24/10/15) Diantara sekian banyaknya jumlah embung (waduk) yang ada di Yogyakarta, keberadaan Embung Tambakboyo malah belum pernah kami kunjungi, padahal jika dibandingkan dengan embung-embung yang lain, justru Embung Tambakboyo inilah yang jarak dan lokasinya terbilang paling dekat dari pusat Kota Jogja.




Sebenarnya nama Embung Tambakboyo ini sendiri sudah sering kami dengar secara selintas, namun dikarenakan beberapa hal dan padatnya kesibukan sehari-hari membuat kami belum sempat berkunjung ke tempat ini, hingga akhirnya pada Hari Sabtu kemarin kami berencana melakukan goweswisata menuju lokasi ini untuk melihat dan merasakan suasana yang ada di sekitar lokasi untuk kemudian merangkumnya menjadi sebuah tulisan yang diharapkan dapat membantu para pembaca semua dalam memilih alternatif destinasi wisata yang ada di Yogyakarta.

Kesan pertama begitu datang dan melihat Embung ini adalah…ternyata luas sekali (jauh lebih luas dari Embung Nglangeran)



Lokasi dari Embung Tambakboyo tepatnya berada di Dusun Tambakboyo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, dengan koordinat 7°45'18"S dan 110°24'50"E. Embung ini membendung aliran sungai Tambakboyo dan Sungai Buntung, serta berfungsi untuk mengairi wilayah Sleman dan Bantul.

Peta menuju lokasi Embung Tambakboyo


Selain sebagai sarana pengairan dan cadangan air PDAM di masa mendatang, keberadaan embung ini juga dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan piknik bagi warga sekitar maupun masyarakat umum. Jika kita datang pada pagi atau sore hari maka banyak kita temui warga yang berekreasi dan berolahraga (bersepeda maupun jogging) di tempat ini dengan memanfaatkan jalan inspeksi yang mempunyai panjang sekitar 1.769m dengan lebar 6m di sekeliling embung, selain itu bagi beberapa orang yang mempunyai hobby memancing, embung ini juga menjadi tempat favorit bagi mereka, karena disini terdapat banyak jenis ikan seperti ikan nila, ikan wader, ikan lele, ikan bawal, hingga ikan gurameh. Bibit-bibit ikan tersebut memang sudah disediakan dan ditabur oleh Pemda setempat sejak awal proses pembangunan Embung ini dilangsungkan (sejak tahun 2003 sampai tahun 2008), oleh karena itulah Embung Tambakboyo yang mempunyai luas 7,8 Ha dan mampu menampung volume air hingga 400.000 mᶟ kini seakan telah menjadi magnet bagi masyarakat untuk sekedar melepas rasa penat, jenuh, dan stress akibat tekanan dan rutinitas hariannya. Hal lain yang menjadikan tempat ini layak untuk dikunjungi adalah faktor budget yang terjangkau untuk semua kalangan, ya, disini kalian (para pengunjung) bisa masuk secara gratis, satu-satunya biaya yang perlu dikeluarkan hanyalah tarif retribusi parkir sebesar Rp 2.000,- untuk sepeda motor, murah bukan :)

Masyarakat yang memanfaatkan keberadaan Embung ini sebagai tempat berekreasi


Jalan inspeksi dari konblok yang juga dijadikan jalur berolahraga



Suasana di beberapa sudut embung yang masih hijau


Pemandangan Embung Tambakboyo dilihat dari atas ketinggian





Bagi pengunjung luar Jogja yang kebetulan mampir dan ingin menghabiskan waktunya beberapa hari menginap di sekitar lokasi ini pun tidak perlu kuatir, karena di sekitar lokasi embung ini terdapat banyak penginapan, baik berupa homestay, guest house, maupun kost ekslusif yang bisa disewa harian hingga bulanan. Untuk urusan makanan dan jajanan pun disekitar embung kini telah terdapat beberapa warung dan tempat makan, sehingga tidak perlu kuatir dengan urusan perut…:) , mungkin beberapa hal penting yang perlu untuk diperhatikan jika kalian ingin berekreasi ke lokasi ini dengan membawa sanak saudara adalah untuk selalu menjaga aktivitas dari anak-anak yang masih kecil, karena dengan kedalaman embung yang sekitar 7m maka peran dan pengawasan orangtua terhadap keselamatan buah hatinya menjadi faktor yang paling utama sehingga kegiatan piknik tersebut bisa berlangsung dengan aman dan menyenangkan, dan satu lagi, tetap jaga kebersihan lingkungan sekitarnya ya, jangan membuang sampah sembarangan :)

Pintu air Embung Tambakboyo


Monday, 21 September 2015

Goa Jepang Surocolo

(12/09/15) Masih dalam rangkaian petualangan goweswisata multiday trip pada post sebelumnya. Kali ini setelah selesai menyusuri pantai-pantai di Selatan Yogyakarta, antara lain Pantai Goa Cemara, Pantai Kuwaru, Pantai Baru, Pantai Pandansimo, dan Pantai Samas, kami pun meneruskan perjalanan ke arah Timur tanpa mengetahui petualangan seperti apa lagikah yang menanti kami di depan sana.

