Akhir-akhir ini nampaknya segala hal yang berkaitan dengan kegiatan luar ruang (outdoor) sedang menjadi trend dikalangan masyarakat, baik itu mendaki gunung (mountaineering), panjat tebing, diving, cave tubing, traveling, camping, surfing, dan lain sebagainya tidak terkecuali bersepeda. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya program acara seputar traveling yang diputar di stasiun-stasiun televisi maupun munculnya akun-akun sosial media yang berkaitan dengan dunia traveling.
Animo dari masyarakat sendiri juga cukup besar yang menunjukkan ketertarikannya untuk mencoba aktivitas-aktivitas outdoor seperti ini, mulai dari kelas amatir hingga yang ingin serius mendalaminya secara profesional, tentunya hal ini juga menjadi berkah tersendiri bagi para pelaku penyedia jasa yang berhubungan dengan dunia outdoor adventure, dibeberapa tempat mulai bermunculan penyedia jasa persewaan dan penjualan barang-barang untuk kebutuhan aktivitas outdoor (outdoor equipment). Bagi para pemula tentunya selain hal tersebut memudahkan bagi mereka juga menimbulkan sebuah pertanyaan yaitu peralatan seperti apa yang cocok dan sesuai dengan yang saya butuhkan?
Untuk menjawab berbagai pertanyaan seperti itu maka pada post kali ini Goweswisata akan mencoba berbagi sedikit tips dan trick yang saya ketahui dan semoga dapat membantu atau memberi pencerahan bagi para pembaca yang kebingungan dalam memilih peralatan outdoor seperti apa yang sesuai untuk memulai petualangan kalian masing-masing
Namun perlu diingat karena blog goweswisata ini mengkhususkan diri pada kegiatan petualangan bersepeda maka saya pun hanya menjelaskan secara detailnya dari sudut pandang, pengalaman, dan pemahaman saya sebagai seorang pesepeda :), baiklah mari kita mulai
Jika kita ingin memulai petualangan dengan menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi kita dalam menjelajah berbagai keindahan tersembunyi yang ada di pelosok-pelosok negeri ini maupun dunia, maka fokuskan perhatian dan berinvestasilah secara tepat dibeberapa faktor berikut ini, antara lain : Sepeda, Pannier, Perlengkapan tidur (mencakup shelter), perlengkapan makan, dan apparel. Dengan berpegang kepada faktor-faktor tersebut kedepannya kalian akan lebih mudah dalam mengatur alokasi budget yang dibutuhkan untuk melengkapi semua hal tersebut.
Supaya dapat lebih mendetail maka saya akan membagi tips dan trick ini kedalam beberapa post (sebagian akan saya post di waktu yang akan datang), dan kali ini faktor perlengkapan tidur, khususnya shelterlah yang akan saya bahas
Cara Memilih Tenda Yang Tepat Untuk Bicycle Touring / Bikecamping / Bike overnight
Supaya lebih mudah dipahami maka saya akan melakukan pengkategorian pada beberapa jenis tenda yang ada menjadi antara lain :
- Tenda untuk kegiatan Camping Ceria
- Tenda untuk kegiatan touring serius jangka sedang – panjang
- Tenda untuk Pendakian dan ekspedisi (Mountaineering)
Tenda untuk kegiatan camping ceria
Kegiatan camping ceria yang saya maksudkan disini adalah melakukan camping pada lokasi, situasi dan suasana yang nyaman seperti di pekarangan rumah, kegiatan pramuka, camping ground yang berfasilitas lengkap (toilet, kantin,dan sebagainya), dan dengan kondisi geografis serta cuaca yang terbilang aman (kondusif tidak ekstrem).
Pada kegiatan-kegiatan camping ceria seperti ini tenda seperti apapun dapat digunakan, tidak perlu dipusingkan dengan data teknis spesifikasi tenda karena biasanya pengelola dari lokasi camping juga sudah menyediakan alternatif shelter seperti gazebo-gazebo atau bahkan bungalow untuk mengantisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sewaktu camping, selain itu mereka tentunya juga sudah mempelajari spot-spot yang aman untuk mendirikan tenda
Ciri dari tenda-tenda yang digunakan untuk kegiatan camping ceria ini biasanya adalah berwarna-warni (dalam satu tenda bisa mempunyai lebih dari 1 warna, bisa 2 atau 3 warna yang cerah, bahkan terkadang juga mempunyai motif gambar atau corak), harga yang cukup murah (kisaran dibawah 500rb namun tergantung kapasitasnya), material yang tidak terlalu baik dalam melindungi terhadap cuaca, kekuatan penahan tenda hanya bergantung kepada pasak disetiap sudutnya saja (tidak mempunyai guyline), ketinggian tenda diatas 1 atau 1,2 meter, serta mempunyai bobot yang cukup berat karena biasanya frame (pole) tenda terbuat dari bahan fiber. Tenda seperti ini tentunya hanya cocok digunakan sebatas pada kegiatan camping ceria saja
Tenda untuk kegiatan cycle touring serius jangka sedang – panjang
Pada kegiatan cycle touring seperti ini, pemilihan tenda menjadi sangat relatif bergantung kepada gaya bertualang usernya, karena di satu sisi mereka bisa saja memilih menggunakan tenda untuk camping ceria yang murah (jika selama touringnya mereka lebih mengandalkan kepada penginapan, camping ground yang berfasilitas lengkap, atau menumpang dirumah teman), ataupun menggunakan tenda berkualitas bagus yang memang benar-benar disesuaikan dengan kondisi rute serta lokasi tujuannya (jika selama petualangan touringnya mereka melakukan lebih banyak camping daripada bermalam di penginapan).
Kapasitas Tenda
Untuk para cycle tourer yang melakukan perjalanannya seorang diri lebih baik menggunakan tenda yang berkapasitas 2 orang, dan bagi mereka yang melakukan perjalanannya berpasangan maka lebih baik menggunakan tenda berkapasitas 3 orang. Selalu lebihkan kapasitas tenda minimal selangkah dari jumlah penggunanya, hal ini dikarenakan ruang yang tersisa di dalam tenda dapat kita gunakan untuk menaruh semua pannier-pannier kita (dengan pertimbangan jika setiap masing-masing cycle tourer membawa 4 buah pannier, 1 handlebar bag, dan 1 trunk bag), terlebih jika tenda tersebut mempunyai teras (vestibule) yang sempit, hal ini juga yang membedakan pemilihan berdasarkan fungsi kapasitas tenda untuk cycle touring dengan tenda untuk kegiatan pendakian dimana pada tenda mountaineering biasanya masing-masing pendaki hanya membawa 1 buah tas keril saja sehingga tidak masalah bagi mereka (para pendaki solo) untuk menggunakan tenda berkapasitas 1 orang
Berat Tenda
Berat total dari tenda juga harus menjadi pertimbangan ketika memilih sebuah tenda yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan cycle touring, karena hal tersebut pastinya akan berpengaruh kepada kenyamanan selama kita sedang gowes sambil membawa semua beban dari pannier-pannier kita.
Bagi saya secara pribadi, saya pun membatasi tenda yang saya gunakan mempunyai berat tidak lebih dari 2,5kg (untuk tenda berkapasitas 2p, saat ini tenda yang saya gunakan hanya mempunyai bobot 2kg dengan kapasitas tenda 2p)
Untunglah sekarang ini sudah banyak tenda dengan kategori ultralight (UL) yang memiliki bobot cukup ringan (biasanya mereka memangkas bobot tersebut dengan menggunakan material berupa mesh yang lebih banyak pada bagian innernya dan juga menggunakan pole atau frame tenda dari material aluminium)
Warna Tenda
Mungkin banyak yang beranggapan bahwa warna dari sebuah tenda tergantung dari faktor kesukaan usernya saja, sah-sah saja jika beranggapan seperti itu namun bagi mereka yang sudah lama menekuni kegiatan seperti ini maka faktor warna tenda juga memegang peranan penting selama perjalanannya
Jika pada kegiatan mountaineering mayoritas tenda yang digunakan berwarna cerah (biasanya orange karena warna tersebut memiliki spektrum warna yang paling kuat terhadap penglihatan kita, selain itu juga karena mereka harus dapat tetap terlihat saat berada dilingkungan sekitarnya untuk faktor keamanan dan keselamatan), maka hal yang sebaliknya justru terjadi di kalangan cycle tourer, umumnya mereka memilih warna tenda yang dapat berbaur atau tersamar dengan lingkungan sekitarnya, hal ini dikarenakan mereka harus sebisa mungkin tidak terlihat atau tidak menarik perhatian saat hendak melakukan wild camping, oleh karena itu kebanyakan dari mereka cenderung menggunakan warna-warna seperti hijau (tersamar oleh semak-semak), coklat (tersamar oleh pepohonan), desert (tersamar oleh pasir gurun) dan biru (tersamar oleh langit)
Tenda untuk pendakian dan ekspedisi
Bagi mereka yang melakukan pendakian atau ekspedisi maka data spesifikasi sebuah tenda menjadi faktor yang paling banyak mendapat perhatian, karena mayoritas mereka akan menghadapi kondisi cuaca yang ekstrem, kondisi geografis yang sulit, serta iklim yang berat, bahkan tidak jarang situasi seperti itu akan mereka alami untuk jangka waktu yang cukup lama selama ekspedisinya
Tenda seperti ini tentunya akan sangat mubazir jika hanya digunakan untuk kegiatan camping ceria (karena menyangkut penggunaan faktor budget yang lebih mahal), begitupun sebaliknya tenda untuk kegiatan camping ceria akan mengalami kerusakan parah dan menyulitkan jika dibawa untuk melakukan ekspedisi
Setelah memahami pengkategorian tenda berdasarkan peruntukkannya maka saya akan menjelaskan beberapa hal yang perlu diketahui sebelum nantinya kalian memutuskan akan membeli atau menyewa sebuah tenda
Istilah-istilah pada tenda yang perlu diketahui
Frame tenda
Frame atau pole tenda yang banyak beredar dipasaran terbagi menjadi dua jenis berdasarkan materialnya, yaitu dari material fiberglass dan material aluminium.
