Monday 26 December 2016

TEBING BREKSI

(25/12/2016) Bertepatan Dengan libur Natal kali ini yang jatuh di Hari Minggu, kami mencoba melakukan test ride sepeda lipat masing-masing dengan melakukan gowes wisata ke obyek wisata baru yang sedang popular yaitu Taman Tebing Breksi.

Lokasi Taman Tebing Breksi



Alasan pemilihan menggunakan sepeda lipat pun sebenarnya masih berhubungan dengan hobby kami yang suka traveling, dimana jika sepeda lipat yang kami gunakan saat ini ternyata cukup nyaman dan tangguh untuk dibawa dan digunakan saat bepergian maka kedepannya mungkin kami akan menggunakannya lagi supaya mobilitas di destinasi yang kami tuju juga akan menjadi lebih fleksibel
Taman Tebing Breksi sendiri sebenarnya dulu sudah pernah saya lewati saat melakukan goweswisata ke Candi Ijo, namun dahulu lokasi ini belumlah sepopuler seperti sekarang. Terlebih saat ini di Yogyakarta sendiri semakin banyak obyek wisata baru yang bermunculan yang dibuat oleh warga sekitar dengan menata lingkungan sekitarnya secara kreatif menjadi semacam Desa Wisata ataupun dengan mempercantik spot yang ada disekitarnya terutama yang memiliki keindahan panorama alam

Lokasi Tebing Breksi berada di Dusun Groyokan Desa Sambirejo Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman, tempat ini sendiri diresmikan sebagai tempat wisata umum pada tanggal 30 Mei 2015 lalu oleh Gubernur DIY. Untuk menuju kesana kita bisa memilih melalui Jalan Berbah atau Jalan Jogja-Solo yang mengarah menuju Prambanan lalu belok ke Selatan di Traffic light setelah jembatan atau sebelum Gapura Perbatasan Jogja-Jawa Tengah, panduan rutenya juga terbilang mudah karena kalian juga bisa mencarinya menggunakan fitur peta yang ada di smartphone atau GPS

Selain berkunjung ke Tebing Breksi, disini kalian juga bisa sekalian mengunjungi obyek-obyek wisata lainnya yang ada di sekitar lokasi ini, karena disepanjang rute menuju Tebing Breksi ini sendiri ada beberapa spot wisata lainnya seperti Candi Ijo, Batu Papal, Candi Barong, dan situs Arca Gupolo.

Untuk kondisi jalannya sendiri lebih baik kalian melakukan persiapan dan pengecekan kendaraan terlebih dahulu sebelum berangkat dikarenakan medannya lumayan menanjak curam, dan dengan lebar jalan yang hanya muat untuk dua buah kendaraan roda empat yang berpapasan serta terdapat beberapa titik jalan yang mengalami kerusakan maka akan lebih aman dan tenang jika kendaraan yang kalian gunakan berada pada kondisi yang prima terutama bagian remnya.

Di lokasi Tebing Breksi ini tidak ada tiket masuk, kalian hanya perlu membayar untuk retribusi parkir saja (motor Rp 2.000,- dan mobil Rp 5.000,-), dan karena kami berdua menggunakan sepeda maka seperti biasa tentu saja digratiskan hehe…

Bagian tersulit dari rute menuju Tebing Breksi ini tentu saja pada bagian tanjakannya, jarak tanjakannya sendiri sekitar 2km dari mulai bawah hingga menuju lokasi Tebing Breksi, sedangkan jika kalian ingin sekalian mengunjungi Candi Ijo yang berada di lokasi atasnya lagi, maka kalian tinggal berjalan kaki saja sekitar 200m

Antrian kendaraan yang hendak memasuki lokasi Taman Tebing Breksi


Spot parkir kendaraan yang cukup luas


Kesan awal yang saya dapat ketika menggunakan sepeda lipat untuk menanjak adalah di beberapa titik jalan yang memiliki derajat kemiringan cukup curam maka lebih baik bagian handlepost diturunkan supaya posisi tubuh menjadi menunduk, hal ini untuk mengurangi posisi roda depan terangkat, memang merepotkan karena harus berulangkali mengubah setting ketinggian handlepost sesuai kontur jalan yang dilalui tetapi setidaknya demi faktor keamanan maka repot sedikit tidak mengapa, solusi bagi kalian yang tidak ingin repot adalah dengan menuntun sepedanya atau meloading sepedanya ke kendaraan pick up yang lewat hehe…

Taman Tebing Breksi sendiri awalnya adalah lokasi penambangan batu Breksi, tebing batu ini sendiri sejatinya sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu terbentuk dari endapan abu vulkanik gunung api Purba Nglanggeran di Gunung Kidul, namun karena bentuk tebing bebatuannya yang berwarna putih dan cukup tinggi membentang layaknya sebuah Benteng maka banyak wisatawan setempat yang tertarik untuk berfoto sebelum mereka mengunjungi Candi Ijo, oleh karena itulah kemudian warga disekitar lokasi ini berinisiatif untuk mencoba mengembangkan dan menata lokasi ini menjadi sebuah destinasi wisata yang baru dengan membuat ukiran-ukiran pada dinding tebing dan membuat semacam bangku-bangku yang membentuk lingkaran mengelilingi sebuah panggung pertunjukan yang biasa digunakan untuk mementaskan acara kesenian


Ukiran-ukiran yang dibuat pada dinding tebing


Karena kami berkunjung pada musim libur Natal dan Tahun Baru maka beginilah situasinya, ramai sekali


Dari atas Tebing Breksi kita bisa melihat view panorama Kota Jogja dan Bayangan Gunung Merapi




Bangku-bangku dan panggung yang digunakan saat ada pementasan acara kesenian (Tlatar Seneng)


Salah satu bentuk ukiran yang ada di dinding tebing



Bahkan disediakan pula spot yang khusus untuk berfoto


Ayo 1.. 2.. 3.. senyum.. cekrek


Setelah puas mengambil beberapa foto ditempat ini, kami pun beranjak untuk pulang karena hari semakin beranjak siang dan panas. Di perjalanan pulang kami pun tidak lupa menyempatkan untuk mampir ke Situs Arca Gupolo karena penasaran seperti apa tempatnya


Dalam lokasi Situs Arca Gupolo ini berisi 3 buah Patung atau Arca, terdiri dari dua buah arca orang yang sedang duduk bersila (seperti arca Buddha), dan satu lagi arca manusia yang berdiri tegak dengan menggenggam senjata tombak trisula (seperti arca Dewa pada Candi-candi Hindu), sayangnya di sekitar lokasi ini tidak ditemui keterangan informasi apapun mengenai keberadaan arca-arca tersebut, satu-satunya informasi yang ada hanyalah papan penanda bahwa lokasi ini merupakan cagar budaya



Setelah selesai berkeliling di sekitar Situs Arca Gupolo ini kini saatnya kembali pulang dan menulis catatan gowes hari ini, apakah tantangan sudah berakhir? Tentu saja tidak, tantangan berikutnya adalah menuruni rute yang memiliki derajat kemiringan curam ini hehe… hmm… sepertinya sepeda lipat ini bisa dipertimbangkan untuk dibawa menjelajah destinasi-destinasi berikutnya, hanya saja perlu penyesuaian sedikit lagi, namun untuk menjelajah di medan-medan yang sulit dan keras sepertinya memang sepeda berukuran roda 26” memang yang paling sesuai, namun apapun jenis sepedanya petualangan goweswisata pastinya masih akan terus berlanjut, simak terus petualangan kami ya :)