Satu-satunya yang kami tahu hanyalah kami harus menuju ke Kampung Surocolo untuk menemukan tempat beristirahat kami hari ini, karena saat sebelum kami memasuki gerbang loket menuju areal komplek pantai, kami sempat bertanya kira-kira dimanakah lokasi atau tempat yang memungkinkan bagi kami untuk camping atau menginap, dikarenakan petualangan goweswisata kali ini adalah multiday trip sehingga setidaknya kami harus mulai mencari dan menemukan tempat yang aman untuk beristirahat sekaligus bermalam untuk hari ini, dan berbekal informasi yang diperoleh dari petugas penjaga loket, kami disarankan untuk meneruskan perjalanan ke arah timur menuju ke Kampung Surocolo, selain berpredikat sebagai kampung wisata, disana juga terdapat obyek wisata lainnya yang bisa kami kunjungi berupa Goa Jepang dan gardu pandang. Oleh karena itulah maka setelah puas bermain-main di Pantai, saatnya kami meneruskan perjalanan goweswisata ini ke arah Timur sebelum kemalaman.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, walaupun matahari bersinar cukup terik tetapi kali ini panasnya tidak terlalu menyengat, entahlah tetapi yang kami rasakan justru sebaliknya, angin pantai yang berhembus terasa dingin walaupun keadaan di sekitarnya terlihat kering.

Tantangan yang terasa berat bagi kami kali ini justru adalah faktor angin yang bertiup sangat kencang dari arah samping dan depan, untunglah pembagian beban yang merata dari keempat pannier kami masing-masing setidaknya dapat menjaga kayuhan sepeda tidak menjadi limbung terhempas oleh kencangnya tiupan angin, walaupun kontur jalan cenderung flat tetapi tetap saja menghadapi angin dari arah depan rasanya seperti harus mengayuh di medan yang menanjak :)

Perhatikan pepohonan di sisi jalan, setidaknya kalian bisa bayangkan bagaimana kencangnya tiupan angin yang menerpa kami


Beristirahat sejenak karena perjalanan bersepeda kali ini cukup menguras tenaga



Karena rute yang kami pilih kebanyakan melalui jalan alternatif yang terkadang masuk hingga ke perkampungan warga, maka setelah mengisi energi dengan semangkuk soto ayam dan segelas es teh manis, dan tidak lupa bertanya mengenai arah mana yang sebaiknya kami ambil, kami pun kembali melanjutkan perjalanan sampai melintasi jembatan aliran sungai opak yang berada di jalan Parangtritis.

Tepat setelah melintasi jembatan tersebut ada petunjuk arah menuju ke Kampung Wisata Surocolo yang menunjukkan arah ke Timur (belok kiri), kami pun kemudian berbelok mengikuti petunjuk arah tersebut, kira-kira 500 meter setelah itu kondisi jalan mulai sedikit menanjak dan ada percabangan, ketika kami bertanya kepada salah seorang warga yang lewat, kemana arah menuju ke Surocolo ia pun menjawab ikuti saja jalan yang belok ke kanan kira-kira 2 km, sebenarnya jika hanya tinggal berjarak 2 km saja tidak ada masalah bagi kami, nah yang menjadi tantangan berikutnya adalah ternyata kontur jalan yang katanya hanya sekitar 2km saja itu menanjak curam, baiklah tidak ada pilihan lain selain harus menuntun sepeda yang fully loaded ini sampai ke atas, semangat

Mendorong sepeda yang fully loaded di medan tanjakan dan disertai hembusan angin yang kencang dari arah depan, hmmmm… sebuah kenyataan perjalanan yang harus dihadapi


Makin ke atas bukit ternyata tanjakannya semakin menjadi, akhirnya istirahat sejenak mengumpulkan energi yang tersisa


Setelah mulai terlihat bentuk-bentuk atap rumah perkampungan warga, kami mulai bisa bernapas lega karena akhirnya sampai juga, tinggal mencari sekretariat pengurus (pokdarwis) untuk meminta ijin bermalam dan beristirahat hari ini.

Awalnya kami hanya bertanya dan meminta ijin untuk mendirikan tenda di sekitar sekretariat Pokdarwis supaya tidak merepotkan, namun akhirnya kami malah ditawarkan dan disuruh untuk beristirahat di ruangan sekretariat yang menurut mereka memang sering digunakan oleh beberapa pengunjung untuk beristirahat bahkan bermalam (seperti basecamp), dan keputusan untuk menerima tawaran tersebut merupakan suatu hal yang kami syukuri dan tidak kami sesali, karena ternyata di malam harinya angin bertiup lebih kencang lagi jika dibandingkan perjalanan kami tadi siang, kuatnya tiupan angin bahkan sempat membuat beberapa genteng jatuh (jika saja tadi kami memilih untuk mendirikan tenda entahlah bagaimana nasib tenda-tenda kami, mungkin pengalaman terkena badai sewaktu bikecamping di Pantai Glagah Indah akan terulang kembali)

Shelter kami beristirahat malam ini, setidaknya terlindung dari kuatnya tiupan angin di luar sana, baiklah saatnya mengakhiri petualangan hari ini dengan beristirahat yang nyenyak, selamat malam :)


(13/09/15) Alarm jam weker di ponsel kami berbunyi sekitar pukul 04.30 WIB, saatnya mulai beres-beres dan mandi, rencananya pagi ini kami akan menjelajahi sekitar tempat ini dengan trekking alias berjalan kaki saja.