Frame yang berbahan dasar fiberglass mempunyai bobot yang lebih berat daripada frame yang berbahan dasar aluminium, umumnya frame fiberglass banyak digunakan pada tenda untuk kegiatan camping ceria karena biaya pembuatannya yang lebih murah, kelemahan dari frame berbahan dasar fiberglass selain faktor bobotnya yang berat adalah frame ini mudah mengalami retak
Sedangkan frame berbahan dasar aluminium mempunyai bobot yang relatif lebih ringan dan kuat sehingga banyak digunakan pada tenda-tenda beraliran UL (ultralight). Material aluminium yang digunakan biasanya berupa aluminium 7001 (angka 7 menandakan material tersebut mempunyai bobot yang lebih ringan dari aluminium dengan awalan angka 6) dan dengan diameter frame yang bervariasi mulai dari 7,9mm hingga 8,5mm, selain itu karena biaya pembuatannya yang lebih mahal maka secara otomatis juga akan berpengaruh terhadap total biaya pembuatan atau harga dari sebuah tenda
Pasak tenda
Pasak atau peg bawaan dari sebuah tenda secara tidak langsung biasanya juga mewakili kualitas dari tenda tersebut, pasak dari tenda untuk kegiatan camping ceria umumnya berbentuk seperti kunci L berdiameter 4mm yang tipis dan terlihat ringkih serta pada bagian ujungnya yang untuk ditancapkan ke tanah tidak berbentuk runcing, sedangkan pada tenda dengan kualitas medium umumnya mempunyai pasak dari aluminium berdiameter 6mm dengan ujung yang lebih runcing daripada pasak pada tenda camping ceria, dan pada tenda berkualitas bagus biasanya menggunakan pasak dari aluminium yunan atau DAC (Y stake) dengan ujung yang runcing dan kuat sehingga dapat ditancapkan di permukaan tanah yang keras
Single layer atau double layer
Pilih tenda single layer atau double layer? Jawabannya tergantung jenis kegiatan, lokasi, dan budget. Saya pribadi lebih menyukai tenda double layer dengan pertimbangan durabilitynya dalam menahan curah hujan, karena saya berprinsip shelter yang baik tentunya harus dapat melindungi dari curah hujan dan terik matahari. Harga dari tenda double layer pun biasanya lebih mahal dari tenda single layer, tapi apa itu berarti bahwa tenda single layer selalu lebih jelek kualitasnya dari tenda double layer? Belum tentu, tenda single layer pun mempunyai keuntungan jika digunakan di lokasi dengan cuaca panas seperti di pantai, karena aliran angin otomatis lebih mudah masuk dan menjadikan sirkulasi udara dalam tenda single layer menjadi lebih sejuk dan tidak terjadi kondensasi, sedangkan tenda double layer biasanya lebih cocok digunakan di lokasi dengan curah hujan yang cukup sering seperti di pegunungan yang biasa turun kabut dan di tempat bersuhu dingin.
Dalam memilih tenda double layer pun perlu diperhatikan jarak antara lapisan outer layer (flysheet/rainfly) dengan lapisan innernya, jika jarak antara outer dan inner terlalu menempel maka ada resiko terjadi kondensasi dikarenakan udara panas yang diakibatkan oleh penguapan pada tubuh kita tidak dapat keluar dan terperangkap diantara lapisan inner dan outernya, sedangkan suhu diluar tenda lebih dingin daripada suhu didalam tenda, hal inilah yang menjadi penyebab kondensasi (ingat bahwa lapisan outer tidak bersifat breathable) dan juga membuat suhu di dalam tenda menjadi pengap, oleh karena itu pastikan bahwa ketika memilih tenda double layer harus ada jarak minimal sejengkal antara lapisan inner dengan outernya, jangan sampai menempel
Free standing atau non free standing
Saat ini sudah banyak tenda yang dapat didirikan tanpa harus memasang pasaknya (freestanding), bagi para cycle touring jelas hal ini menjadi poin yang sangat menguntungkan karena pada beberapa kasus selama perjalanan akan ditemui beberapa lokasi dimana kita tidak dapat menancapkan pasak kita sebagai penahan saat hendak mendirikan tenda (misalnya lokasi yang alasnya berupa bebatuan keras, ruang kelas, ruang pada rumah yang tidak digunakan/abandoned house), oleh karena itu bagi saya pemilihan tenda free standing jelas menjadi pilihan terbaik
Pengencang tenda dari angin dan cuaca
Untuk menahan tenda supaya tidak terbang dan tetap berdiri dengan kokoh saat menghadapi kencangnya angin atau badai maka tidaklah cukup jika kita hanya mengandalkan kekuatan penahan pada titik-titik pasak yang ada disudut-sudut tenda semata, disinilah dibutuhkan guyline (tali pengencang) yang terdapat pada lapisan outer (flysheet) untuk kemudian diikatkan pada pasak, guyline biasanya berada dibagian sisi tenda yang terkena dampak angin terbesar,selain itu untuk menghindari orang lain tersandung tali guyline saat melintas di dekat tenda maka pada beberapa guyline menggunakan jenis reflective rope yang dapat memantulkan cahaya
Pengertian PU dan PE
Pada keterangan detail spesifikasi tenda seringkali kita melihat ada singkatan PU sekian mm dan PE, apakah PU dan PE, dimana bedanya?
PU atau polyurethane adalah sejenis lapisan pelapis atau pelindung outer nylon, mempunyai bobot yang ringan dan karakteristik permukaan yang halus, PU juga memiliki kemampuan menahan rembesan air hingga titik tertentu oleh karena itu seringkali diikuti dengan jumlah angka-angka dengan satuan mm yang menandakan kemampuannya menahan air sampai tekanan berapa mm sebelum akhirnya air dapat merembes ke lapisan dalamnya
PE atau polyethylen sering disebut juga sebagai jenis lapisan terpal, mempunyai bobot yang lebih berat dari PU dan karakteristik permukaan yang lebih kasar
Oleh karena itu jika kita membaca data spesifikasi sebuah tenda dengan keterangan alas atau floor hanya bertuliskan PE maka berarti alas dari tenda tersebut berupa terpal
Angka-angka yang menyertai keterangan PU
PU 800mm, PU 2000mm, dan seterusnya…apakah maksudnya? Angka-angka tersebut merupakan batas ketahanan lapisan PU dalam memberikan perlindungan atau menahan intensitas tekanan air (dalam satuan mm) sebelum akhirnya air dapat menembus lapisan PU tersebut
Lazimnya suatu lapisan disebut waterproof jika dapat menahan tekanan intensitas air hingga 1500mm keatas, terlebih menurut data BMKG intensitas curah hujan di Indonesia berkisar antara 800mm hingga 2100mm, sehingga dapat dibayangkan jika kita memiliki tenda dengan kadar PU hanya 800mm bagaimanakah nasibnya jika suatu saat ketika kita camping tiba-tiba terjadi hujan atau badai dengan intensitas curah hujan diatas 800mm, sudah jelas akan terjadi rembes dan banjir didalam tenda
Apakah itu berarti semakin tinggi kemampuan PU juga berarti semakin baik? Normalnya ya, dengan catatan kualitas dari frame tenda tersebut juga harus bagus, karena semakin tinggi kemampuan PU nya maka otomatis semakin berat pula bobot dari lapisan outernya, karena PU melapisi outer tersebut hingga lebih tebal, sehingga konsekuensinya jika frame tenda tersebut mempunyai kualitas yang buruk maka justru akan beresiko patah karena menahan beban dari lapisan outer, selain itu semakin tinggi PU otomatis semakin mahal pula harga dari tenda tersebut
Apakah lapisan PU bisa berkurang? Jawabannya ya seiring waktu dan cara perawatan tenda, semakin sering tenda terpapar sinar matahari secara langsung maka akan semakin cepat pudar pula kekuatan lapisan PU nya, oleh karena itu untuk mengeringkan tenda yang basah cukup diangin-anginkan saja, dan jangan mempacking tenda dalam keadaan masih lembab, mencuci tenda yang kotor pun sebisa mungkin jangan menggunakan detergen atau softener karena akan mereduksi kemampuan PU, cukup dibilas saja atau gunakan sabun bayi
Faktor lain yang juga membantu supaya air tidak rembes adalah kualitas seal seam taped yang menutup semua jahitan terutama pada lapisan outer (terkadang ada juga yang menggunakan silicon coating)
Ketinggian tenda
Semakin tinggi sebuah tenda otomatis semakin besar pula beban angin yang menerpa dan diterimanya, oleh karena itu pada tenda-tenda pendakian umumnya mempunyai ketinggian maksimal 1 meter dan dengan bentuk tenda yang aerodinamis
Untuk kegiatan cycle touring maka ketinggian tenda yang umum biasanya berkisar antara 1m hingga 1,2m sehingga saat beristirahat didalam tenda kita masih dapat melakukan aktivitas lain seperti duduk sambil membaca tanpa kepala kita mentok di langit-langit tenda
Teras tenda
Teras tenda atau disebut juga vestibule mempunyai fungsi yang cukup penting untuk menaruh beberapa barang bawaan kita jika ruang didalam tenda kita sudah penuh terisi, selain itu juga membuat ruang didalam tenda tetap bersih
Pada beberapa kasus bahkan ada beberapa orang yang memanfaatkan ruang vestibule untuk memasak (walau tidak dianjurkan) saat diluar sedang terjadi hujan
Kantong penyimpanan barang dalam tenda
Walaupun terlihat sepele tetapi adanya pocket inside atau kantong-kantong untuk menaruh beberapa barang printilan seperti senter, telepon seluler, peta, dan lainnya di dalam tenda menjadi poin plus bagi saya dalam memilih tenda
Karena dengan adanya kantong-kantong tersebut maka saya menjadi mudah untuk mengakses barang-barang printilan tersebut. Pada beberapa tenda bahkan juga terdapat ceiling pocket
190T dan 210 T apakah maksudnya?
Pada data spesifikasi tenda kita sering membaca keterangan material dari lapisan outer, inner, hingga floor hanya berupa angka 190T atau 210T polyester, apakah maksudnya?
Untuk polyester sendiri tentu kita sudah tahu bahwa itu adalah sejenis material seperti yang digunakan pada pakaian jersey dan cepat mengering jika basah, lalu bagaimana dengan angka-angka yang terdapat didepannya?
Dari informasi yang saya dapat angka-angka tersebut menunjukkan jenis kualitas ketebalan serta bobot dari lapisan polyester tersebut, semakin tinggi angkanya maka semakin tipis dan otomatis juga semakin ringan, kalau begitu mana yang lebih bagus? Untuk faktor kekuatan jelas lapisan yang lebih tebal pastinya lebih kuat, berarti 190T lebih bagus dong? Mungkin ya jika kalian melakukan camping dihutan yang mempunyai resiko tergores semak atau ranting cukup sering dan menempuh medan yang kebanyakan datar karena bobotnya jelas lebih berat sedikit dari yang 210T, tetapi jika kalian melakukan pendakian tentunya resiko tergores semak-semak akan jarang sekali serta sebisa mungkin tentunya akan berusaha meminimalisir bobot bawaan untuk mengurangi kelelahan akibat beban gaya gravitasi, oleh karena itu maka 210T jelas akan lebih berguna
Full mesh atau half mesh
Sama seperti pemilihan material 190T dan 210T, maka dalam hal ini mesh atau jaring akan berhubungan dengan bobot total dari bagian inner tenda
Contoh inner tent full mesh
Tenda yang full mesh pastinya akan mempunyai bobot yang jauh lebih ringan dari tenda yang half mesh, namun faktor ringan ini juga diikuti oleh konsekuensi lain yaitu faktor penghawaan dalam tenda. Tenda full mesh memudahkan penguapan dari panas tubuh kita bergerak keluar dari inner tenda, dan jika didukung oleh peletakkan ventilasi yang baik pada lapisan outernya maka sirkulasi udara panas yang keluar pun tidak akan menyebabkan kondensasi didalam tenda, namun pada lokasi dengan suhu yang dingin akan berakibat udara dingin juga mudah untuk masuk kedalam tenda
Namun harus diingat bahwa fungsi tenda adalah untuk melindungi kita dari curah hujan dan teriknya matahari, sedangkan untuk perlindungan dari udara dingin adalah fungsi dari sleeping bag dan sistem layering pada pakaian kita (terkadang banyak user yang salah kaprah bahwa fungsi tenda juga melindungi dari udara dingin)
3 season atau 4 season
Kecuali kalian ingin melakukan perjalanan hingga ke negara-negara yang mempunyai 4 musim maka untuk di Indonesia sendiri sudah cukup untuk menggunakan tenda 3 season, hal ini juga nantinya akan berpengaruh kepada bobot keseluruhan dari tenda tersebut karena pada tenda 4 season pastinya memiliki bobot yang lebih berat dari tenda 3 season (dengan pertimbangan kapasitas tenda yang sama), selain itu juga terasa overkill dan mubazir (terutama dari segi harga) jika hanya dipakai di iklim tropis dengan kelembaban yang tinggi seperti disini
Outer first atau inner first
Cara mendirikan tenda hanya tergantung kebiasaan saja, pada beberapa orang mereka lebih suka menggunakan tenda yang pendiriannya inner first karena lebih mudah (tapi saat hujan maka bagian inner akan kebasahan lebih dulu)
Sedangkan beberapa yang lainnya lebih suka menggunakan tenda yang mendirikannya outer first, selain saat hujan mereka dapat berteduh cukup hanya dengan mendirikan outer dan groundsheetnya saja, mereka juga dapat mendirikan bagian innernya tanpa kebasahan, keuntungan lain dari outer first ini adalah jika kta hendak melakukan camping ceria maka kita cukup membawa outer dan groundsheetnya saja, sedangkan bagian inner ditinggal dirumah, sehingga dapat memangkas berat beban bawaan
Jumlah pintu akses
Tenda dengan dua pintu akses dan inner berupa full mesh
Pada beberapa tenda ada yang menyediakan dua pintu akses (double door) sehingga saat kita berada satu tenda bersama orang lain maka kita dapat keluar-masuk tenda tanpa harus mengganggu orang yang posisinya berada di bagian pintu tenda, saya pribadi pun lebih menyukai tenda yang memiliki dua pintu akses
Ventilasi pada tenda
Lubang bukaan untuk aliran sirkulasi udara masuk dan keluar dapat berupa jendela ventilasi maupun pada sela-sela antara bagian ground (tanah) dengan flysheet
Jumlah dan peletakkan ventilasi yang tepat dapat mengurangi kondensasi didalam tenda sehingga saat kita beristirahat didalam tenda tidak akan terganggu dengan tetesan air akibat kondensasi
Footprint
Footprint atau groundsheet adalah lembaran yang diletakkan dibawah tenda, gunanya adalah untuk melindungi alas tenda dari kerikil-kerikil kecil yang ada di bawah tempat kita akan mendirikan tenda. Beberapa tenda ada yang sudah melengkapinya menjadi satu paket saat penjualan, namun di beberapa tenda ada juga yang dijual tanpa menyertakan lembar footprint, untuk tenda yang tidak menyertakan lembar footprintnya tidak perlu kuatir karena kita dapat membuatnya sendiri
Biasanya banyak campers yang menggunakan ponco jas hujan sebagai lembar footprintnya, nilai plusnya adalah multifungsi karena saat treking dan hujan maka ponco tersebut juga dapat kita gunakan, minusnya adalah bobot dari ponco yang relatif berat dan tebal. Sebagian lagi membuat lembar footprintnya dari bahan tyvek, karena selain ringan dan kuat, material tyvek juga mempunyai kemampuan menahan air. Jika kita tidak menemukan material tyvek maka alternatif lain adalah menggunakan kain parasut atau bisa juga menggunakan trashbag ukuran besar yang dijahit sehingga berukuran sesuai dengan dimensi footprint yang dibutuhkan. Penggunaan footprint akan memperpanjang usia tenda terutama dibagian alasnya dari kerusakan atau kebocoran akibat tertusuk benda-benda runcing di bawah tempat mendirikan tenda
Dimensi terpacking
Dimensi tenda dalam keadaan terpacking juga menjadi hal yang harus diperhitungkan karena menyangkut bagaimana kita menyusun peletakkan semua barang-barang bawaan kita kedalam pannier atau tas keril supaya muat dan mudah diakses tergantung intensitas kebutuhan penggunaannya
Bagi beberapa cycle tourer yang lain ada juga yang merasa cukup dengan hanya mengandalkan hammock atau membuat bivac sebagai shelternya, mereka sengaja tidak membawa tenda dan lebih memilih membawa hammock atau bivac dengan alasan kepraktisan, mengurangi berat beban bawaan, kemudahan packing serta merasa lebih menyatu dengan alam tanpa merasa “terkotak” di dalam tenda.