Suasana di pagi hari kali ini cenderung lebih tenang dan damai jika dibandingkan dengan kemarin malam dimana angin bertiup sangat kencang. Setelah selesai mandi dan merapikan pannier-pannier, serta menitipkan sepeda-sepeda kami di samping sekretariat, maka saatnya trekking (beberapa snack, air minum, dan barang-barang berharga lainnya kami masukkan ke dalam tas carrier untuk dibawa selama perjalanan trekking)

Menurut keterangan warga, kami hanya tinggal berjalan kaki mengikuti jalanan beraspal (dan menanjak) ini sekitar 1,5km



Sampai juga di perempatan dimana terdapat papan informasi mengenai sejarah Goa Jepang serta petunjuk arah menuju lokasi masing-masing Goa yang ternyata berjumlah 18 buah dan tersebar di sekitar lokasi


Kami pun mulai menuju ke lokasi masing-masing Goa Jepang yang ada secara berurutan mengikuti dari nomor terkecil


Goa Jepang sendiri merupakan sebuah pos pengintaian berupa bunker-bunker yang dahulu digunakan oleh tentara Jepang untuk mengawasi kedatangan tentara sekutu. Jepang sendiri menginvasi Indonesia dalam rangkaian propagandanya yang berbunyi Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Bunker-bunker tersebut dibuat dan dibangun di berbagai lokasi di Indonesia, di Yogyakarta sendiri selain di Surocolo, Goa Jepang juga terdapat di Kaliurang dan di Berbah.


Ruangan di dalam bunker Goa Jepang (masing-masing berbeda bentuknya tergantung kepada fungsinya)





Ini sepertinya ruangan yang berfungsi sebagai dapur umum


Perhatikan tembok yang berada didalam lorong


Material batuan penyusunnya serupa dengan batuan stalaktit (glitter jika disinari)


Untuk melihat lebih jelas isi di dalam bunker ada baiknya bagi pengunjung untuk membawa alat penerangan sendiri



View pemandangan di luar dilihat dari balik jendela pengintaian


Bunker-bunker tersebut dibuat menggunakan struktur beton bertulang dan keberadaannya tersamarkan oleh rimbunnya pepohonan yang ada di sekitar lokasi



Tidak jauh dari lokasi keberadaan Goa-goa Jepang tersebut juga ada sebuah lokasi lainnya bernama Puncak Kayangan yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi, karena dari situ kita bisa melihat pemandangan garis pesisir pantai selatan Yogyakarta dari atas ketinggian, dan asyiknya tempat ini juga masih sepi pengunjung sehingga kita bisa puas menikmati pemandangan di sekelilingnya (jangan buang sampah sembarangan dan corat-coret ya)



Pemandangan dan suasana seperti inilah yang terkadang menjadikan tempat ini juga cocok untuk melakukan intropeksi diri (climb this hill not so people can see you, but so you can see the people, the scenery, the world, and the life it self)


Pemandangan pesisir pantai selatan Yogyakarta



Lihat mercusuar dalam foto tersebut? Kemarin kami barusan dari sana dan hari ini kami sudah ada dan berdiri di atas bukit yang sempat kami lihat sewaktu berada di atas mercusuar :)


Setelah selesai melihat satu-persatu Goa Jepang yang ada kami pun beranjak turun kembali menuju sekretariat Pokdarwis dimana kami menitipkan sepeda-sepeda kami. Tidak jauh dari lokasi sekretariat sebenarnya juga ada beberapa obyek lainnya seperti ini



Pohon tua yang sangat besar ukuran batangnya


Dan beberapa Goa kecil lainnya, salah satunya yang sudah dibuka untuk pengunjung adalah Goa Sunan Mas ini



Terimakasih kepada warga sekitar Kampung Surocolo, Pundong, Kabupaten Bantul, DIY ini, khususnya kepada Ibu Yanti selaku pengurus sekretariat Pokdarwis yang sudah berkenan mengizinkan kami beristirahat dan bermalam. Semoga kedepannya obyek-obyek wisata sejarah dan alam yang ada dan tersebar di berbagai pelosok seperti ini semakin berkembang dan mendapat perhatian dari Pemerintah dalam hal pengadaan fasilitas dan publikasinya, sehingga para pengunjung baik wisatawan lokal maupun mancanegara semakin tahu dan mengenal tentang kekayaan dan keberagaman tempat, sejarah, dan budaya di Bumi Nusantara ini.

Lebih daripada itu perjalanan ini juga membuktikan bahwa masih banyak orang-orang baik di dunia ini, jika kamu belum menemukannya maka jadilah salah satunya dan yakinlah bahwa kebaikan yang kamu lakukan akan berputar dan kelak menciptakan perubahan yang lebih baik bagi bumi ini, manusianya, serta alamnya :)