Semua pilihan shelter yang digunakan adalah kebebasan kalian, masing-masing pilihan pun mempunyai nilai plus dan minus dengan konsekuensinya masing-masing. Intinya apapun shelter yang kalian pilih maka pilihlah dengan tepat sesuai gaya bertualang kalian karena shelter tersebut akan menjadi “rumah” kalian yang akan terus menemani dan melindungi kalian setelah seharian lelah bertualang. Semoga post kali ini bisa memberi pencerahan dan membantu kalian dalam memilih, menyewa maupun membeli tenda. Selamat bertualang salam goweswisata :)
Tuesday, 23 June 2015
Saturday, 13 June 2015
Bikecamping @Kalikuning 2
(02/06/15 – 04/06/15)
“Slow down and enjoy life. It is not only the scenery you miss by going too fast, you also miss the sense of where you are going and why”
Day 1, (02/06/15) Semua selalu terasa berat di awal
Setelah pada beberapa minggu yang lalu kami melakukan bikecamping di Embung Nglanggeran, Patuk, maka tidak berapa lama kemudian kali ini kami melakukan kegiatan bikecamping lagi (sepertinya kami mulai ketagihan untuk bikecamping hehe…:)). Dan jika pada beberapa kegiatan bikecamping terdahulu yang kami lakukan hanyalah dalam waktu singkat (satu hari saja) maka pada bikecamping kali ini kami mencoba untuk melakukannya sedikit lebih lama (tiga hari) supaya kami bisa benar-benar menikmati perjalanan goweswisata kami, sekaligus juga untuk lebih mengeksplor keunikan dari tempat yang kami datangi
Awalnya sedikit bingung juga ketika menentukan tujuan bikecamping kali ini karena sangat sulit menemukan informasi camping ground yang ada di Yogyakarta, terutama yang gratis :) dan belum pernah kami datangi, tetapi akhirnya setelah mempertimbangkan faktor kemudahan dan keamanan maka lokasi Kalikuning pun kembali menjadi tujuan kami walaupun dulu kami sudah pernah melakukan bikecamping di tempat ini. Nah berhubung rentang waktu pada bikecamping kali ini lebih daripada satu hari, maka saya pun mempunyai ide untuk mencoba menggabungkannya dengan melakukan trekking di hari keduanya nanti, sehingga kami tidak hanya berkutat di seputar area camp ground saja melainkan juga lebih mengeksplor apa saja spot-spot asyik yang bisa dilihat di sekitar wilayah ini
Peserta bikecamping Goweswisata kali ini hanya diikuti oleh 3 orang saja (saya, pasangan saya Agitya Andiny, dan bocah petualang Tadeus Rian) karena seperti yang sudah pernah saya jabarkan dibeberapa post terdahulu bahwa saya cenderung lebih menikmati perjalanan jika pesertanya tidak terlalu banyak, entahlah mungkin faktor karakter dan hobby saya sebagai penulislah yang membuat saya lebih menyukai perjalanan tanpa rombongan besar, sekaligus juga membuat saya jadi lebih bisa menangkap detail selama perjalanan
Setelah mempersiapkan “peralatan perang” untuk dipacking kedalam pannier dan tidak lupa melakukan cek ulang kondisi sepeda pada malam sebelum kami berangkat akhirnya tibalah hari H nya. Mengawali start sekitar jam 07.30 WIB dari Basecamp goweswisata, kali ini kami juga mencoba melakukan dokumentasi dalam bentuk video perjalanan supaya lebih lengkap dan bervariasi (silahkan cek di fanpage FB Gowes Wisata), sehingga tidak sekedar dalam bentuk foto-foto saja (mencoba terus berinovasi)
Dan inilah penampakan kendaraan tempur kami hehe…:)
Seperti yang sudah diketahui bahwa jika menuju ke Kalikuning, Cangkringan, hingga Kinahrejo yang notabene berada di lereng Gunung Merapi maka otomatis rute yang akan ditempuh pastilah berupa tanjakan, dan namanya juga ke lereng gunung maka haruslah mempersiapkan mental, semangat dan fisik untuk terus gowes menanjak (sambil membawa beban) selama perjalanan sampai nantinya tiba ditujuan
Kami mengambil rute melalui Jalan Gejayan – terminal Condong Catur – kemudian belok kiri sebelum terminal Condong Catur mengambil jalan alternatif menuju Jalan Kaliurang, di sepanjang rute ini walaupun menanjak tetapi masih terasa landai sehingga tidak terlalu berat. Selepas pertigaan traffic light Pakem menuju kaliadem barulah tanjakan terasa mulai menjadi medium (mungkin juga terasa sedikit berat karena sebagian tenaga kami sudah terpakai untuk menanjak disepanjang Jalan Kaliurang), ya sudah nikmati sajalah hehe…:)
Untunglah situasi jalanan selepas Jalan Kaliurang cukup sepi dari kendaraan bermotor sehingga udara juga terasa lebih segar ketika kami masih harus menanjak
Pada perjalanan kali ini ada sedikit kendala teknis yang memakan “korban” yaitu kickstand pada sepeda Agit bengkok karena tidak kuat menahan beban sepeda beserta seluruh panniernya
Dan rupanya “korban” kali ini tidak hanya kickstand saja melainkan juga pengendaranya, kali ini menimpa Tadeus Rian yang sempat “jackpot alias muntah” saat kami beristirahat di sebuah Masjid selepas gerbang tiket Kalikuning. Dititik ini akhirnya waktu beristirahat saya buat menjadi lebih lama (sekitar 1 jam) dengan pertimbangan menunggu kondisi fisik Rian pulih dahulu (lumayanlah sambil beristirahat bisa cuci muka dan makan camilan)
Sebenarnya selepas gerbang tiket Kalikuning kita juga bisa menemukan lokasi camping ground lain yang biasa digunakan oleh masyarakat umum ketika mereka mengadakan kegiatan outbond atau acara Makrab yaitu di Plunyon (biasanya para pesepeda juga akan memilih tempat ini sebagai destinasi akhirnya ketika mereka gowes menuju Kalikuning) karena di Plunyon terdapat aliran air yang berasal dari gunung merapi dan ditambah lagi dengan pemandangan indah lembah Kalikuning (lihat post kalikuning terdahulu)
Namun jujur saja medan tanjakan terberat bagi saya secara pribadi justru dimulai selepas dari gerbang tiket hingga menuju lokasi camping kami nantinya di Cangkringan, tepatnya berada di areal persewaan Jip milik Grinata Adventure, dititik ini medan menanjak yang awalnya berupa aspal halus setelah pertigaan kaliadem mulai berubah menjadi jalan rusak dan derajat kemiringannya pun semakin menjadi (gowes menanjak tanpa membawa beban saja sudah terasa berat, apalagi bagi rombongan kami yang masing-masing membawa beban sekitar 20-30kg di pannier masing-masing), disinipun kendaraan- kendaraan yang berpapasan dengan kami hanyalah Jip lava tour, mobil pribadi, kendaraan travel, dan sepeda motor milik warga
Akhirnya tibalah kami di Pos milik Grinata Adventure (917mdpl)
Kami tiba dilokasi sekitar pukul 15.30 WIB, setelah meminta ijin kepada pengelola Grinata Adventure untuk camp maka kami pun menuju ke lokasi yang dulu juga kami gunakan saat melakukan bikecamping pertama kali di kalikuning. Melihat situasi campground kami tampaknya tidak ada yang melakukan camping di tempat ini sejak pertama kali kami menggunakannya, terlihat dari masih adanya susunan batuan yang dulu pernah kami buat untuk menyalakan api unggun (sepertinya hanya kamilah yang menggunakan area ini untuk camping sampai saat ini)
Sekitar pukul 16.30 WIB kabut mulai turun dan menyelimuti seluruh area camping serta lembah Kalikuning, padahal dahulu waktu pertama kali kami camping di tempat ini tidak ada kabut sama sekali yang turun di sore hari, untunglah semua tenda dan hammock sudah selesai kami dirikan sehingga hanya tinggal mandi dan bersih-bersih di toilet umum yang ada di seberang pos Grinata Adventure kemudian mencari makan saja sebelum akhirnya beristirahat di tenda masing-masing
Satu hal yang paling saya suka saat camping seperti ini adalah suasana tenang, alami, serta udara yang masih segar karena masih banyaknya pepohonan yang ada di sekitar lokasi ini. Untuk sesaat terkadang saya merasa kegiatan seperti ini perlu dilakukan oleh setiap individu untuk menyepi sejenak dari hingar-bingar perkotaan dan gaya hidup konsumtif atau hedonisme dimana biasanya semua individu saling membanggakan brand yang dipakainya, bahkan terkadang hal tersebut tidak jarang juga terjadi di kalangan goweser yang berulangkali menanyakan dan membanggakan tentang brand, atau merasa minder hanya karena sepedanya tidak berasal dari brand terkenal. Seorang teman saya, goweser dari Perancis pernah mengatakan bahwa selama perjalanan bersepedanya keliling dunia (dan kebetulan sempat singgah di Indonesia) ia merasa heran dengan banyaknya orang-orang Indonesia yang terlalu terfokus pada brand sepeda dan berbagai gear yang ia miliki dibandingkan dengan pengalaman bersepedanya menjelajahi berbagai negara di dunia dan keunikan dari masing-masing tempat tersebut, “Brand is useless if you’re doing cycling trip, the most important is enjoy your cycling trip because you like it, not because they like it”, bagaimana sebuah perjalanan itu membawa perubahan positif terhadap cara berpikirmu lah yang menjadikan perjalanan itu berarti, bukan untuk sekedar mendapatkan pengakuan hebat dari orang-orang.
Mungkin karena itu pulalah saya terkadang tidak terlalu memusingkan brand dari sepeda dan gear yang saya gunakan, selama saya merasa nyaman maka itulah yang saya gunakan, brand hanyalah sekedar penjamin atas quality dari produk yang mereka buat, dan sepeda hanyalah salah satu dari sekian banyak alat transportasi yang saya pilih untuk bertualang, sehingga saya tidak akan memaksakan diri untuk selalu mengambil foto saya dengan sepeda di suatu lokasi yang terlihat “keren”, dengan pertimbangan jika hal tersebut nantinya akan merusak atau mencemari lingkungan yang ada (aliran air, bebatuan air terjun, dan lainnya), alam terlalu berharga dan baik untuk dirusak demi sebuah foto yang dipaksakan supaya terlihat “keren” dimata orang, karena intinya sayalah yang menikmati semua perjalanan ini secara langsung :)
Dan berbagai pemikiran lainnya justru saya dapatkan saat saya melakukan kegiatan seperti ini tanpa terlalu banyak orang, mungkin sekali-kali kalian juga perlu mencoba untuk melakukan perjalanan tanpa diikuti terlalu banyak orang atau rombongan sehingga kalian juga bisa lebih meresapi perjalanan kalian
Menikmati berpikir tentang apapun di keheningan malam
Bebas itu saat kalian bisa mengekspresikan apa yang menjadi keinginan kalian
Dan pada akhirnya semua yang terasa berat di awal itu pun bisa kami lalui
Day 2, (03/06/15) Trekking menuju Puncak Kinahrejo
Setelah pada malam harinya hujan sempat turun disekitar lokasi camp kami dan membuat suhu disekitar turun menjadi lebih dingin, untunglah hujan tidak berlangsung lama, sekitar pukul 04.30 WIB suara kokok ayam mulai bersahutan diiringi suara adzan Subuh dari pengeras suara Masjid yang ada menandakan sang fajar akan segera menyingsing
Penghuni yang lain sepertinya masih terlelap, enggan beranjak dari peraduan mereka karena dinginnya udara sekitar
Saya pun mulai keluar dari tenda dan berjalan-jalan sebentar sembari melakukan gerakan senam ringan untuk menghangatkan tubuh, kabut juga masih tampak di beberapa bagian lereng Merapi menunggu sang surya untuk menghangatkannya
Suasana pagi yang tenang dan sejuknya hawa pegunungan serta ditimpali oleh kicauan burung setidaknya cukup membuat pikiran saya menjadi tenang. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain bangun dari tidurnya lebih baik saya mengambil kamera dan mendokumentasikan suasana pagi hari di tempat ini
Puncak kubah Merapi tampak dari kejauhan
Lembah Kalikuning
Setelah semua sudah bangun dari tidurnya (kecuali Rian yang masih enggan beranjak dari Hammocknya) maka saya dan Agit pun berencana untuk melakukan Trekking, sedangkan karena Rian memilih untuk tetap di camp spot maka kami berdua pun menitipkan sepeda, tenda, dan barang-barang kepadanya, baiklah saatnya mandi dulu sebelum trekking :)
Selesai bersiap-siap dan memasukkan beberapa barang penting serta kamera ke dalam tas carrier maka sekarang saatnya trekking
Suasana di sekitar lokasi camp kami menuju ke atas saat ini terdapat banyak persewaan kendaraan dan pemandu untuk menuju lokasi lereng Merapi (wisata lava tour), sepertinya bencana erupsi dahsyat Gunung Merapi yang dahulu memporak-porandakan desa-desa di sekitar lereng Merapi kini telah berubah menjadi lokasi wisata yang menjadi mata pecaharian baru bagi warganya
Memasuki gerbang Desa Kinahrejo
Jika kalian malas berjalan kaki menanjak untuk menuju Puncak Kinahrejo, Kali Opak, Watu Tumpeng, hingga Museum (bekas lokasi rumah) Mbah Maridjan maka jangan kuatir disini juga terdapat sewa ojek dengan tarif sekitar 30 ribu rupiah. Tetapi karena kami ingin menikmati detail perjalanan ini maka kami pun memilih berjalan kaki (dan sekaligus menghemat uang hehe…:))
Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari gerbang desa Kinahrejo tetapi tanjakannya yang mungkin sedikit melelahkan (bagi kalian yang tidak terbiasa berjalan kaki tetap saja pasti terasa jauh)
Dari papan petunjuk tadi kami memutuskan untuk menuju ke Puncak Kinahrejo terlebih dulu, ayo nanjak lagi
Dan tibalah kami di Puncak Kinahrejo (ketinggian sekitar 1200mdpl)
Disini juga terdapat monumen peringatan untuk mengenang erupsi dahsyat Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 lalu, selain memuat nama-nama para korban, juga terdapat petuah untuk menjaga alam supaya alam tidak murka, intinya sebagai manusia maka sudah selayaknya kita menjaga dan hidup harmonis dengan alam dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan melainkan cukup memanfaatkan seperlunya saja
Dari Puncak Kinahrejo kami kemudian menuju sisa-sisa aliran Kali Opak yang rusak akibat erupsi Merapi, tampak juga disekitar lokasi ini bagaimana kondisi kerusakan jalan yang hingga saat ini belum juga diperbaiki
Tidak jauh dari situ kami melanjutkan menyusuri sisa aliran Kali Opak hingga tiba di Watu Tumpeng, yaitu sebuah batu yang berbentuk seperti gunungan tumpeng, tetapi sayangnya dipenuhi oleh coretan vandalisme tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh “manusia purba”
Puas mendokumentasikan suasana dan sisa-sisa kerusakan akibat erupsi Merapi, kami pun kemudian beranjak menuju lokasi rumah bekas kediaman Mbah Maridjan (juru kunci Merapi yang juga menjadi korban tewas akibat erupsi dahsyat Merapi) yang sekarang dijadikan Museum untuk mengenang Beliau
Selesai berkeliling kami kemudian memutuskan untuk kembali ke lokasi camp sekaligus mencari sarapan di warung-warung yang berada di dekat persewaan Jip
Aktivitas warga lokal yang mencari rumput untuk hewan ternaknya
Dan keuntungan dari berjalan kaki adalah secara tidak sengaja kami menemukan spot keren ini hehe…:) (makanya jangan malas berjalan kaki)
Setelah sarapan dan kembali ke campsite maka saatnya kami beristirahat serta membersihkan beberapa barang, dan kini gantian giliran Rian yang ingin berkeliling dengan sepedanya mencoba track-track XC yang ada di sekitar lokasi
Sembari beristirahat sekalian mendokumentasikan view lembah Kalikuning dari ketinggian
Menjelang siang saya dan Agit pun berinisiatif untuk kembali trekking, kali ini tujuan kami ke bawah menuju lembah Kalikuning melalui jalan setapak yang berada tidak jauh dari lokasi camping kami, setelah mempertimbangkan bahwa lokasi camp kami berada di spot yang terpencil dan cukup privat maka saya merasa cukup aman untuk meninggalkan barang-barang disekitar campsite, hanya barang-barang berharga serta kamera saja yang saya bawa
Warga lokal yang beraktivitas mencari rumput untuk makanan hewan ternaknya, dari bawah lembah Kalikuning ia harus menggotong semua rumput tersebut keatas melalui jalan setapak yang kami lewati (salut untuk staminanya)
View lembah Kalikuning yang dahulu sempat rusak akibat erupsi tetapi kini sudah mulai normal lagi
Beberapa hewan juga masih banyak terdapat disekitar lokasi sebagai indikator bahwa lokasi ini masih cukup terjaga
Aliran air yang masih sangat jernih, dingin, dan segar melengkapi keindahan dari tempat ini
Melihat dan menikmati suasana di lembah ini membuat saya jadi teringat dengan sebuah program acara jalan-jalan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu, saat itu hostnya (orang Indonesia) bepergian ke luar negeri (Singapore) dan dengan bangganya mereka menceritakan bahwa tempat ini (salah satu Mall di Singapore) sangat keren karena didalamnya mereka membuat air terjun buatan yang dilengkapi dengan pengaturan suhu buatan layaknya yang ada di aslinya, jadi tidak perlu capek-capek jalan atau berpanas-panas untuk menikmatinya, terkadang sempat terpikir apakah mereka (para host itu) tahu bahwa bumi nusantara kita sudah menyediakan yang aslinya secara gratis dan jauh lebih indah dari apapun yang pernah dibuat oleh manusia
Bahkan aliran air di grojogan mini ini saja masih sangat jernih, sampai-sampai buih yang keluar dari sela-sela bebatuan dan pantulan dari dasarnya masih berwarna biru jernih
Mungkin memang benar bahwa semakin sering intensitas kita melakukan kegiatan traveling maka lambat laun akan mengubah kita dari seorang yang pendiam menjadi seorang penutur yang cakap, karena kita dapat menceritakan pengalaman yang kita alami sendiri secara langsung dengan jujur dan penuh antusias, baik itu melalui lisan maupun tulisan
Selain itu dengan melakukan kegiatan traveling seperti ini yang menyatu dengan alam maka kita juga menjadi lebih banyak berpikir tentang hidup dan kehidupan, dan mengembalikan kemampuan dasar kita sebagai manusia untuk mempercayai kemampuan kaki kita untuk berjalan, kemampuan tangan kita untuk menggenggam bebatuan, serta kemampuan otak serta pikiran kita untuk mengantisipasi perubahan dan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Bagi kami melakukan traveling seperti ini (yang kata orang kok susah banget caranya) bukan untuk melarikan diri dari masalah-masalah kehidupan tetapi bagaimana menjaga supaya “arti hidup” itu tidak lepas dari diri dan pola pikir di keseharian kita
Day 3, (04/06/15) Saatnya Pulang
Setelah di hari kedua kami benar-benar off the bike alias tidak bersepeda sama sekali (selain supaya tidak jenuh juga lebih mudah dalam mencermati detail perjalanan) maka tibalah di hari ketiga ini kami harus bersiap untuk pulang, kembali ke hingar-bingar dan polusi perkotaan, tetapi setidaknya pada perjalanan kali ini kami telah membersihkan sebagian jiwa dan raga kami dari racun-racun fisik maupun mental yang ditimbulkan oleh “gaya hidup perkotaan dan modernisasi”, ibarat gelas yang sudah mulai kotor maka sudah saatnya kami membersihkannya supaya dapat digunakan lagi
Jemur-jemur sepeda yang basah karena kabut dan hujan
Tidak lupa mengangin-anginkan tenda sebelum mulai dipacking
Bagi kami awalnya mungkin kami hanya senang bersepeda dan menganggapnya sebagai aktivitas yang biasa saja tetapi setelah sekian lama kami menjalani dan memandang kehidupan ini dari atas sadel sepeda, lambat laun kami merasa bahwa ini bukan lagi sekedar tentang bersepeda saja, melainkan ini juga tentang kehidupan
Dan pastinya untuk kedepannya kami masih akan terus melanjutkan perjalanan-perjalanan seperti ini dengan lebih intens lagi, selain karena kami memang menyukainya juga karena inilah cara kami bertualang
Begitupun dengan tulisan-tulisan saya, ya saya akan terus menulis sesuai apa yang saya rasakan karena saya menyukainya dan sebagai pengingat akan apa yang sudah saya lalui, terlepas dari apakah itu menghasilkan sesuatu secara materi atau tidak, setidaknya walau sedikit tapi semoga tulisan-tulisan ini bisa menginspirasi kalian semua untuk memulai petualangan kalian sendiri dengan cara masing-masing (tidak harus dengan bersepeda juga tidak apa-apa, asalkan kalian dapat tetap menjaga kelestarian alam dan keindahannya) serta menyebarkan inspirasi positif dari petualangan tersebut kepada orang lain
Dan bagi kalian yang ingin menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi dalam bertualangnya maka yakinlah bahwa kalian bisa menciptakan cerita petualangan tersebut dengan menggunakan sepeda apapun, yang diperlukan hanya niat, mental, passion, dan latihan terus menerus untuk menjadi lebih baik dalam bidang yang kalian pilih (dan tidak lupa banyak membaca), tidak perlu minder karena brand, kecepatan yang lambat, menuntun saat tanjakan,jarak yang biasa-biasa saja, dan lainnya, karena ini adalah perjalanan dan petualangan kalian bukan mereka, lagipula seorang goweser sejati tidaklah dinilai dari hal-hal tersebut melainkan ia yang mampu menaklukkan egonya selama di perjalanan
Selamat bertualang :)
“Slow down and enjoy life. It is not only the scenery you miss by going too fast, you also miss the sense of where you are going and why”
Day 1, (02/06/15) Semua selalu terasa berat di awal
Setelah pada beberapa minggu yang lalu kami melakukan bikecamping di Embung Nglanggeran, Patuk, maka tidak berapa lama kemudian kali ini kami melakukan kegiatan bikecamping lagi (sepertinya kami mulai ketagihan untuk bikecamping hehe…:)). Dan jika pada beberapa kegiatan bikecamping terdahulu yang kami lakukan hanyalah dalam waktu singkat (satu hari saja) maka pada bikecamping kali ini kami mencoba untuk melakukannya sedikit lebih lama (tiga hari) supaya kami bisa benar-benar menikmati perjalanan goweswisata kami, sekaligus juga untuk lebih mengeksplor keunikan dari tempat yang kami datangi
Awalnya sedikit bingung juga ketika menentukan tujuan bikecamping kali ini karena sangat sulit menemukan informasi camping ground yang ada di Yogyakarta, terutama yang gratis :) dan belum pernah kami datangi, tetapi akhirnya setelah mempertimbangkan faktor kemudahan dan keamanan maka lokasi Kalikuning pun kembali menjadi tujuan kami walaupun dulu kami sudah pernah melakukan bikecamping di tempat ini. Nah berhubung rentang waktu pada bikecamping kali ini lebih daripada satu hari, maka saya pun mempunyai ide untuk mencoba menggabungkannya dengan melakukan trekking di hari keduanya nanti, sehingga kami tidak hanya berkutat di seputar area camp ground saja melainkan juga lebih mengeksplor apa saja spot-spot asyik yang bisa dilihat di sekitar wilayah ini
Peserta bikecamping Goweswisata kali ini hanya diikuti oleh 3 orang saja (saya, pasangan saya Agitya Andiny, dan bocah petualang Tadeus Rian) karena seperti yang sudah pernah saya jabarkan dibeberapa post terdahulu bahwa saya cenderung lebih menikmati perjalanan jika pesertanya tidak terlalu banyak, entahlah mungkin faktor karakter dan hobby saya sebagai penulislah yang membuat saya lebih menyukai perjalanan tanpa rombongan besar, sekaligus juga membuat saya jadi lebih bisa menangkap detail selama perjalanan
Setelah mempersiapkan “peralatan perang” untuk dipacking kedalam pannier dan tidak lupa melakukan cek ulang kondisi sepeda pada malam sebelum kami berangkat akhirnya tibalah hari H nya. Mengawali start sekitar jam 07.30 WIB dari Basecamp goweswisata, kali ini kami juga mencoba melakukan dokumentasi dalam bentuk video perjalanan supaya lebih lengkap dan bervariasi (silahkan cek di fanpage FB Gowes Wisata), sehingga tidak sekedar dalam bentuk foto-foto saja (mencoba terus berinovasi)
Dan inilah penampakan kendaraan tempur kami hehe…:)
Seperti yang sudah diketahui bahwa jika menuju ke Kalikuning, Cangkringan, hingga Kinahrejo yang notabene berada di lereng Gunung Merapi maka otomatis rute yang akan ditempuh pastilah berupa tanjakan, dan namanya juga ke lereng gunung maka haruslah mempersiapkan mental, semangat dan fisik untuk terus gowes menanjak (sambil membawa beban) selama perjalanan sampai nantinya tiba ditujuan
Kami mengambil rute melalui Jalan Gejayan – terminal Condong Catur – kemudian belok kiri sebelum terminal Condong Catur mengambil jalan alternatif menuju Jalan Kaliurang, di sepanjang rute ini walaupun menanjak tetapi masih terasa landai sehingga tidak terlalu berat. Selepas pertigaan traffic light Pakem menuju kaliadem barulah tanjakan terasa mulai menjadi medium (mungkin juga terasa sedikit berat karena sebagian tenaga kami sudah terpakai untuk menanjak disepanjang Jalan Kaliurang), ya sudah nikmati sajalah hehe…:)
Untunglah situasi jalanan selepas Jalan Kaliurang cukup sepi dari kendaraan bermotor sehingga udara juga terasa lebih segar ketika kami masih harus menanjak
Pada perjalanan kali ini ada sedikit kendala teknis yang memakan “korban” yaitu kickstand pada sepeda Agit bengkok karena tidak kuat menahan beban sepeda beserta seluruh panniernya
Dan rupanya “korban” kali ini tidak hanya kickstand saja melainkan juga pengendaranya, kali ini menimpa Tadeus Rian yang sempat “jackpot alias muntah” saat kami beristirahat di sebuah Masjid selepas gerbang tiket Kalikuning. Dititik ini akhirnya waktu beristirahat saya buat menjadi lebih lama (sekitar 1 jam) dengan pertimbangan menunggu kondisi fisik Rian pulih dahulu (lumayanlah sambil beristirahat bisa cuci muka dan makan camilan)
Sebenarnya selepas gerbang tiket Kalikuning kita juga bisa menemukan lokasi camping ground lain yang biasa digunakan oleh masyarakat umum ketika mereka mengadakan kegiatan outbond atau acara Makrab yaitu di Plunyon (biasanya para pesepeda juga akan memilih tempat ini sebagai destinasi akhirnya ketika mereka gowes menuju Kalikuning) karena di Plunyon terdapat aliran air yang berasal dari gunung merapi dan ditambah lagi dengan pemandangan indah lembah Kalikuning (lihat post kalikuning terdahulu)
Namun jujur saja medan tanjakan terberat bagi saya secara pribadi justru dimulai selepas dari gerbang tiket hingga menuju lokasi camping kami nantinya di Cangkringan, tepatnya berada di areal persewaan Jip milik Grinata Adventure, dititik ini medan menanjak yang awalnya berupa aspal halus setelah pertigaan kaliadem mulai berubah menjadi jalan rusak dan derajat kemiringannya pun semakin menjadi (gowes menanjak tanpa membawa beban saja sudah terasa berat, apalagi bagi rombongan kami yang masing-masing membawa beban sekitar 20-30kg di pannier masing-masing), disinipun kendaraan- kendaraan yang berpapasan dengan kami hanyalah Jip lava tour, mobil pribadi, kendaraan travel, dan sepeda motor milik warga
Akhirnya tibalah kami di Pos milik Grinata Adventure (917mdpl)
Kami tiba dilokasi sekitar pukul 15.30 WIB, setelah meminta ijin kepada pengelola Grinata Adventure untuk camp maka kami pun menuju ke lokasi yang dulu juga kami gunakan saat melakukan bikecamping pertama kali di kalikuning. Melihat situasi campground kami tampaknya tidak ada yang melakukan camping di tempat ini sejak pertama kali kami menggunakannya, terlihat dari masih adanya susunan batuan yang dulu pernah kami buat untuk menyalakan api unggun (sepertinya hanya kamilah yang menggunakan area ini untuk camping sampai saat ini)
Sekitar pukul 16.30 WIB kabut mulai turun dan menyelimuti seluruh area camping serta lembah Kalikuning, padahal dahulu waktu pertama kali kami camping di tempat ini tidak ada kabut sama sekali yang turun di sore hari, untunglah semua tenda dan hammock sudah selesai kami dirikan sehingga hanya tinggal mandi dan bersih-bersih di toilet umum yang ada di seberang pos Grinata Adventure kemudian mencari makan saja sebelum akhirnya beristirahat di tenda masing-masing
Satu hal yang paling saya suka saat camping seperti ini adalah suasana tenang, alami, serta udara yang masih segar karena masih banyaknya pepohonan yang ada di sekitar lokasi ini. Untuk sesaat terkadang saya merasa kegiatan seperti ini perlu dilakukan oleh setiap individu untuk menyepi sejenak dari hingar-bingar perkotaan dan gaya hidup konsumtif atau hedonisme dimana biasanya semua individu saling membanggakan brand yang dipakainya, bahkan terkadang hal tersebut tidak jarang juga terjadi di kalangan goweser yang berulangkali menanyakan dan membanggakan tentang brand, atau merasa minder hanya karena sepedanya tidak berasal dari brand terkenal. Seorang teman saya, goweser dari Perancis pernah mengatakan bahwa selama perjalanan bersepedanya keliling dunia (dan kebetulan sempat singgah di Indonesia) ia merasa heran dengan banyaknya orang-orang Indonesia yang terlalu terfokus pada brand sepeda dan berbagai gear yang ia miliki dibandingkan dengan pengalaman bersepedanya menjelajahi berbagai negara di dunia dan keunikan dari masing-masing tempat tersebut, “Brand is useless if you’re doing cycling trip, the most important is enjoy your cycling trip because you like it, not because they like it”, bagaimana sebuah perjalanan itu membawa perubahan positif terhadap cara berpikirmu lah yang menjadikan perjalanan itu berarti, bukan untuk sekedar mendapatkan pengakuan hebat dari orang-orang.
Mungkin karena itu pulalah saya terkadang tidak terlalu memusingkan brand dari sepeda dan gear yang saya gunakan, selama saya merasa nyaman maka itulah yang saya gunakan, brand hanyalah sekedar penjamin atas quality dari produk yang mereka buat, dan sepeda hanyalah salah satu dari sekian banyak alat transportasi yang saya pilih untuk bertualang, sehingga saya tidak akan memaksakan diri untuk selalu mengambil foto saya dengan sepeda di suatu lokasi yang terlihat “keren”, dengan pertimbangan jika hal tersebut nantinya akan merusak atau mencemari lingkungan yang ada (aliran air, bebatuan air terjun, dan lainnya), alam terlalu berharga dan baik untuk dirusak demi sebuah foto yang dipaksakan supaya terlihat “keren” dimata orang, karena intinya sayalah yang menikmati semua perjalanan ini secara langsung :)
Dan berbagai pemikiran lainnya justru saya dapatkan saat saya melakukan kegiatan seperti ini tanpa terlalu banyak orang, mungkin sekali-kali kalian juga perlu mencoba untuk melakukan perjalanan tanpa diikuti terlalu banyak orang atau rombongan sehingga kalian juga bisa lebih meresapi perjalanan kalian
Menikmati berpikir tentang apapun di keheningan malam
Bebas itu saat kalian bisa mengekspresikan apa yang menjadi keinginan kalian
Dan pada akhirnya semua yang terasa berat di awal itu pun bisa kami lalui
Day 2, (03/06/15) Trekking menuju Puncak Kinahrejo
Setelah pada malam harinya hujan sempat turun disekitar lokasi camp kami dan membuat suhu disekitar turun menjadi lebih dingin, untunglah hujan tidak berlangsung lama, sekitar pukul 04.30 WIB suara kokok ayam mulai bersahutan diiringi suara adzan Subuh dari pengeras suara Masjid yang ada menandakan sang fajar akan segera menyingsing
Penghuni yang lain sepertinya masih terlelap, enggan beranjak dari peraduan mereka karena dinginnya udara sekitar
Saya pun mulai keluar dari tenda dan berjalan-jalan sebentar sembari melakukan gerakan senam ringan untuk menghangatkan tubuh, kabut juga masih tampak di beberapa bagian lereng Merapi menunggu sang surya untuk menghangatkannya
Suasana pagi yang tenang dan sejuknya hawa pegunungan serta ditimpali oleh kicauan burung setidaknya cukup membuat pikiran saya menjadi tenang. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain bangun dari tidurnya lebih baik saya mengambil kamera dan mendokumentasikan suasana pagi hari di tempat ini
Puncak kubah Merapi tampak dari kejauhan
Lembah Kalikuning
Setelah semua sudah bangun dari tidurnya (kecuali Rian yang masih enggan beranjak dari Hammocknya) maka saya dan Agit pun berencana untuk melakukan Trekking, sedangkan karena Rian memilih untuk tetap di camp spot maka kami berdua pun menitipkan sepeda, tenda, dan barang-barang kepadanya, baiklah saatnya mandi dulu sebelum trekking :)
Selesai bersiap-siap dan memasukkan beberapa barang penting serta kamera ke dalam tas carrier maka sekarang saatnya trekking
Suasana di sekitar lokasi camp kami menuju ke atas saat ini terdapat banyak persewaan kendaraan dan pemandu untuk menuju lokasi lereng Merapi (wisata lava tour), sepertinya bencana erupsi dahsyat Gunung Merapi yang dahulu memporak-porandakan desa-desa di sekitar lereng Merapi kini telah berubah menjadi lokasi wisata yang menjadi mata pecaharian baru bagi warganya
Memasuki gerbang Desa Kinahrejo
Jika kalian malas berjalan kaki menanjak untuk menuju Puncak Kinahrejo, Kali Opak, Watu Tumpeng, hingga Museum (bekas lokasi rumah) Mbah Maridjan maka jangan kuatir disini juga terdapat sewa ojek dengan tarif sekitar 30 ribu rupiah. Tetapi karena kami ingin menikmati detail perjalanan ini maka kami pun memilih berjalan kaki (dan sekaligus menghemat uang hehe…:))
Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari gerbang desa Kinahrejo tetapi tanjakannya yang mungkin sedikit melelahkan (bagi kalian yang tidak terbiasa berjalan kaki tetap saja pasti terasa jauh)
Dari papan petunjuk tadi kami memutuskan untuk menuju ke Puncak Kinahrejo terlebih dulu, ayo nanjak lagi
Dan tibalah kami di Puncak Kinahrejo (ketinggian sekitar 1200mdpl)
Disini juga terdapat monumen peringatan untuk mengenang erupsi dahsyat Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 lalu, selain memuat nama-nama para korban, juga terdapat petuah untuk menjaga alam supaya alam tidak murka, intinya sebagai manusia maka sudah selayaknya kita menjaga dan hidup harmonis dengan alam dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan melainkan cukup memanfaatkan seperlunya saja
Dari Puncak Kinahrejo kami kemudian menuju sisa-sisa aliran Kali Opak yang rusak akibat erupsi Merapi, tampak juga disekitar lokasi ini bagaimana kondisi kerusakan jalan yang hingga saat ini belum juga diperbaiki
Tidak jauh dari situ kami melanjutkan menyusuri sisa aliran Kali Opak hingga tiba di Watu Tumpeng, yaitu sebuah batu yang berbentuk seperti gunungan tumpeng, tetapi sayangnya dipenuhi oleh coretan vandalisme tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh “manusia purba”
Puas mendokumentasikan suasana dan sisa-sisa kerusakan akibat erupsi Merapi, kami pun kemudian beranjak menuju lokasi rumah bekas kediaman Mbah Maridjan (juru kunci Merapi yang juga menjadi korban tewas akibat erupsi dahsyat Merapi) yang sekarang dijadikan Museum untuk mengenang Beliau
Selesai berkeliling kami kemudian memutuskan untuk kembali ke lokasi camp sekaligus mencari sarapan di warung-warung yang berada di dekat persewaan Jip
Aktivitas warga lokal yang mencari rumput untuk hewan ternaknya
Dan keuntungan dari berjalan kaki adalah secara tidak sengaja kami menemukan spot keren ini hehe…:) (makanya jangan malas berjalan kaki)
Setelah sarapan dan kembali ke campsite maka saatnya kami beristirahat serta membersihkan beberapa barang, dan kini gantian giliran Rian yang ingin berkeliling dengan sepedanya mencoba track-track XC yang ada di sekitar lokasi
Sembari beristirahat sekalian mendokumentasikan view lembah Kalikuning dari ketinggian
Menjelang siang saya dan Agit pun berinisiatif untuk kembali trekking, kali ini tujuan kami ke bawah menuju lembah Kalikuning melalui jalan setapak yang berada tidak jauh dari lokasi camping kami, setelah mempertimbangkan bahwa lokasi camp kami berada di spot yang terpencil dan cukup privat maka saya merasa cukup aman untuk meninggalkan barang-barang disekitar campsite, hanya barang-barang berharga serta kamera saja yang saya bawa
Warga lokal yang beraktivitas mencari rumput untuk makanan hewan ternaknya, dari bawah lembah Kalikuning ia harus menggotong semua rumput tersebut keatas melalui jalan setapak yang kami lewati (salut untuk staminanya)
View lembah Kalikuning yang dahulu sempat rusak akibat erupsi tetapi kini sudah mulai normal lagi
Beberapa hewan juga masih banyak terdapat disekitar lokasi sebagai indikator bahwa lokasi ini masih cukup terjaga
Aliran air yang masih sangat jernih, dingin, dan segar melengkapi keindahan dari tempat ini
Melihat dan menikmati suasana di lembah ini membuat saya jadi teringat dengan sebuah program acara jalan-jalan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu, saat itu hostnya (orang Indonesia) bepergian ke luar negeri (Singapore) dan dengan bangganya mereka menceritakan bahwa tempat ini (salah satu Mall di Singapore) sangat keren karena didalamnya mereka membuat air terjun buatan yang dilengkapi dengan pengaturan suhu buatan layaknya yang ada di aslinya, jadi tidak perlu capek-capek jalan atau berpanas-panas untuk menikmatinya, terkadang sempat terpikir apakah mereka (para host itu) tahu bahwa bumi nusantara kita sudah menyediakan yang aslinya secara gratis dan jauh lebih indah dari apapun yang pernah dibuat oleh manusia
Bahkan aliran air di grojogan mini ini saja masih sangat jernih, sampai-sampai buih yang keluar dari sela-sela bebatuan dan pantulan dari dasarnya masih berwarna biru jernih
Mungkin memang benar bahwa semakin sering intensitas kita melakukan kegiatan traveling maka lambat laun akan mengubah kita dari seorang yang pendiam menjadi seorang penutur yang cakap, karena kita dapat menceritakan pengalaman yang kita alami sendiri secara langsung dengan jujur dan penuh antusias, baik itu melalui lisan maupun tulisan
Selain itu dengan melakukan kegiatan traveling seperti ini yang menyatu dengan alam maka kita juga menjadi lebih banyak berpikir tentang hidup dan kehidupan, dan mengembalikan kemampuan dasar kita sebagai manusia untuk mempercayai kemampuan kaki kita untuk berjalan, kemampuan tangan kita untuk menggenggam bebatuan, serta kemampuan otak serta pikiran kita untuk mengantisipasi perubahan dan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Bagi kami melakukan traveling seperti ini (yang kata orang kok susah banget caranya) bukan untuk melarikan diri dari masalah-masalah kehidupan tetapi bagaimana menjaga supaya “arti hidup” itu tidak lepas dari diri dan pola pikir di keseharian kita
Day 3, (04/06/15) Saatnya Pulang
Setelah di hari kedua kami benar-benar off the bike alias tidak bersepeda sama sekali (selain supaya tidak jenuh juga lebih mudah dalam mencermati detail perjalanan) maka tibalah di hari ketiga ini kami harus bersiap untuk pulang, kembali ke hingar-bingar dan polusi perkotaan, tetapi setidaknya pada perjalanan kali ini kami telah membersihkan sebagian jiwa dan raga kami dari racun-racun fisik maupun mental yang ditimbulkan oleh “gaya hidup perkotaan dan modernisasi”, ibarat gelas yang sudah mulai kotor maka sudah saatnya kami membersihkannya supaya dapat digunakan lagi
Jemur-jemur sepeda yang basah karena kabut dan hujan
Tidak lupa mengangin-anginkan tenda sebelum mulai dipacking
Bagi kami awalnya mungkin kami hanya senang bersepeda dan menganggapnya sebagai aktivitas yang biasa saja tetapi setelah sekian lama kami menjalani dan memandang kehidupan ini dari atas sadel sepeda, lambat laun kami merasa bahwa ini bukan lagi sekedar tentang bersepeda saja, melainkan ini juga tentang kehidupan
Dan pastinya untuk kedepannya kami masih akan terus melanjutkan perjalanan-perjalanan seperti ini dengan lebih intens lagi, selain karena kami memang menyukainya juga karena inilah cara kami bertualang
Begitupun dengan tulisan-tulisan saya, ya saya akan terus menulis sesuai apa yang saya rasakan karena saya menyukainya dan sebagai pengingat akan apa yang sudah saya lalui, terlepas dari apakah itu menghasilkan sesuatu secara materi atau tidak, setidaknya walau sedikit tapi semoga tulisan-tulisan ini bisa menginspirasi kalian semua untuk memulai petualangan kalian sendiri dengan cara masing-masing (tidak harus dengan bersepeda juga tidak apa-apa, asalkan kalian dapat tetap menjaga kelestarian alam dan keindahannya) serta menyebarkan inspirasi positif dari petualangan tersebut kepada orang lain
Dan bagi kalian yang ingin menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi dalam bertualangnya maka yakinlah bahwa kalian bisa menciptakan cerita petualangan tersebut dengan menggunakan sepeda apapun, yang diperlukan hanya niat, mental, passion, dan latihan terus menerus untuk menjadi lebih baik dalam bidang yang kalian pilih (dan tidak lupa banyak membaca), tidak perlu minder karena brand, kecepatan yang lambat, menuntun saat tanjakan,jarak yang biasa-biasa saja, dan lainnya, karena ini adalah perjalanan dan petualangan kalian bukan mereka, lagipula seorang goweser sejati tidaklah dinilai dari hal-hal tersebut melainkan ia yang mampu menaklukkan egonya selama di perjalanan
Selamat bertualang :)